Bayar Janji Dengan Ketupat

Proses penarikan ujung ketupat dilakukan oleh si pemilik nazar dan orang yang dinazarkan. Selain kedua pihak tadi, ada juga Kembang Topeng yang ikut menyaksikan. (Foto : kemdikbud)

Halo, Gaes!

Ketupat lepas. Eits! Kali ini gue bukan nge-spill kuliner khas Nusantara, loh. Tapi salah satu tradisi dari destinasi Pariwisata Indonesia di Jakarta, tepatnya milik masyarakat Suku Betawi.

Enggak seperti tradisi Palang Pintu, Ketupat Lepas emang udah jarang dilaksanakan, Gaes. Makanya enggak heran kalo banyak yang enggak mengenal tradisi ini. Bahkan, masyarakat Suku Betawi pun jarang yang mengetahui tradisi yang satu ini.

Tidak ada catatan pasti kapan tradisi Ketupat Lepas pertama kali diselenggarakan. Tapi, tradisi ini diyakini sudah ada sejak berabad-abad silam.

Ketupat Lepas merupakan wujud cinta dan kasih sayang orang tua terhadap anak keturunan mereka, Gaes. Dikisahkan bahwa masyarakat pada saat itu masih kesulitan untuk mengakses fasilitas kesehatan. Sehingga orang-orang tua yang memiliki anak atau cucu yang sakit terus menerus dan tak kunjung sembuh akan menjatuhkan nazar atau ikrar.

Bisa dibilang, nazar adalah timbal balik dari doa yang dipanjatkan. Biasanya nazar yang diucapkan berupa janji untuk mengadakan atau mengundang pertunjukan Topeng Betawi. Pemilihan pertunjukan Topeng Betawi sebagai nazar bukan tanpa sebab, loh. Masyarakat Betawi kala itu meyakini bahwa topeng memiliki kekuatan magis yang dapat menyembuhkan sakit serta menolak bala, petaka, dan sebagainya.

Nazar ini wajib dilaksanakan ketika doa yang dipanjatkan terkabul. Masyarakat Betawi percaya jika nazar tidak dilaksanakan, maka penyakit atau kemalangan yang sama akan terulang kembali pada anak tersebut.

Seluruh rangkaian ritual ini dilaksanakan di depan penonton yang akan menjadi saksi bahwa nazar tersebut sudah ditunaikan. (Foto : kemdikbud)

Seperti namanya, dalam pelaksanaan Ketupat Lepas tentu diperlukan perlengkapan utama berupa ketupat. Tapi, ketupat yang disiapkan berbeda dengan ketupat lebaran, loh. Meski sama-sama terbuat dari dua helai janur atau daun kelapa, jalinan ketupat yang satu ini bisa terlepas jika keempat ujungnya di tarik.

Sebelum ditarik, ketupat diletakkan di atas nampan yang berisi beras kuning dan uang logam. Nantinya, setelah ikatan ketupat terlepas, beras dan uang akan dilemparkan ke arah penonton yang sudah siap untuk berebut mendapatkannya.

Proses penarikan ujung ketupat dilakukan oleh si pemilik nazar dan orang yang dinazarkan. Selain kedua pihak tadi, ada juga Kembang Topeng yang ikut menyaksikan. Pada masa itu, masyarakat Suku Betawi meyakini bahwa Sang Kembang Topeng memiliki kekuatan supranatural yang akan menjauhkan kemalangan.

Pelepasan ikatan ketupat ini dipimpin oleh ketua upacara yang didahului dengan pembacaan mantra dan doa. Enggak ada rumusan baku untuk mantra dan doa yang diucapkan, Gaes. Semua tergantung dari ketua upacara, latar belakang pelaksanaan tradisi Ketupat Lepas, serta pihak yang bernazar dan dinazarkan.

Seluruh rangkaian ritual ini dilaksanakan di depan penonton yang akan menjadi saksi bahwa nazar tersebut sudah ditunaikan. Setelah ritual Ketupat Lepas dilakukan, acara pun dilanjutkan dengan pertunjukan Topeng hingga semalam suntuk.

Di masa sekarang, ketika akses kesehatan sudah sangat terjangkau, tradisi Ketupat Lepas mulai ditinggalkan, Gaes. Hanya beberapa orang saja yang masih melaksanakannya. Tapi bukan dengan alasan kesehatan, melainkan nazar untuk acara khitanan atau pernikahan anak keturunan mereka.

Pertunjukan yang digelar pun tidak terbatas pada kesenian Topeng. Malah ada yang mengundang Lenong hingga kesenian dangdut. Waktu pelaksanaannya pun dibatasi agar tidak mengganggu ketenangan warga sekitar.

Meskipun sudah banyak mengalami tranformasi, kita harus tetap mengapresiasi usaha masyarakat untuk melestarikan tradisi Ketupat Lepas dengan berbagai adaptasi sesuai perkembangan zaman. Selain itu, tradisi yang sejak tahun 2019 sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia ini juga bisa menjadi salah satu daya tarik Pariwisata Indonesia, loh.

Yuk, terus lestarikan tradisi dan kebudayaan Indonesia!

Pewarta:  Anita Basudewi Simamora
COPYRIGHT © PI 2023