Rumah menjadi salah satu bagian penting dalam kehidupan manusia. Secara naluri, manusia telah membuat tempat tinggal atau rumah untuk melindungi diri serta sebagai tempat beristirahat. Meskipun pada masa lalu rumah masih dibangun dengan sangat sederhana, tapi dalam perkembangannya rumah terus mengalami modifikasi sesuai fungsi dan perkembangan zaman.
Provinsi Kalimantan Selatan sendiri memiliki beragam rumah tradisional. Rumah-rumah ini memiliki fungsi tersendiri. Ada yang digunakan untuk kalangan bangsawan, prajurit, raja-raja, hingga rakyat biasa. Kali ini, kita akan mengenal lebih dekat salah satu rumah adat tertua di Kalimantan Selatan yaitu Rumah Bubungan Tinggi.
Rumah Bubungan Tinggi merupakan rumah yang bernilai tinggi karena menjadi tempat tinggal raja dan keluarganya. Rumah ini diperkirakan telah ada sejak masa kepemimpinan Pangeran Samudra pada abad ke-16. Dalam perkembangannya, rumah ini juga bisa dimiliki oleh para saudagar yang memiliki banyak kekayaan.
Rumah tradisional ini berbentuk rumah panggung dengan bahan utama kayu ulin atau kayu besi yang terkenal kuat dana awet bahkan hingga ratusan tahun. Selain itu, beberapa kayu yang digunakan untuk material rumah ini antara lain kayu galam dan kapur naga (pondasi), kayu lanan (dinding), damar putih (pembalokan), serta bambu (lantai dapur). Sedangkan untuk atap, biasanya menggunakan bahan kayu ulin yang dipotong tipis dan lebih tahan di segala cuaca. Pemilihan material kayu ini dikarenakan daerah Kalimantan Selatan kaya akan berbagai jenis pohon.
Hal paling mencolok dari Rumah Bubungan Tinggi adalah atap berbentuk pelana kuda yang menjulang dan lancip dengan kemiringan sekitar 45 derajat. Hal tersebutlah yang menjadi dasar penamaan rumah tradisional ini. selain itu, terdapat atap lain yang memiliki kemiringan lebih landai yaitu 15 derajat. Bagian tengah atap hingga depan dinamakan sindang langit, sementara bagian tengah hingga belakang dinamakan hambin awan.
Pada awalnya, Rumah Bubungan Tinggi hanya terdiri dari bangunan berbentuk persegi pajang. Seiring perkembangan, sisi kanan dan kiri pun ditambah dengan banguanan sama besar yang dinamakan anjung. Oleh karena itu, rumah tradisional Kalimantan Selatan ini juga dinamakan Rumah Baanjung atau rumah yang memiliki anjung.
Tidak ada ukuran baku untuk Rumah Bubungan Tinggi. Namun, umumnya rumah ini memiliki ukuran dalam bilangan ganjil. Pengukuran dilakukan secara sederhana dengan menggunakan depa atau jengkal. Semakin besar dan megah rumah, akan mencerminkan kekayaan dan status keluarga tersebut, terutama bagi keluarga kerajaan.
Secara umum, Rumah Bubungan Tinggi dibagi menjadi empat bagian, yaitu bagian publik, bagian semi publik, bagian privat, dan bagian pelayanan.
Bagian publik atau bagian pelataran terdiri dari surambi muka, surambi sambutan, dan lapangan pamedangan. Di surambi muka atau pelataran depan terdapat guci yang berisi air dan berfungsi sebagai tempat untuk membasuh kaki. Surambi sambutan atau pelataran tengah berfungsi untuk penerimaan tamu dan tempat menjemur padi. Sementara lapangan pamedangan atau pelataran dalam, dinaungi oleh atap dan dikelilingi oleh pagar rasi. Bagian ini berfungsi untuk tempat bersantai dan menerima lebih lanjut tamu laki-laki.
Bagian semi publik terdiri dari pacira (ruang antara) yang digunakan utnuk menyimpan alat pertanian, panampik kecil (ruang tamu muka), panambik besar (ruang tamu tengah), dan panampik basar (ruang tamu besar). Di ruang tamu ini terdapat Tawing Lahat atau dinding yang bisa dibongkar pasang yang menajdi pemisah antara ruang tamu dan ruang yang lebih dalam. Area ini juga biasanya dijadikan pelaminan bagi pengantin.
Ruang privat terdiri dari ruang paledangan yang diapit oleh dua anjung di masing-masing sisi. Ruang paledangan difungsikan sebagai ruang keluarga dan anjung digunakan sebagai kamar tidur terutama orang tua. Biasanya anak menempati anjung yang lain atau ruang di pelataran belakang.
Yang terakhir adalah ruang pelayanan yang dipisahkan oleh Tawing Pahatan Padu (dinding pembatas). Area ini terdiri dari panampik padu (ruang makan), padapuran (dapur), serta jorong (gudang atau ruang penyimpanan).
Selain atap yang unik dan pemisahan ruangan yang apik, Rumah Bubungan Tinggi memiliki ciri khas lain yaitu ragam hias menggunakan metode ukir yang disebut tatah. Tatah terbagi menjadi tiga jenis, yaitu tatah surut (ukiran berbentuk relief), tatah babuku (ukiran tiga dimensi), serta tatah baluang atau bakurawang (ukiran tembus pada lembaran kayu).
Beberapa motif yang digunakan dalam ragam ukir tersebut diantaranya motif flora (sulur-suluran, buah-buahan, dan bunga-bungaan), motif fauna yang dibuat secara abstrak (harimau, burung enggang, naga, dan sebagainya), serta motif kaligrafi yang berasal dari ajaran agama Islam. Sobat Pariwisata! Dari motif tersebut bisa terlihat penghormatan dan penghargaan masyarakat Banjar pada kepercayaan terdahulu (agama nenek moyang) serta agama sekarang (Islam).(Nita/RPI)
Leave a Reply