Halo, Pecinta Wisata Kuliner!
Kata Om Joko Pinurbo, Jogja terbuat dari rindu, pulang, dan angkringan. Syair ini emang related banget, Gaes. Tapi selain tiga hal tadi ada satu lagi yang enggak bisa dipisahkan dari Jogja, yaitu gudeg.
Selain jadi salah satu destinasi Pariwisata Indonesia yang populer, Jogjakarta emang terkenal sebagai Kota Gudeg. Rasanya kurang lengkap kalo berkunjung ke kota ini tanpa mencicipi atau membawa gudeg sebagai oleh-oleh, Gaes.
Kuliner tradisional ini sering dikaitkan dengan berdirinya Kerajaan Mataram Islam. Dikisahkan pada abad ke-16, raja pertama Mataram Islam yaitu Panembahan Senopati, Kyai Ageng Pamanahan, dan tokoh lainnya membuka Alas (hutan) Mentaok untuk mendirikan istana. Di hutan itu, para pekerja dan prajurit menebang pepohonan yang kebanyakan adalah pohon nangka, melinjo, dan kelapa.
Banyaknya nangka muda dan kelapa yang dihasilkan dari menebang pohon bikin prajurit berinisiatif untuk memasaknya. Soalnya, nangka muda emang kurang lezat kalo dinikmati begitu aja, Gaes. Nah! Kuliner yang dihasilkan inilah yang kemudian dinamakan gudeg.

Gudeg pun mulai dikenal dan dikonsumsi oleh masyarakat di Kerajaan Mataram. Bahkan kuliner yang sejak tahun 2015 telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia ini, kerap dihidangkan untuk para tamu Kerajaan Mataram Islam di masa itu.
Btw, nama gudeg diambil dari dari proses memasak kuliner ini, Gaes. Nangka muda yang dicampur santan dan berbagai rempah seperti bawang putih, bawang merah, kemiri, biji ketumbar, lengkuas, daun salam, dan daun jati, dimasak dengan api kecil hingga nangka lunak dan bumbu meresap.
Agar enggak gosong, adonan ini harus diaduk terus menerus diaduk. Proses mengaduk yang dalam Bahasa Jawa adalah hangundeuk, konon menjadi asal muasal nama hidangan yang satu ini. Cara memasak gudeg yang penuh ketelitian, kesabaran, ketenangan, tidak sembrono, serta tidak terburu-buru disebut-sebut menjadi cerminan dari nilai hidup masyarakat Jawa, loh.
Hidangan yang memiliki cita rasa asin, gurih, dan manis ini biasa dimakan dengan nasi putih. Sebagai pelengkap, gudeg juga sering disajikan bersama ayam kampung, tahu atau tempe bacem, telur, serta krecek. Terkadang, kuliner ini juga dihidangkan bersama jeroan dan ceker.
Di masa lalu, gudeg umumnya memiliki kandungan air yang banyak atau sering disebut gudeg basah. Tapi gudeg jenis ini enggak bisa bertahan lama dan enggak bisa dibawa untuk perjalanan jauh, Gaes. Maka seiring perkembangan zaman dan kebutuhan, gudeg juga mengalami berbagai inovasi.
Contohnya adalah gudeg kering yang dimasak hingga kuahnya mengering. Gudeg yang satu ini emang butuh waktu pengolahan yang lebih lama, tapi masa simpannya juga lebih panjang. Gudeg kering bisa bertahan hingga 24 jam bahkan lebih, jika dimasukkan ke dalam lemari pendingin.
Nah! Untuk lo yang mencari gudeg dengan masa simpan lebih lama lagi, gudeg kalengan bisa menjadi pilihan. Gudeg yang satu ini bisa bertahan hingga satu tahun, loh!
Lo emang bisa menemukan pedagang gudeg hampir di setiap sudut Kota Jogjakarta. Tapi salah satu yang cukup populer adalah Gudeg Yu Djum yang berlokasi di Jalan Wijilam No.167, Panembahan, Kecamatan Kraton, Kota Jogjakarta. Karena lezatnya, Gudeg Yu Djum yang sudah berdiri sejak tahun 1950 sering jadi incaran para wisatawan asing maupun lokal.
So, saat berkunjung ke destinasi Pariwisata Indonesia di Yogyakarta, jangan lupa mampir dan mencicipi kuliner yang satu ini, ya Gaes ya.
Pewarta: Anita Basudewi Simamora
COPYRIGHT © PI 2023
Leave a Reply