Tradisi Arak Bako

Restu Keluarga untuk Si Anak Pisang
Foto: infopublik.id

PariwisataIndonesia.id – Sobat Pariwisata, bagi sebagian orang pernikahan adalah salah satu momen penting dalam kehidupan. Maka tidak heran, banyak budaya dan tradisi yang ikut melengkapi rangkaian acara sakral ini. Seperti juga yang berlaku di Minangkabau, khususnya masyarakat Solok, Sumatra Barat. Dalam rangkaian  acara pernikahan, masyarakat Solok melangsungkan satu tradisi yang disebut Arak Bako.

Pariwisata Indonesia
Foto: travelerbase.com

Arak Bako berasal dari kata arak dan bako. Arak berarti bawa sedangkan bako merupakan saudara perempuan dari pihak ayah, keluarga garis ibu dari pihak ayah. Saat anak daro (pengantin perempuan) akan melangsungkan pernikahan, pihak bako akan melakukan Arak Bako, yaitu tradisi iring-iringan anak daro. Bagi pihak bako, anak daro yang akan menikah disebut sebagai anak pisang. Tradisi ini merupakan wujud syukur dan kebahagian para bako atas pernikahan anak pisang mereka. Melalui tradisi ini, mereka juga mengabarkan kepada masyarakat bahwa anak pisang mereka akan menikah.

Tradisi Arak Bako dimulai dengan penjemputan anak daro oleh pihak bako menuju rumah induak bako. Bako juga mengundang anggota kerabat hingga tetangga untuk menghadiri acara tersebut. Kemudian, anak daro beserta pihak bako dan tamu undangan akan melakukan iring-iringan atau pawai dari rumah induak bako terdekat (kakak atau adik perempuan ayah) menuju rumah orang tua anak daro.

Pariwisata Indonesia
Foto: kebudayaan.kemdikbud.go.id

Arak Bako biasanya dihadiri puluhan hingga ratusan orang. Semakin banyak peserta dan semakin meriah pesta, menandakan semakin terpandang status sosial pihak bako dalam masyarakat. Para peserta Arak Bako berbaris dan berjalan bersama sambil membawa ketiding (bakul) hitam yang berisi barang-barang, seperti kado atau beras. Mereka juga mengenakan baju khas perempuan Solok, yaitu baju kurung basiba, kain sarung bugis, dan salondang (selendang).

Posisi dalam barisan ini diatur sedemikian rupa. Dari barisan paling depan berjajar anak daro, tuo arak bako (perempuan yang paling dihormati di pihak bako), keluarga dekat, hingga tetangga atau keluarga yang hubungan kekerabatannya jauh. Semakin di belakang, menandakan semakin jauh hubungan kekerabatan dengan anak daro. Di beberapa keluarga, anak daro terkadang didampingi juga oleh marapulai (pengantin laki-laki). Ada atau tidaknya marapulai tergantung dari kesepakatan kedua pihak.

Akan tetapi, tidak seluruh peserta arak-arakan memulai titik awal di rumah induak bako. Sebagian undangan ada yang menunggu di depan rumah masing-masing. Ketika rombongan Arak Bako melintas, mereka langsung masuk ke barisan.

Saat rombongan iring-iringan tiba di rumah anak daro, seorang panjawek baban (penerima beban) yang telah siap di halaman, akan menerima hadiah yang dibawa. Isinya akan dikeluarkan dari ketiding dan diganti dengan bingkisan berupa nasi, gulai nangka, dan nasi lamak sebagai imbalan dan ungkapan rasa terima kasih.

Selanjutnya, rombongan Arak Bako akan dijamu oleh tuan rumah dan menyantap hidangan bersama-sama. Usai jamuan, pihak bako akan menyerahkan anak daro pada orang tuanya, kemudian meninggalkan tempat, yang menandakan bahwa proses Arak Bako berakhir. Proses ini sekaligus sebagai pertanda bahwa pihak bako telah memberi restu atas pernikahan anak pisang mereka.

Sobat Pariwisata, Di masa sekarang, Arak Bako mengalami berbagai perkembangan dan dilakukan dengan lebih luwes. Rombongan Arak Bako tidak hanya menempuh perjalanan dengan berjalan kaki. Jika jarak yang ditempuh jauh, rombongan bisa memanfaatkan delman atau mobil. Selanjutnya, rombongan akan berhenti sekitar 1 kilometer sebelum rumah orang tua anak daro untuk mulai berjalan kaki.

Pada tahun 2019, Arak Bako ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda dari Provinsi Sumatra Barat.(Nita)