Halo, Pecinta Budaya!
Siapa, nih, yang suka banget nyaksiin upacara adat yang ada di lingkungan rumah atau saat berkunjung ke destinasi Pariwisata Indonesia? Beragam upacara adat suku-suku di Nusantara emang sayang banget kalo dilewatin. Selain unik dan menarik, upacara-upacara adat ini mengandung banyak nilai filosofis. Misalnya saja Upacara Pekiban.
Upacara Pekiban merupakan tradisi upacara adat pernikahan Suku Dayak Kenyah Lepo’ Tau. Fyi, Kenyah Lepo’ Tau adalah salah satu sub Suku Dayak yang tinggal di wilayah Kalimantan Utara. Upacara adat yang sejak tahun 2019 telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia ini masih dijaga hingga sekarang, loh.
Seperti upacara-upacara lainnya, Upacara Pekiban juga memiliki beberapa tahap. Upacara ini diawali dengan penjemputan calon mempelai perempuan oleh calon mempelai laki-laki dan rombongan Satria Pekiban. Oh ya, Gaes! Hingga akhir acara nanti, Satria Pekiban ini akan terus mendampingi, loh. Setelah proses penjemputan, kedua calon mempelai beserta rombongan akan menuju kampung kediaman calon mempelai laki-laki.
Uniknya, begitu akan memasuki kampung, calon mempelai perempuan harus menujukkan sikap enggan untuk melanjutkan langkah. Keengganan ini diartikan sebagai kekhawatiran calon mempelai perempuan terhadap penerimaan oleh keluarga, kerabat, dan lingkungan calon pasangannya.
Nah! Untuk menyingkirkan kekhawatiran ini, pihak laki-laki harus memberikan sua-fa atau sebilah parang. Sua-fa dalam Upacara Pekiban merupakan lambang untuk membersihkan jalan antara kedua mempelai dan seluruh keluarga, serta simbol untuk memotong akar, kayu penghalang, atau hambatan yang akan merusak hubungan kekerabatan antar keluarga yang telah terjalin dengan baik.
Setelah proses penyerahan sua-fa selesai, baru, deh, rombongan kembali meneruskan perjalanan untuk menuju tempat pelaksanaan upacara sakral. Selama perjalanan, masyarakat di kampung tersebut akan menyuguhkan tari-tarian sebagai bentuk kegembiraan dan penghormatan kepada tamu yang datang.
Eits! Tapi sebelum masuk ke rumah pekiban atau rumah calon mempelai laki-laki, calon mempelai perempuan lagi-lagi akan menghentikan langkah, Gaes. Ini sebagai simbol keengganan melanjutkan proses jika tidak ada kesungguhan dari pihak mempelai laki-laki. Nah! Untuk kembali menunjukkan kesungguhan, pihak calon mempelai laki-laki akan menyerahkan tawek atau gong kecil.
Setelah kedua mempelai tiba di tempat Pekiban, upacara dilanjutkan dengan duduknya kedua mempelai di atas tawek sambil menginjak satu sua-fa. Ada juga sua-fa lain yang harus dipegang bersama-sama. Prosesi ini sebagai lambang komitmen dalam ikatan perkawinan yang sah, Gaes.
Selain sua-fa dan tawek, ada beberapa perlengkapan lain yang harus tersedia dalam Upacara Pekiban. Semua perlengkapan ini punya simbol dan filosofis masing-masing, loh. Misalnya, tempayan yang merupakan simbol kesatuan hati.
Ada juga batu jala atau batu ampit yang menjadi perlambang ikatan hati yang abadi dan enggak terpisahkan. Lalu, terdapat tikar yang berarti bahwa dalam menyelesaikan permasalahan di rumah tangga nantinya, kedua mempelai akan mengutamakan duduk bersama atau musyawarah.

Oh ya, Gaes! Seluruh prosesi Upacara Pekiban dipimpin oleh tetua kampung yang memiliki peran khusus yaitu menjadi pengulo adat Pekiban. Pemimpin upacara ini juga akan melakukan pemotongan babi sebagai salah satu prosesi dalam upacara ini. Hati babi tersebut diyakini dapat digunakan untuk melihat masa depan serta rintangan yang akan dihadapi oleh kedua pasangan.
Selanjutnya, Upacara Pekiban pun diakhiri dengan siraman penyejuk oleh pemimpin upacara adat kepada mempelai dan tamu undangan yang hadir. Kemudian seperti acara adat pada umumnya, makan-makan tentu jadi pelengkap upacara, dong.
Gimana, Gaes? Upacara pernikahan yang satu ini unik banget, kan? Kalo termasuk salah satu yang penasaran dengan upacara ini, lo wajib punya rekan yang tinggal di destinasi Pariwisata Indonesia di Kalimantan Utara untuk ngedapetin info kapan Pekiban dilaksanakan, ya Gaes ya.
Pewarta: Anita Basudewi Simamora
COPYRIGHT © PI 2023
Leave a Reply