Tradisi Unik Menyambut Bulan Ramadan

Bulan Ramadan merupakan bulan yang paling ditunggu-tunggu oleh umat Muslim di seluruh dunia. Pasalnya, bulan ke-9 dari kalender Hijriah tersebut menyimpan berbagai makna penting dalam ajaran Islam, salah satunya adalah sebagai bulan diturunkannya kitab suci Al-Qur’an dan bulan penuh berkah serta ampunan. Selama bulan Ramadan berlangsung, seluruh umat Muslim diwajibkan untuk menjalankan ibadah puasa selama 30 hari dan merayakan kemenangannya pada perayaan Idul Fitri yang jatuh pada tanggal 1 Syawal dalam kalender Hijriah.

Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, tentunya bulan puasa selalu disambut dengan begitu meriah oleh berbagai masyarakat di penjuru Nusantara. Perbedaan ragam suku dan budaya tidak menjadi penghalang bagi masyarakat Indonesia untuk merayakan datangnya bulan suci dengan keunikannya masing-masing, layaknya semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang memiliki makna ‘berbeda-beda, tapi tetap satu’.

Penasaran apa saja tradisi unik yang dilakukan di berbagai daerah Nusantara dalam menyambut bulan suci Ramadan? Yuk, simak penjelasannya di bawah ini…

1. Malamang, Sumatera Barat

Lamang dimasak dengan cara yang unik dan dibakar langsung di atas bara api. Foto: Jeffry Wongso / Shutterstock.com

Malamang merupakan salah satu tradisi turun-temurun masyarakat Sumatra Barat yang dilakukan oleh kaum ibu-ibu dalam menyambut datangnya bulan Ramadan. Sesuai namanya, Malamang memiliki arti memasak lamang, yakni sajian yang terbuat dari beras ketan putih dan santan yang dikukus di dalam batang bambu muda.

Tradisi yang telah dilakukan sejak ratusan tahun silam berawal ketika Syekh Burhanuddin, pembawa ajaran Islam di Minangkabau, tengah bersilaturahmi ke rumah penduduk dan menyarankan masyarakat untuk menyajikan lamang ketika membagikan makanan kepada satu sama lain agar menghindari makanan haram.

Di daerah Pariaman dan Agam, tradisi ini masih sangat melekat di masyarakat dan bahkan menjadi tradisi yang tidak hanya dilakukan ketika menjelang bulan puasa, namun juga di berbagai perayaan besar maupun acara keluarga. Tujuan dari tradisi unik ini adalah untuk berkumpul bersama sanak saudara serta mempererat tali kekeluargaan.

2. Apeman, Yogyakarta

Suasana pembagian kue apem di Yogyakarta. Foto: Agustinus Arif Wijayanto / Shutterstock.com

Tradisi Apeman rutin dilaksanakan tiap tahunnya oleh masyarakat Yogyakarta menjelang datangnya bulan suci Ramadan. Sebagai kota destinasi wisata kelas dunia, tradisi yang mulanya dilakukan sebagai ungkapan rasa terima kasih dan syukur kepada Yang Maha Kuasa ini juga digelar di Jalan Malioboro dan Jalan Sosrowijayan untuk menjadi daya tarik wisatawan.

Tradisi ini dilakukan dengan membuat ratusan kue apem secara tradisional oleh anggota keluarga Keraton Yogyakarta Hadiningrat, yang dimulai dari proses ngebluk jeladren atau membuat adonan, kemudian dilanjutkan dengan proses ngapem atau memasak apem. Tradisi Apeman dipimpin langsung oleh permaisuri sultan, dan diikuti bersama oleh para perempuan dari keluarga keraton lainnya.

3. Dugderan, Semarang

Arak-arakan Warak Ngendog dalam festival Dugderan. Foto: BanGhoL / Shutterstock.com

Tradisi Dugderan kini tidak hanya menjadi tradisi yang dilakukan oleh umat Muslim di Semarang menjelang bulan puasa saja, namun telah menjadi sebuah festival tahunan yang menjadi ciri khas kota Semarang. Festival ini pun dihadiri oleh berbagai lapisan masyarakat yang tinggal di kota Semarang dan dilakukan untuk merayakan keanekaragaman etnis, budaya, kuliner, dan seni yang ada di Semarang.

Istilah Dugderan berasal dari kata “dug” yang merupakan suara dari bedug dan deran yang berarti suara mercon, sebagaimana perayaan tersebut identik dengan arak-arakan yang diwarnai oleh suara bedug dan mercon. Tradisi yang telah bergulir di Semarang sejak tahun 1882 tersebut dimeriahkan dengan Karnaval Warak Ngendog yang merupakan simbol hewan menyerupai kambing dan berkepala naga. Karnaval yang berawal dari halaman Kantor Balai Kota sampai Masjid Agung Semarang tersebut nantinya akan dilanjutkan dengan pembacaan suhuf halaqah dan penabuhan bedug.

4. Pacu Jalur, Riau

Pelaksanaan Pacu Jalur di Sungai Batang Kuantan. Foto: Fadli Suandi / Shutterstock.com

Pacu Jalur merupakan salah satu tradisi unik yang digelar oleh masyarakat di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau menjelang bulan Ramadan dengan perayaan serupa pesta rakyat. Tradisi ini sendiri dilakukan dalam bentuk perlombaan mendayung perahu yang terbuat dari kayu pohon. Istilah Pacu Jalur sendiri datang dari kata Jalur yang berarti perahu dalam bahasa penduduk setempat.

Tradisi ini dilakukan tiap tahunnya di Sungai Batang Kuantan, yang telah digunakan sebagai jalur pelayaran sejak abad ke-17. Perlombaan yang selalu digelar dengan sangat meriah ini dipercaya sebagai puncak dari seluruh kegiatan, upaya, dan keringat yang dikerahkan oleh penduduk setempat dan dilakukan sebagai penghibur dari rutinitas sehari-sehari sebelum memasuki bulan Ramadan.

 

5. Balimau, Minangkabau

Tradisi Balimau diisi dengan ritual pembersihan diri dengan jeruk nipis di sungai. Foto: Fadli Suandi / Shutterstock.com

Balimau adalah tradisi unik yang telah diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat Minangkabau, yakni melakukan pemandian dengan jeruk nipis untuk membersihkan diri secara lahir batin sebelum memasuki bulan suci. Tradisi ini dilakukan satu atau dua hari sebelum memasuki bulan Ramadan dan dilaksanakan di kawasan yang dialiri oleh sungai ataupun memiliki tempat pemandian.

6. Nyadran, Jawa Tengah

Hidangan dalam tradisi Nyadran disajikan di atas daun pisang. Foto: Daviq Umar Al Faruq / Shutterstock.com

Nyadran merupakan tradisi yang penting bagi masyarakat Jawa Tengah. Pasalnya, tradisi ini dijadikan momentum untuk menghormati leluhur dan ungkapan rasa syukur pada Sang Pencipta. Tradisi yang dilakukan dengan serangkaian kegiatan, dari mulai membersihkan makam keluarga, membawa sadranan atau makanan hasil bumi, lalu makan bersama (kenduri) ini diadakan satu bulan sebelum dimulainya puasa. Nyadran kerap kali dilaksanakan oleh masyarakat Jawa Tengah yang berada di daerah Magelang, Temanggung, dan Kendal.

Yang unik dari tradisi ini adalah acara makan bersama (kenduri) yang dilakukan bersama-sama dengan hidangan hasil tani dan ternak warga, serta disajikan di atas daun pisang. Tradisi Nyadran dipercaya oleh masyarakat sebagai ritual pembersihan diri menjelang bulan suci, serta bentuk bakti kepada anggota keluarga yang telah meninggal dengan memanjatkan doa dan membersihkan makam.

7. Ziarah Kubro, Palembang

Keramaian tradisi Ziarah Kubro di Palembang. Foto: KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH

Tradisi Ziarah Kubro sudah menjadi agenda tahunan bagi masyarakat Muslim Palembang yang tinggal di sepanjang Sungai Musi, khususnya bagi komunitas Arab di sekitarnya. Tradisi yang diartikan sebagai ziarah kubur tersebut merupakan kegiatan mengunjungi makam para ulama dan pendiri Kesultanan Palembang Darussalam atau ‘waliyullah’ secara massal. Meski dilaksanakan secara massal, tradisi ini hanya dikhususkan bagi kaum laki-laki.

Kegiatan ziarah ini biasanya diisi dengan para peziarah yang mengenakan pakaian serba putih dan melakukan pawai menuju sejumlah titik ziarah di Palembang. Tradisi ini pun berlangsung selama 3 hari berturut-turut dan kerap kali diikuti oleh peziarah yang datang dari kota-kota lain, seperti Aceh, Jambi, Jakarta, dan kota-kota Jawa Timur. Momen ini juga digunakan sebagai waktu bagi peziarah untuk melakukan silaturahmi dengan sanak saudara dan sesama umat Muslim.

8. Padusan, Boyolali

Umbul Temanten merupakan sumber mata air yang kerap dijadikan sebagai tempat pelaksanaan Padusan di Boyolali. Foto: Najda Silvi / Shutterstock.com

Tradisi Padusan sudah ada di Boyolali sejak zaman Wali Songo dan telah dilakukan secara turun-temurun untuk membersihkan diri dalam menyambut datangnya bulan penuh berkah. Awalnya, tradisi ini dilakukan dengan mendekati sumber mata air yang dipercaya oleh warganya bisa mendatangkan berkat dan rejeki, lalu masyarakat akan membersihkan diri di mata air tersebut.

Perbedaan dari Padusan dengan tradisi-tradisi pemandian lainnya adalah Padusan harus dilakukan seorang diri, sehingga orang yang melakukannya dapat merenung dan merefleksikan kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan di masa lampau. Dengan ini, masyarakat Boyolali percaya dapat memasuki bulan Ramadan dengan niat yang lurus dan jiwa yang bersih.

9. Kirab Dandangan, Kudus

Pelaksanaan kirab di Kudus. Foto: Moh Rodlikhan / Shutterstock.com

Kirab Dandangan merupakan kirab (festival) yang dilakukan oleh masyarakat Kudus untuk menandai dimulainya ibadah puasa. Istilah dandangan atau dhandhangan diambil dari lantunan suara bedug masjid yang ditabuh ketika memasuki awal bulan Ramadan. Awalnya, tradisi ini dilakukan oleh para santri yang menunggu pengumuman puasa oleh Sunan Kudus di Masjid Menara Kudus. Kesempatan tersebut pun akhirnya dimanfaatkan oleh para pedagang untuk ikut berjualan di sekitar masjid, sehingga kini kirab pun dijadikan momen warga untuk berkumpul sebelum memasuki bulan puasa.

Selama kirab berlangsung, desa-desa yang ada di Kudus akan menampilkan kehebatan desa mereka dengan mengarak kerajinan yang mereka buat dari Jalan Kiai Telingsing menuju Masjid Menara Kudus. Puncak dari tradisi Kirab Dandangan adalah pementasan teatrikal sejarah perayaan Dandangan yang diisi oleh warga Kudus.

———————————————-

sumber : Wego