Jakarta tidak hanya identik dengan boneka besar yang disebut ondel-ondel. Kota metropolitan ini juga memiliki beragam kesenian tradisional. Bahkan, beberapa di antaranya popular hingga ke manca negara. Sebut saja Tari Topeng yang merupakan bagian dalam rangkaian pertunjukan Topeng Betawi.
Topeng Betawi adalah salah satu kesenian masyarakat Betawi yang menggabungkan unsur drama (lakon), bebodoran (lawak), seni tari, seni musik, dan suara. Wah, lengkap sekali ya?
Kesenian Topeng Betawi pertama kali diciptakan oleh Mak Kinang dan Kong Djioen pada tahun 1930 yang konon terinspirasi dari Tari Topeng Cirebon. Kesenian ini pun berkembang di wilayah Komunitas Betawi Pinggir (Betawi Ora).
Tari Topeng Betawi mengusung tiga karakter. Pertama, Panji (Subadra) yang didominasi warna putih dan mewakili karakter anggun, sakral, suci, dan bijaksana. Kedua, Samba (Srikandi) yang didominasi warna merah, mewakili karakter yang tangkas, terampil, dan ceria. Dan terakhir Jingga yang didominasi warna hitam, mewakili karakter keras, gagah, dan garang.
Pada masa lalu, Topeng Betawi ditampilkan oleh para seniman secara berkeliling, dari satu tempat ke tempat lain. Tari ini juga ditampilkan dalam gelaran acara adat seperti pernikahan atau khitanan, sebagai salah satu ritual yang dianggap mampu melindungi dari bahaya dan malapetaka. Seiring perkembangan zaman dan lunturnya kepercayaan masyarakat terhadap mitos, tari ini pun berubah menjadi hiburan dalam acara adat maupun festival budaya.
Kesenian Topeng Betawi terdiri dari lima segmen. Pertama, Tetalu, yaitu permainan musik instrumental yang berfungsi untuk mengumpulkan para penonton. Selain sebagai pembuka, permaianan alat music ini akan terus berlangsung selama pertunjukan. Alat-alat musik tradisional yang digunakan dalam pertunjukan ini di anatarnya rebab, gong, kecrek, kromong tiga, kulanter, dan gendang besar.
Kedua, Topeng, dimana seorang Ronggeng Topeng (penari wanita) akan menari dengan gerakan-gerakan tari yang lincah dan lemah gemulai diiringi nada dari alat musik tradisional. Tema tarian ini sangat variatif, seperti tentang kehidupan masyarakat, sejarah, cerita klasik, dan sebagainya. Uniknya, topeng yang dikenakan penari, tidak memiliki tali pengikat di kepala. Para penari harus menggigit topeng bercat warna-warni tersebut agar tetap melekat di wajah.
Ketiga, Bebodoran (lawak), dimana seorang bodor (penari pria) akan keluar dan mulai melakukan guyonan (lawakan) dengan ronggeng. Bahkan terkadang dengan para pemusik dan penonton. Segmen ini sangat komunikatif dan dapat membangun suasana yang ceria.
Keempat, Lelakon, adalah bagian yang berisi sandiwara tanpa naskah. Biasanya drama yang dipentaskan bercerita tentang kehidupan, kritik sosial, dan sebagainya. Pada masa lalu, segmen ini bisa berlangsung hingga empat jam. Pada masa sekarang, penampilan ini dilakukan dengan waktu yang lebih singkat.
Busana yang dikenakan para penari, umumnya adalah busana Betawi yang akan menyesuaikan dengan tema pertunjukan. Busana bagi penari wanita terdiri dari kebaya dan kain batik khas Betawi, toka-toka (penutup dada), pending (ikat pinggang), kewer (untuk mengai selendang), amprang (penutup perut), andong (penutup panggul), serta kembang topeng (penutup kepala atau mahkota warna-warni). Sedangkan busana untuk penari pria (bodor) terdiri dari pakaian hitam, kaos oblong, celana panjang, sarung, serta ikat kepala atau peci.
Agar bisa menampilkan pertunjukan Tari Topeng yang menghibur, para penari wajib memiliki tiga syarat, yaitu gendes (lemah gemulai), ajer (ceria, tak peduli apapun yang sedang terjadi), serta bisa menari lincah, tanpa beban.
Seiring perkembangan, saat ini Tari Topeng telah memiliki banyak variasi. Beberapa variasi Tari Topeng di antaranya Tari Lipat Gendes, Tari Gegot, Tari Topeng Cantik, Tari Topeng Putri, Tari Topeng Ekspresi, dan Tari kang Aji. Tari ini pun bisa dibawakan lepas dari pertunjukan Kesenian Topeng Betawi. Sobat Pariwisata bisa melihat pertujukan tari ini dalam festival-festival budaya di Jakarta.(Nita/RPI)
Leave a Reply