Pariwisata Indonesia

Profil: Lismawati Kohar Abdullah, Pengusaha Mebel Berhati Mulia

“Saya terus berpikir, apa yang bisa saya lakukan agar para pegawai bisa kembali memiliki penghasilan.” kata Lismawati Kohar Abdullah saat mengawali wawancara.

Kalimat itulah yang terlontar dari Lismawati Kohar Abdullah atau akrab disapa Lisa, saat PariwisataIndonesia.id berkesempatan mewawancarainya.

Di tengah wabah Covid-19 yang terus menghantam negeri ini, wanita kelahiran 25 Juni 1978, masih memikirkan nasib para pegawainya. Bagaimana tidak?

“Seratus lebih pegawai saya, namun dengan berat hati, terpaksa di rumahkan karena efek pandemi,” terangnya.

Tak hanya itu, produksi mebelnya kini banyak terhenti karena canceling konsumen.

Pariwisata Indonesia

Lisa adalah salah satu dari sedikit perempuan Indonesia yang juga kiprahnya merupakan salah satu pengusaha mebel di Tanah Air dan produknya banyak di ekspor ke mancanegara.

Berkat didikan (Alm) Kohar Abdullah, sang ayah, Lisa mampu membawa PT. ToBe Utama Indonesia, menjadi salah satu perusahaan kayu dan furnitur yang penjualannya merambah hingga ke berbagai belahan dunia. Sebut saja India, Belgia, Dubai, Jerman, Australia, Inggris, bahkan Amerika telah menjadi konsumen rutinnya. Tidak tanggung-tanggung, nilai ekspornya digadang-gadang, katanya, bisa mencapai milyaran per minggu.

Saat ditanyakan pasar domestiknya, “bisa melihat hasil karya saya di Kedubes Amerika, Sekolah International Singapore, hingga gedung Kementerian Agama di bilangan Fatmawati,” katanya.

Lisa berdarah Betawi dan sangat fokus pada bisnisnya. Hal ini dapat terlihat dari profil pegawai yang dipekerjakan tak main-main.

“Produksi furniture saya adalah dari sentuhan tangan dingin pengrajin asal Bogor, Blora, Jepara, hingga Bali,” ucapnya.

Ibarat berlian yang mesti ditempa dan melalui proses panjang hingga menjadi perhiasan memukau,

Wawancara berikutnya mencermati masa lalu, anak keempat dari lima bersaudara ini tak ujuk-ujuk sukses seperti sekarang tapi melalui perjalanan panjang yang terkadang berliku dan terjal.

“Saya dulu pernah menjadi marketing asuransi hingga properti. Dalam perjalanan usaha sendiri, tak sedikit dikhianati rekan bisnis. Semua pengalaman tersebut membuat saya tegar, kuat, dan tangguh,’ ucapnya.

Kepada PariwisataIndonesia.id, Lisa mengatakan yang mendorong dirinya terjun ke dunia perkayuan dan bisnis furnitur, justru dari mimpi, “seperti wangsit gitulah,” terangnya.

Diceritakannya, pada suatu malam, Lisa bermimpi. Tidak tanggung-tanggung, Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo menjadi tokoh dalam mimpi tersebut.

“Lisa harus terjun ke dunia mebel. Itulah pesan yang disampaikan Presiden Jokowi dalam mimpi saya,” ujarnya.

Tak ingin menyia-nyiakan firasat dalam mimpinya itu, berbekal kayu dari Perhutani, pengetahuan dari sang guru seni, serta dukungan dari B.L. Harbert International LLC, cucu buyut dari mantan Tentara Nasional Indonesia menekuni bisnis tersebut.

Untuk diketahui, karya Lisa sudah mendapat pengakuan dari Kedutaan Besar Negara Superpower. Atas prestasinya ini, ia berharap melalui bisnisnya dapat mengeratkan hubungan bilateral Indonesia.

Pariwisata Indonesia

Dia pun merasa bangga memiliki usaha mebel seperti yang pernah digeluti Presiden Jokowi. Saat ditemui di ruang kerjanya, perawakan Lisa tampak dalam bersahaja.

Meski belasan tahun akrab dengan kehidupan serba mewah, ia tak menghilangkan karakternya yang terbiasa hidup sederhana. Berbusana secukupnya, dan menyukai berlibur di hutan dan kebun, hingga tidur di atas tanah jadi gambaran kebiasaan hari-harinya dari putri (alm) Aminah ini.

Kini, meskipun sukses sebagai pebisnis mebel, status sosial di lingkungan tempat tinggalnya tetap menyatu dan selalu bersosialisasi dengan sesama.

Istri dari Daniel Uttendorfer menyebut, ingin meneruskan nilai-nilai kemanusiaan yang telah menjadi tradisi dalam keluarga besarnya, yakni Haji Rean.

Alih-alih memperjualbelikan tanah warisan, keluarga justru mewakafkannya untuk masjid, area pemakaman, bahkan jalan umum. “Pemikiran orang tua saya dulu tentu jarang ditemui di masa sekarang ini,” akunya.

Darah sosial tersebut, kini mengalir kental dalam diri Lisa. Di masa pandemi seperti sekarang, hati kecilnya terpanggil. Kala itu, cerita dia, di saat orang-orang berpikir pada kehidupan serba kecukupan dan memperkaya diri sendiri, lulusan Goethe Institute Jakarta itu, malah justru menyambangi orang-orang yang tidak tersentuh bantuan.

Mereka didatanginya dari pintu ke pintu, diserahkan sendiri paket bantuan yang disisihkan dari keuntungan perusahaan.

“Bukan hanya di sekitar rumah saya, loh, kegiatan sosial ini bahkan dilakukan hingga ke pelosok-pelosok di wilayah Bogor,” bebernya.

Hari ini, otak jeniusnya seolah-olah tak lelah berpikir.

Menutup wawancara, Lisa lebih ingin ke depannya akan menyediakan banyak ‘kail’ bagi masyarakat yang terdampak COVID-19 agar kembali memperoleh penghasilan.

“Saya harus mencari cara agar mereka bisa kembali bekerja,” tutupnya.

Semoga tekad dan semangat Lisa segera menjadi nyata, ya! (eh)