Selain kaya akan keindahan alam dan budaya, Indonesia juga kaya akan kerajinan tangan seperti kain motif. Ada Batik di Pulau Jawa, Tenun Ikat di Nusa Tenggara, Songket di Pulau Sumatera, dan sebagainya. Ternyata, Gorontalo pun memiliki kain motif yang unik dan indah bernama Karawo.
Karawo berasal dari Bahasa Gorontalo yang berarti sulaman dengan tangan. Kerajinan menyulam ini dilakukan pada bagian serat kosong kain yang sebelumnya telah diiris dan dicabut. Pembuatan kain ini dikenal dengan nama makarawo.
Karawo diyakini telah ada sejak tahun 1600an. Pada masa itu, Karawo dijadikan pengisi waktu luang terutama bagi para perempuan yang tinggal di pedesaan. Pembuatan kain Karawo yang menyita banyak waktu, membuat kegiatan ini sekaligus menjaga para anak gadis dari kegiatan berkeliyaraan di luar rumah. Seiring perkembangan zaman, Karawo pun menjadi barang komoditas dan mulai diperjualbelikan. Awalnya dengan sistem barter, lalu lama-kelamaan menggunakan mata uang.
Ketika Pemerintah Kolonial Belanda datang ke Gorotalo, kegiatan makarawo menjadi salah satu yang dilarang. Pihak Belanda khawatir kegiatan yang kental akan nilai budaya akan membangkitkan semangat perjuangan rakyat. Kain Karawo pun hanya bisa diproduksi dengan diam-diam. Hal itu terus berlangsung bahkan hingga masa kemerdekaan.
Di tahun 1960, kain Karawo mulai keluar dari ‘persembunyiannya’. Kain cantik ini pun semakin menarik minat banyak orang. Selain sebagai barang komoditas, Karawo pun menjadi identitas budaya dan kebanggaan masyarakat Gorontalo.
Pembuatan kain Karawo tergolong rumit dan memakan waktu. Untuk membuat satu motif kain Karawo dibutuhkan setidaknya satu minggu hingga satu bulan pengerjaan. Selain itu, kain ini hanya bisa dikerjakan secara manual.
Sebelum membuat Karawo, para pengrajin harus memilih jenis kain yang cocok. Adapun kain yang cocok untuk kerajinan ini adalah kain yang memiliki serat vertikal dan horizontal serat, seperti kain linen, katun, sutra, dan bahan sejenis lainnya. Untuk membuat satu motif Karawo dibutuhkan setidaknya tiga orang pengrajin.
Pengrajin pertama bertugas untuk membuat desain motif Karawo. Pengrajin bisa membuat kreasi motif baru ataupun mencontek motif yang pernah dibuat. Motif kain Karawo terbagi menjadi empat, yaitu motif flora, motif fauna, motif geometri, dan motif alam. Motif-motif tersebut melahirkan kreasi motif tunggal dan motif kombinasi (perpaduan beberapa motif tunggal).
Pengrajin kedua bertugas untuk menghitung, mengiris, mencabut, dan mengurai serat kain agar tercipta ruang kosong untuk menyulam, sesuai motif yang telah ditentukan. Tahap ini merupakan bagian tersulit. Dibutuhkan kesabaran, ketelitian, dan ketajaman untuk melakukan pekerjaan ini. Kesalahan penghitungan maupun pengirisan akan membuat pembuatan kain Karawo gagal. Semakin halus serat kain, semakin rumit pula pengerjaannya.
Pengrajin ketiga bertugas untuk mengisi serat-serta kosong dengan sulaman berdasarkan motif yang telah dibuat. Pekerjaan menyulam ini dilakukan dengan menyusuri arah jalur benang. Sulaman tersebut bisa menggunakan benang warna-warni ataupun benang emas. Semakin padat sulaman yang dibuat, semakin mahal pula harga kain Karawo tersebut.
Berdasarkan teknik pembuatannya, kain Karawo terbagi menjadi dua jenis. Pertama adalah Karawo Manila, yaitu Karawo yang dibuat dengan teknik mengisi benang sulam berulang kali. Kedua adalah Karawo Ikat, yaitu Karawo yang dibuat dengan cara mengikat bagian-bagian yang telah diiris dan dicabut mengikuti motif yang telah dibuat. Karena kerumitannya, kain Karawo Ikat biasanya memiliki harga yang lebih tinggi.
Keberadaan kain Karawo sempat hampir punah, terutama karena jumlah pengrajin Karawo makin sedikit. Maka pemerintah melakukan berbagai upaya, salah satunya dengan mengadakan Festival Karawo setiap akhir tahun. Sejak tahun 2014, Karawo telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda dari Gorontalo.
Keindahan motif, keunikan bentuk, kerumitan pembuatan, serta lamanya cara pengerjaan merupakan akumulasi yang menghasilkan sebuah kain Karawo yang indah. Maka tidak mengherankan jika kain ini dihargai tinggi. Satu lembar kain Karawo bisa dihargai ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Meskipun begitu, peminat kain ini cukup banyak baik dari dalam maupun luar negeri. Sobat Pariwisata! Yuk, jaga dan lestarikan kekayaan ini.(Nita)
Leave a Reply