Roti Buaya Hantaran khas Betawi

Simbol Kesetiaan Calon Pengantin

Simbol Kesetiaan Calon Pengantin

Sobat Pariwisata mungkin pernah mendengar lagu Buaya Darat yang dibawakan oleh penyanyi wanita Indonesia. Lagu yang mengisahkan tentang sosok perempuan yang ditipu oleh laki-laki ini memang cukup cukup popular. Dalam KBBI sendiri, buaya darat memiliki konotasi negatif berarti penjahat atau penggemar perempuan. Namun, bagi masyarakat Betawi, buaya punya arti tersendiri, loh.

Dalam pernikahan adat Betawi, calon mempelai laki-laki harus membawa seserahan pada pihak mempelai perempuan. Salah satu seserahan yang wajib ada adalah roti buaya. Bahkan pada masa lalu, calon mempelai yang tidak membawa roti ini harus pulang, pinangannya pun ditolak. Karena dianggap datang tidak dengan penghormatan, keseriusan, dan komitmen menjaga kesetiaan.

Sesuai namanya, roti ini memang berbentuk buaya, tapi dengan ukuran yang lebih kecil. Dalam seserahan pernikahan, biasanya ada dua buaya yang dibawa, jantan dan betina. Namun, ada juga yang melengkapinya dengan buaya kecil yang diletakkan di punggung atau di samping buaya betina, sebagai simbol kelangsungan keturunan.

Pariwisata Indonesia

Tidak ada catatan pasti, kapan pertama kali Roti Buaya dijadikan seserahan wajib pernikahan adat Betawi. Namun, tradisi ini sendiri diyakini telah ada sejak masa penjajahan, tepatnya sekitar abad ke-17 hingga 18. Saat itu, Bangsa Eropa senang memberikan hadiah berupa cokelat dan bunga pada kekasihnya, sebagai ungkapan kasih sayang. Masyarakat Betawi ingin menandingi kebiasaan itu. Mereka akhirnya mulai memberikan hadiah, tapi dalam wujud dan waktu yang berbeda.

Menurut budayawan Betawi, J.J. Rizal, wujud buaya dipilih karena reptil ini memiliki hubungan khusus dengan masyarakat Betawi. Jakarta yang dikelilingi dengan 13 sungai, membuat warga pada masa lalu sering berjumpa dengan buaya dalam aktivitas sehari-hari. Selain itu, buaya diyakini sebagai perwujudan siluman yang bertugas untuk menjaga sumber air bagi warga Jakarta.

Pariwisata Indonesia

Bagi masyarakat Betawi, buaya adalah simbol kesetiaan. Meskipun buaya darat memiliki kesan negatif, tapi sejatinya buaya jantan hanya memiliki satu pasangan sepanjang hidupnya. Buaya juga menjadi lambang kekuatan dan kegagahan. Hal itu terbukti dari kemampuan buaya untuk hidup di dua alam, darat dan air. Hewan ini pun dikenal dengan kesabarannya dalam menanti mangsa.

Penggunaan material roti juga memiliki arti tersendiri, loh. Pada masa lalu, roti adalah makanan mewah yang hanya bisa dicicipi oleh kelas sosial tertentu. Menggunakan bahan roti dalam seserahan menjadi harapan bahwa rumah tangga yang baru terbentuk akan memperoleh kemapanan dan kesejahteraan dalam hidup.

Meskipun berupa panganan, tapi pada masa lalu, Roti Buaya tidak dimakan, loh. Roti akan dibuat tawar tanpa rasa dengan tekstur yang keras dan padat. Semakin keras, semakin baik. Sepasang Roti Buaya itu akan disimpan di atas lemari atau di ruang depan hingga akhirnya hancur dengan sendirinya. Hal itu menjadi harapan bahwa pernikahan yang dilangsungkan akan awet hingga akhir hayat, hingga daging hancur dimakan belatung.

Pariwisata Indonesia

Akan tetapi, banyak pihak yang menilai bahwa hal tersebut mubazir dan sia-sia. Roti Buaya pun mulai mengalami perubahan tekstur, menjadi lebih lembut dengan berbagai varian rasa. Alih-alih disimpan, roti hasil seserahan ini pun dibagi-bagikan terutama pada gadis yang berusia 25 hingga 30 tahun. Dengan harapan, gadis-gadis tersebut akan segera mendapatkan seserahan Roti Buaya dari calon suami mereka.

Meskipun identik dengan acara pernikahan, Sobat Pariwisata tetap bisa menikmati Roti Buaya ini dalam berbagai kesempatan. Saat ini, sudah banyak toko-toko kue yang menjual Roti Buaya. Rasanya? Jangan ditanya! Bisa bikin ketagihan lhoo.(Nita/RPI)