Halo, Gaes!
Jika mendengar kata Gundala, mungkin lo bakal keingat salah satu Avenger versi kearifan lokal yang juga dijuluki sebagai Putra Petir. Nah! Enggak jauh-jauh dari petir, kali ini gue mau ngasih informasi tentang Gundala yang berasal dari Tanah Karo, Sumatera Utara.
Gundala-gundala atau di beberapa tempat juga dikenal dengan nama tembut-tembut merupakan kesenian sendratari yang menggabungkan unsur drama, tari, dan musik. Kesenian ini diyakini sudah ada sejak abad ke-15 Masehi ketika Tanah Karo masih berupa Kerajaan Lingga.
Seperti yang udah gue singgung sebelumnya bahwa gundala yang satu ini juga memiliki hubungan dengan petir. Soalnya, Tari gundala-gundala dipercaya bisa memanggil hujan, Gaes. Bahkan hingga sekarang, masih ada beberapa daerah yang menggelar kesenian ini dengan tujuan untuk memanggil hujan, loh. Penasaran kenapa?
Di Tanah Karo yang memiliki banyak destinasi Pariwisata Indonesia dikisahkan pernah berdiri sebuah kerajaan megah dan makmur, bernama Kerajaan Lingga. Di kerajaan itu hidup seorang raja yang memiliki permaisuri dan putri yang cantik. Kecantikan putri raja ini viral dan tersebar hingga ke seluruh negeri. Akibatnya, banyak pemuda yang kepo dan pengen mendekati sang putri raja, tapi tidak bisa karena putri selalu dikawal oleh seorang panglima tangguh.
Di antara banyaknya manusia yang ingin dekat dengan putri, ada satu pemuda yang pintar. Pemuda itu belajar ilmu merubah wujud untuk mendapatkan keinginannya berada di samping sang putri.
Singkat cerita, pemuda ini merubah wujudnya menjadi burung sigurda-gurda yang punya bentuk unik dengan ekor yang cantik, Gaes. Keunikan dan keindahan burung ini bikin putri raja terpesona. Enggak mau ngelewatin kesempatan, burung sigurda-gurda pun menjinakkan diri agar bisa dekat dengan sang putri. Akhirnya, putri raja dan burung sigurda-gurda pun berteman serta selalu bermain bersama.
Satu hari, sang putri meminta pada raja untuk mengadakan pesta yang meriah. Raja pun mengabulkannya. Digelarlah pesta besar yang dihadiri oleh keluarga kerajaan serta seluruh rakyat.
Di pesta itu, semua hadiri menari dengan riang, termasuk raja, permaisuri, putri, serta burung sigurda-gurda. Saat sedang menari, terbesit keinginan di hati putri untuk menyentuh ekor burung sigurda-gurda yang indah. Walaupun burung itu terus mengelak, putri tidak patah semangat. Ia tetap mengejar burung sigurda-gurda dan mengincar ekornya, Gaes.
Hingga akhirnya, keinginan sang putri untuk menyentuh ekor burung sigurda-gurda tercapai. Putri raja senang, tapi enggak dengan burung sigurda-gurda. Burung itu marah besar karena ternyata sentuhan manusia di bagian ekor adalah pantangan terbesarnya. Gara-gara itu, sang burung tidak bisa lagi kembali ke wujud manusia.
Burung yang marah mengamuk dan mengejar-ngejar putri raja, ingin membunuhnya. Keadaan pesta pun kacau. Rakyat banyak yang kesurupan. Melihat hal itu, panglima turun tangan. Di tangan panglima yang tangguh, burung sigurda-gurda bisa dikalahkan ditenangkan.
Suasana kembali tenang dan pesta dilanjutkan. Semua bahagia, kecuali burung sigurda-gurda. Burung itu menangis meratapi nasibnya. Sampai-sampai tangisannya mengundang kesedihan semesta sehingga turun hujan.
Nah! Cerita tadi kemudian dirangkum dalam Tari Gundala-gundala. Di masa lalu, tari ini dibawakan di kerajaan saat musim kemarau panjang dalam upacara ndilo wari udan atau memanggil hujan. Fyi, masih ada beberapa desa yang melakukan upacara ini hingga sekarang, loh.
Tapi jangan khawatir, Gaes! Tari Gundala-gundala sudah berubah menjadi tari hiburan atau pertunjukan. Artinya, lo enggak perlu nunggu musim kemarau panjang untuk menikmatinya. Tari ini biasanya dibawakan dalam festival budaya Karo, acara kesenian, hingga perayaan HUT RI.
![](https://pariwisataindonesia.id/wp-content/uploads/2023/01/Pariwisata-Indonesia-Gundala-2.jpg)
![](https://pariwisataindonesia.id/wp-content/uploads/2023/01/Pariwisata-Indonesia-Gundala-2.jpg)
Tari Gundala-gundala dibawakan oleh lima penari yang menggunakan topeng dan kostum sesuai karakter masing-masing. Ada empat penari yang mengenakan kostum masing-masing berwarna hitam, putih, merah, dan kuning, serta satu penari yang memakai kostum burung. Mereka berperan sebagai raja, permaisuri, panglima, putri, dan burung sigurda-gurda. Agar lebih menarik, tari ini diiringi beberapa alat musik tradisional seperti gong, gendang, keteng-keteng, dan serunai.
Oh ya, Gaes! Pada tahun 2015, Tari Gundala-gundala ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia. Keren banget, kan? Kalo lo sedang mengunjungi destinasi Pariwisata Indonesia di Tanah Karo, jangan lupa untuk menyaksikan tarian unik ini, ya.
Pewarta: Anita Basudewi Simamora
COPYRIGHT © PI 2022
Leave a Reply