Keris merupakan salah satu senjata tajam yang bisa ditemukan di berbagai wilayah Nusantara, seperti Sumatera, Jawa, Madura, Nusa Tenggara, Kalimantan, hingga Sulawesi. Bahkan, senjata ini bisa ditemukan di Semenanjung Malaya, Thailand, hingga Filipina.
Meskipun tidak ada catatan pasti kapan keris mulai berkembang di Indonesia, tapi sebuah prasasti dari abad ke-9 pernah menyebutkan perihal keris. Diyakini, keris mulai berkembang di daerah Jawa dan menyebar hingga kawasan Asia Tenggara.
Keris diperkirakan merupakan akronim Bahasa Jawa yaitu ‘Mlungker-mlungker kang bisa ngiris” atau sebuah benda berliku-liku yang bisa digunakan untuk mengiris. Keris sangat mudah dikenali dengan melihat bagian hulunya yang tidak asimetris atau salah satu sisinya lebih panjang dari yang lain.
Bagi masyarakat Jawa, terutama Jogjakarta, keris memiliki tempat tersendiri dan menjadi benda yang dihormati. Sultan Agung dari Kerajaan Mataram bahkan memerintahkan agar para pemuda Mataram melengkapi diri dengan lima hal, yaitu curiga (keris), wisma (rumah), turangga (kuda), wanita (istri), dan kukila (burung).
Penghormatan pada keris juga bisa terlihat dari penamaan keris yang umumnya diawali dengan penyematan gelar ‘Kanjeng Kiai’, misalnya keris Kanjeng Kiai Joko Piturun yang hanya diberikan Sultan Jogjakarta kepada pewaris takhta. Hingga saat ini, produksi keris terbanyak berada di Provinsi Jogjakarta karena banyak pengrajin keris yang berasal dari Kota Gudeg tersebut.
Selain sebagai senjata, keris juga bisa difungsikan sebagai pusaka, simbol status, maupun perwakilan. Pada masa sekarang, keris tidak lagi digunakan sebagai senjata, tapi untuk pelengkap baju adat, simbol budaya, dan benda koleksi.
Keris umumnya memiliki panjang sekitar 40 centimeter. Sebelum pembuatannya, terdapat beberapa hal (lelaku) yang harus dilakukan oleh empu (pembuat keris), yaitu berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa, puasa, serta slametan atau meminta restu dari para tetangga sebelum pembuatan keris.
Untuk membuat bilah keris diperlukan tiga bahan utama, yaitu besi yang terkenal akan kekuatan dan keuletannya, baja yang terkenal akan ketajamannya, serta pamor sebagai hiasan. Pembuatan bilah ini dimulai dengan wasuhan atau proses penempaan besi untuk mengeluarakan zat-zat kotornya.
Selanjutnya, bilah besi tersebut akan disisipi pamor yang berasal dari nikel atau batu meteorit. Kedua bahan ini lalu ditempa dan dilipat hingga berkali-kali, bahkan konon bisa hingga ribuan kali. Proses ini dilakukan untuk kembali menghilangkan zat-zat kotor dan memunculkan lapisan pamor.
Beberapa keris diyakini memiliki pamor bernuansa magis, diantaranya pamor udan mas (mendatangkan kekayaan), pamor putri kinurung (menghindarkan dari bahaya), pamor panguripan (mencukupi kebutuhan hidup), pamor andon lutut (menghangatkan hubungan suami-istri), pamor buntel mayit (mengandung kekuatan membunuh), pamor kundhung mayit (mencelakakan si pemakai), serta pamor pedhot (menyebabkan pemakainya selalu gagal).
Setelah proses melipat dan memunculkan pamor selesai, bilah keris pun akan disisipi lapisan baja yang kembali di tempa dan dipipihkan hingga membentuk dhapur (bentuk keris) yang diinginkan. Selanjutnya, keris akan diasah, dikikir, dipahat, dan disepuh.
Berdasarkan lekukannya, keris bisa dibagi menjadi dua yaitu keris lurus yang tidak memiliki lekuk dan keris luk (yang memiliki lekukan). Lekukan yang ada di bilah keris tersebut selalu berjumlah ganjil, paling sedikit terdapat 3 lekuk dan paling banyak 13 lekuk. Adapun keris yang memiliki lekukan lebih dari 13 disebut sebagai kalawija atau keris tidak lazim.
Setelah bilah selesai dibuat, selanjutnya keris akan diberi gagang atau pegangan dengan berbagai motif. Pegangan ini bisa berasal dari berbagai bahan seperti gading, tulang, logam, atau kayu. Sebagai pelindung, bilah keris akan disarungkan dengan penutup yang disebut warangka. Warangka biasanya terbuat dari material kayu seperti jati, cendana, timoho, kemuning, dan sebagainya.
Sobat Pariwisata, terlepas dari mitos yang menyertai senjata tajam ini, keris merupakan salah satu khazanah budaya Indonesia yang harus dijaga dan dilestarikan. UNESCO bahkan sudah mengakui Keris, sebagai Warisan Budaya Dunia non-Bendawi Manusia sejak tahun 2005.(Nita/RPI)
Leave a Reply