Pariwisata Indonesia, Pacu Kude, Semarak Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, Pariwisata Aceh, Media PVK Grup, Trippers, Situs Pariwisata Indonesia, Media Pariwisata Indonesia, Kuda Beker, Usia Para joki Pacu Kude usianya antara 10 sampai 16 tahun, Pacu Kude di Zaman Penjajahan Belanda, Pacu Kude di Zaman Penjajahan Jepang, Pariwisata Nusantara, Culture Indonesia
Ilustrasi gambar: Pacu Kude

Pacu Kude Tradisional Gayo di Bumi Serambi Mekkah

Melintasi Pacuan, Melintasi Zaman

Melintasi Pacuan, Melintasi Zaman

Halo Rakyat Indonesia, Merdeka! Merdeka! Merdeka!

Pekik ‘merdeka’ begitu sering diucapkan pemuda Indonesia semenjak Republik ini lahir melalui Proklamasi 17 Agustus 1945.

Malah jauh sebelum itu, pekik ‘merdeka’ menggema seolah jadi suntikan penyemangat tersendiri bagi semua generasi negeri kita yang bersatu padu dalam semangat yang sama mengusir penjajah di bumi nusantara ini.

Dalam rangka memeriahkan hari ulang tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia ke-77, yang waktunya tinggal menghitung hari dan selalu disambut gegap gempita oleh seluruh rakyat Indonesia. Ada upacara, selamatan, sampai aneka lomba lainnya yang sudah mendtradisi digelar setiap bulan Agustus.

Gimana kalo gue ngajak lu terbang ke Bumi Serambi Mekkah. Yuk, kita ‘kemon’ untuk mengenal lebih dekat beragam tradisi masyarakat Aceh, salah satunya lomba Pacu Kude.

Kalo dari namanya, pasti lo bisa dengan mudah menebaknya, ini tentu lomba pacuan kuda.

Eits, tapi ini bukan sembarang pacuan kuda yang digelar di Tanah Rencong. Karena balapan tersebut tidak hanya melewati lintasan pacu, tapi juga lintasan zaman, loh.

Di zaman dulu banget, kuda tak cuma menjadi hewan yang memiliki peran penting sebagai moda transportasi bagi masyarakat Aceh Gayo. Terbukti sejak tahun 1850, kuda-kuda ini juga dihadirkan dalam lomba pacu yang dilangsungkan setelah panen padi.

Di masa itu, para juara Pacu Kude tidak mendapat hadiah trofi atau uang, melainkan berupa ‘Gah’ alias nama besar. Keren kan, Gaes!

Bahkan saat Belanda masih menjajah Indonesia, Pacu Kude pernah pula dijadikan sebagai event dalam memperingati hari ulang tahun Ratu Belanda, Wihelmina, loh.

Konon katanya nih, pemenang Pacu Kude kala itu mendapat hadiah jam beker atau weker, yang akhirnya berkembang hingga sekarang, di mana kuda yang jadi juara juga disebut dengan kuda beker.

Di zaman Jepang, Pacu Kude ini tidak diadakan karena semua kuda diambil oleh pihak Jepang untuk dijadikan sebagai alat transportasi.

Baru setelah kemerdekaan Indonesia atau tepatnya di tahun 1950, Pacu Kude kembali diadakan dan berlanjut menjadi event untuk menyemarakkan Hari Kemerdekaan Indonesia.

Ada hal unik dari Pacu Kude yang membedakan dengan balapan kuda lainnya. Seluruh joki di Pacu Kude mengendarai kuda tanpa menggunakan pelana, loh. Jadi bisa kebayang dong, bagaimana mahir dan terlatihnya para joki Pacu Kude itu?

Yang lebih gokil lagi, para joki ini masih berusia 10 hingga 16 tahun. Ini, sih, benar-benar pemuda-pemuda kuat harapan bangsa. Ya enggak, Gaes?

Karena keunikannya tersebut, Pemerintah menetapkan Pacu Kude sebagai warisan budaya tak benda Indonesia yang masih tetap lestari sampai sekarang. Pacuan kuda itu diselenggarakan 2 (dua) kali setiap tahun, yaitu bulan Februari memperingati HUT Kota Takengon dan bulan Agustus memperingati HUT RI.

So, kalo lo sedang liburan di Aceh pada bulan-bulan itu, jangan lewatkan nonton Pacu Kude, ya! (Anita)

Pewarta: Anita Basudewi Simamora
COPYRIGHT © PI 2022