Halo, Gaes!
Bakar Batu! Apa yang lo pikirin saat mendengar kata tersebut? Yes! Tentu saja ini adalah kegiatan membakar batu dengan api. Eits! Tapi kegiatan ini bukan seperti bakar jagung atau bakar ikan. Nantinya, batu yang dibakar tidak untuk dikonsumsi, ya Gaes ya. Lalu untuk apa? Sini, gue spill!
Bakar Batu adalah salah satu tradisi memasak bersama-sama yang dilakukan oleh masyarakat di destinasi Pariwisata Indonesia di Papua Pegunungan, terutama di Lembah Baliem, Pegunungan Bintang, Jayawijaya, Pegunungan Tengah, Lanny Jaya, Tolikara, Yahukimo, serta Nduga.
Dilaksanakan di berbagai wilayah menjadikan tradisi ini memiliki banyak nama, Gaes. Masyarakat Wamena menyebut tradisi ini Kit Oba Isogoa, di Jayawijaya namanya Barapen, sedangkan di Lanny Jaya disebut Lago Lakwi.
Bakar Batu sudah ada sejak ratusan tahun lalu dan terus dipertahankan hingga zaman now, loh. Konon, tradisi ini pertama kali dilakukan oleh sepasang suami istri yang kebingungan mengolah hasil panen karena tidak memiliki panci maupun wajan. Akhirnya mereka pun menggunakan batu sebagai pengganti alat-alat masak tersebut. Tanpa diduga, hasil masakan tersebut sangat lezat. Maka cara ini pun terus dilakukan dan diwariskan turun temurun pada generasi selanjutnya.
Meskipun batu menjadi media pengganti untuk menghantarkan panas, penggunaannya tidak bisa disamakan dengan panci dan wajan, Gaes. Ada tahapan-tahapan tertentu untuk memasak dengan proses Bakar Batu ini.
Pertama, warga harus mengumpulkan batu-batu dengan ukuran besar yang kemudian ditumpuk di perapian untuk dibakar menggunakan kayu. Proses pembakaran ini dilakukan hingga kayu-kayu pembakaran tersebut benar-benar habis dan batu berubah menjadi merah membara karena panas.

Batu-batu panas tersebut lalu dimasukkan ke dalam lubang tanah yang sebelumnya udah digali, Gaes. Tapi sebelum meletakkan batu, bagian dasar tanah harus terlebih dahulu dilapisi dengan alang-alang dan daun pisang. Selain bagian bawah, bagian atas batu juga harus dilapisi dengan dedaunan yang sama. Kompor dan panci alami pun siap digunakan untuk memasak bahan makanan!
Eits! Peletakkan bahan makanan ini juga ada aturannya, ya Gaes ya. Yang pertama, bahan makanan yang terlebih dulu diletakkan adalah irisan daging karena bahan makanan yang satu ini membutuhkan panas dan waktu lebih banyak untuk proses pematangan. Untuk menjaga agar rasa tidak bercampur, di bagian atas daging kembali ditutup dengan daun pisang.
Di lapisan berikutnya, berbagai umbi-umbian seperti ubi jalar dan singkong bisa ditaruh bersama dengan berbagai sayuran, misalnya daun singkong, daun papaya, dan sebagainya. Setelah itu keseluruhan bahan makanan kembali ditutup dengan daun pisang, lalu dilanjutkan dengan tumpukan batu panas, daun pisang, dan alang-alang.
Biasanya dibutuhkan waktu antara 60 hingga 90 menit untuk mematangkan seluruh bahan makanan tersebut. Selanjutnya setelah matang, makanan pun siap dinikmati bersama di tengah lapangan.
Bakar Batu menjadi salah satu ajang silaturahmi dan tradisi yang mempererat hubungan persaudaraan masyarakat Papua Pegunungan. Tradisi memasak bersama ini biasanya diselenggarakan saat syukuran panen, perkawinan adat, menyambut kelahiran, penobatan kepala suku, hingga saat menjamu tamu-tamu penting, seperti bupati, walikota, gubernur, hingga presiden.
Di masa lalu, daging yang digunakan dalam tradisi Bakar Batu adalah daging babi. Tapi di zaman now, ayam, bebek, kambing, domba, hingga sapi bisa digunakan dalam tradisi ini. Makanya, Bakar Batu juga kerap diselenggarakan untuk menyambut Bulan Ramadhan.
Nah! Kalo momen liburan lo ke destinasi Pariwisata Indonesia di Papua Pegunungan bertepatan dengan penyelenggaraan tradisi Bakar Batu, sempatkan untuk mampir dan mencicipi kelezatan makanan yang dimasak dengan panci alami ini, ya Gaes ya.
Pewarta: Anita Basudewi Simamora
COPYRIGHT © PI 2023
Leave a Reply