Air guci adalah kerajinan tangan berupa sulaman manik-manik khas Suku Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan. (Foto : merdeka.com)

Lambang Kemewahan Raja Banjar

Jalan-jalan ke Kalimantan Selatan, Jangan Lupa Beli Sulam Air Guci

Jalan-jalan ke Kalimantan Selatan, Jangan Lupa Beli Sulam Air Guci

Halo, Gaes!

Lo nyadar enggak, sih, kalo nenek moyang kita punya daya estetika yang tinggi? Bukan hanya satu atau dua. Hampir di setiap destinasi Pariwisata Indonesia, lo bisa menemukan warisan kerajinan tangan yang menarik dan masih bertahan hingga hari ini. Salah satu contohnya adalah air guci.

Eits! Jangan tertipu dengan namanya, ya Gaes ya. Air guci bukanlah air yang berada di guci. Tapi, kerajinan tangan berupa sulaman manik-manik khas Suku Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan. Nama air guci sendiri diambil dari Bahasa Banjar, dialek hulu yaitu arguci atau erguci.

Sulam air guci diyakini sudah ada di Banjar sejak ratusan tahun lalu atau tepatnya ketika masa Kesultanan Banjar. Pada saat itu, sulam air guci yang menggunakan bahan emas, perak, tembaga, dan berbagai batu mulia hanya digunakan oleh para Raja Banjar.

Biasanya warna kain yang dipilih untuk dikenakan oleh para raja ini adalah kuning yang dalam kebudayaan Melayu dianggap sebagai lambang kemakmuran. Raja dengan pakaian berwarna kuning menunjukan bahwa negeri yang dipimpinnya makmur.

Selain raja, sulam air guci juga dipakai oleh para bangsawan. Mereka menggunakannya sebagai simbol kemewahan, Gaes. Semakin mahal manik-manik yang digunakan, menunjukan semakin banyak harta kekayaan yang dimiliki.

Pada masa itu, air guci biasanya dikenakan sebagai baju kebesaran dalam acara-acara adat, termasuk prosesi pernikahan dan upacara adat lainnya. Sulaman ini juga dipakai untuk menghiasi pelaminan, dinding-dinding istana, hingga ranjang para raja.

Dalam perkembangannya, sulam air guci tidak lagi hanya dikenakan oleh para raja dan kaum bangsawan. Menurunnya keekslusifan ini dilakukan untuk terus mempertahankan keeksisan sulam air guci.

Pada masa itu, air guci biasanya dikenakan sebagai baju kebesaran dalam acara-acara adat, termasuk prosesi pernikahan dan upacara adat lainnya. (Foto : Merdeka.com)

Pemakaiannya pun semakin luas. Lo enggak perlu nunggu jadi pengantin untuk mengenakan sulaman ini. Selain di baju pengantin dan dekorasi pelaminan, sulam air guci juga diaplikasikan di kebaya, sarung bantal, hingga hiasan dinding.

Penggunaan emas, perak, tembaga, dan berbagai batu mulia juga mulai digantikan dengan payet sintetis. Sehingga harganya bisa lebih terjangkau. Lo bisa memilih kain sulam ini sebagai cinderamata saat berkunjung ke Kota Seribu Sungai.

Biasanya, manik-manik air guci disulam di atas kain bertekstur lembut seperti bahan beludru. Manik-manik ini akan dirangkai mengikuti pola yang sudah dibuat sebelumnya yang umumnya bermotif flora dan fauna. Seiring perkembangan zaman, motif air guci juga makin berkembang. Kehadiran pola kaligrafi dalam sulam air guci menjadi daya tarik dan membuat produk ini makin diincar oleh para pembeli.

Fyi, sulam air guci dilakukan dengan cara manual, tanpa mesin. Enggak heran kalo penyelesaian satu produk kerajinan tangan ini membutuhkan waktu mulai dari 7 hari hingga 2 bulan, loh. Hal ini tergantung pada ukuran bahan dan kerumitan pola. Ini juga yang menyebabkan harga sulam air guci berbeda-beda, mulai dari puluhan ribu hingga jutaan rupiah.

Oh ya, Gaes, sejak tahun 2016 sulam air guci sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dari Provinsi Kalimatan Selatan.

Tertarik dengan sulaman yang satu ini? Kalo berkunjung ke destinasi Pariwisata Indonesia di Kalimantan Selatan, jangan lupa membeli sulam air guci sebagai cinderamata, ya Gaes ya.

Pewarta:  Anita Basudewi Simamora
COPYRIGHT © PI 2023