Upiya Karanji

Kopiah Favorit Sultan Eyato, Gus Dur, hingga Sandiaga Uno
Kopiah yang berbahan dasar tanaman Paku Hata ini emang dibuat dengan cara dianyam sehingga memiliki bentuk seperti keranjang. (Foto : mongabay)

Halo, Gaes!

Kalo lagi berkunjung ke destinasi Pariwisata Indonesia di Gorontalo, lo bakal disuguhkan dengan satu pemandangan unik, yaitu Aparatur Sipil Negara pria yang menggunakan kopiah atau songkok. Betul! Kopiah khas Gorontalo ini emang jadi salah satu atribut wajib bagi para ASN pria, sementara yang wanita menggunakan jilbab dengan sulaman Karawo.

Upiya Karanji, itulah nama songkok ini, Gaes. Seperti penutup kepala lainnya, Upiya Karanji emang memiliki fungsi sebagai pelindung dari sengatan matahari dan debu. Tapi belakangan ini, kopiah yang berasal dari belukar ini jadi simbol identitas bagi warga Gorontalo, loh.

Dalam Bahasa Gorontalo, upiya berarti kopiah, sementara karanji adalah keranjang. Yup! Kopiah yang berbahan dasar tanaman Paku Hata ini emang dibuat dengan cara dianyam sehingga memiliki bentuk seperti keranjang. Lubang-lubang di antara anyaman tersebut membuat sirkulasi udara lancar sehingga penggunanya merasa nyaman, sejuk, dan tidak kepanasan meski menggunakan kopiah ini seharian, Gaes.

Paku Hata (Lygodium circinnatum) atau yang disebut masyarakat setempat sebagai pohon mintu adalah tumbuhan sejenis rotan. Tanaman yang banyak ditemukan di hutan ini hidup dengan menumpang pada pohon lain agar bisa merambat ke atas untuk mendapatkan cukup sinar matahari, Gaes.

Selain bahan dasar yang unik, pola dan motif Upiya Karanji juga punya ciri khas tersendiri, Gaes (Foto : Songkokgusdur)

Untuk membuat Upiya Karanji, dibutuhkan batang mintu yang sudah tua dengan panjang sekitar 60 hingga 100 cm. Batang itu kemudian dibersihkan dari daun-daunnya dan di belah menjadi tiga bagian agar lebih pipih. Setelah itu, batang pipih ini pun dijemur hingga kadar airnya menghilang.

Tahap selanjutnya adalah meraut batang-batang pipih mintu tersebut. Ada dua jenis rautan yang biasanya digunakan, yaitu pisau untuk meraut kasar dan penutup kaleng yang sudah dilubangi untuk meraut halus. Lubang-lubang pada kaleng ini dimaksudkan untuk membuat ukuran yang sama besar, Gaes.

Setelah selesai diraut, batang mintu pun siap dianyam dengan rangka dari batang rotan agar lebih kokoh. Untuk kopiah biasa, pengrajin bisa menyelesaikannnya dalam waktu satu hari, loh. Tapi untuk kopiah dengan anyaman yang lebih padat dan kualitas lebih baik, pengrajin membutuhkan waktu hingga satu minggu.

Selain bahan dasar yang unik, pola dan motif Upiya Karanji juga punya ciri khas tersendiri, Gaes. Selain pola geometrik, ada juga kopiah yang dianyam dengan huruf yang membentuk suatu kata. Sst! Lo juga boleh request untuk dianyamkan kata tertentu, loh!

Lo bisa membeli kopiah ini dengan harga mulai dari 100 hingga 300 ribuan. Perbedaan harga tergantung dari kualitas dan tingkat kerumitan anyaman, ya Gaes ya.

Fyi, Upiya Karanji diyakini sudah ada sejak abad ke-17 Masehi. Konon, kopiah ini sering dipakai oleh Sultan Eyato yang merupakan raja dari Kesultanan Gorontalo. Selain menjadi raja, Sultan Eyato juga berperan dalam Islamisasi di wilayah Gorontalo, Gaes.

Di masa lalu, Upiya Karanji cuma digunakan oleh para kaum tua, loh. Bahkan dengan masifnya pengaruh kebudayaan luar, di abad ke-20 keberadaan kopiah ini sempat mulai langka, Gaes.

Kopiah ini mulai eksis lagi setelah presiden ke-4 RI yaitu Gus Dur datang ke Gorontalo dalam kunjungan pribadi dan menerima hadiah berupa Upiya Karanji dari salah satu ulama Gorontalo. Karena menyukai kopiah ini, melalui utusan istana Gus Dur pun kembali memesan Upiya Karanji langsung dari Gorontalo.

Sejak itu, Upiya Karanji juga dikenal dengan nama Peci Gus Dur. Penggunaannya pun mulai meluas di kalangan pesantren dan para santri. Eits! Bukan cuma Gus Dur, loh. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno pun sering menggunakan kopiah ini.

Pelestarian Upiya Karanji juga didukung penuh oleh Pemerintah Gorontalo, Gaes. Di tahun 2018, Gubernur Gorontalo yaitu Rusli Habibie memberikan arahan agar seluruh ASN pria menggunakan Peci Gus Dur ini sebagai pelengkap seragam.

Oh ya, Gaes, di tahun 2019, Upiya Karanji juga sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia, loh. Kalo berkunjung ke destinasi Pariwisata Indonesia di Gorontalo, jangan lupa membeli Peci Gus Dur ini, ya Gaes ya.

Pewarta:  Anita Basudewi Simamora
COPYRIGHT © PI 2023