Sulawesi Utara memiliki setidaknya dua jenis rumah adat, yaitu rumah adat Walewangko dan rumah adat Bolaang Mongondow. Kali ini kita akan berkeliling rumah adat Walewangko atau rumah pewaris yang berasal dari Suku Minahasa.
Rumah adat Walewangko berasal dari kata wale (rumah) dan wangko (besar). Rumah ini memang dibangun dengan ukuran yang sangat luas, karena dihuni oleh 6 hingga 9 keluarga.
Rumah ini dibuat dengan struktur rumah panggung, untuk menghindari ancaman dari binatang buas. Penyangga yang dipakai terbuat dari kayu besi, yang materialnya sangat kuat dan tidak akan lapuk, loh! Jadi, meskipun telah berpuluh-puluh tahun, rumah ini tidak akan roboh.
Tiang penyangga ini biasanya berjumlah 16-18 buah. Ada yang unik, nih. Antara tiang satu dan yang lainnya tidak disambungkan oleh apapun. Walaupun begitu, konstruksi rumah ini tetap kokoh. Keren, kan, Sobat Pariwisata.
Salah satu ciri khas rumah adat Walewangko adalah tangga untuk menuju pintu masuk. Tangga ini dibuat menjadi dua bagian, masing-masing di sisi kiri dan kanan. Desain unik ini bukan tanpa alasan, loh. Orang Minahasa percaya jika roh jahat hendak masuk ke rumah melalui salah satu tangga, maka roh itu akan kembali turun melewati tangga lainnya.
Rumah adat Walewangko pada dasarnya terbagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian depan, bagian belakang, dan bagian kolong. Setelah menaiki tangga rumah adat ini, Sobat Pariwisata akan tiba di bagian paling depan. Bagian yang bernama lesar ini biasanya digunakan oleh pemangku adat atau kepala suku untuk memberikan maklumat adat pidato.
Tidak jauh dari lesar, terdapat bagian yang bernama sekay yang merupakan serambi rumah. Bagian ini berbatasan langsung dengan dinding rumah. Bagian sekay ini difungsikan sebagai tempat untuk menjamu tamu atau melakukan musyawarah adat.
Melewati pintu, Sobat Pariwisata akan tiba di bagian yang bernama pores. Tamu yang memiliki hubungan kekerabatan boleh dijamu di bagian ini. Selain tempat untuk menjamu tamu, bagian ini juga tersambung dengan tempat tidur, ruang makan, dan dapur. Pada zaman dulu, penyekat tiap ruangan hanya menggunakan tikar yang digantungkan pada rotan. Namun seiring perkembangan zaman, sekat ini pun mulai dibuat dari papan.
Jika memasuki rumah adat Walewangko ini, Sobat Pariwisata akan merasa nyaman dan adem. Soalnya, rumah adat ini memiliki banyak jendela untuk sirkulasi udara. Wah, sehat banget kan?
Di bagian belakang rumah, Sobat Pariwisata bisa menjumpai ruangan untuk meletakan peralatan masak dan makan, juga bagian yang untuk aktivitas mencuci. Selain itu, terdapat loteng yang disebut soldor. Bagian ini digunakan untuk menyimpan hasil panen yang tidak bisa ditaruh di kolong, karena khawatir akan terkena air. Menyimpan hasil panen seperti padi maupun cengkeh di bagian soldor, juga akan membantu proses pengeringan. Multifungsi, ya, Sobat Pariwisata?
Untuk bagian kolong, masyarakat Minahasa memanfaatkannya untuk menaruh perlengkapan bertani dan terkadang sebagai kandang hewan peliharaan. Rumah adat Walewangko ini juga dipercantik dengan ornamen khas Minahasa, seperti ukiran motif flora, fauna, dana lam.
Gimana Sobat Pariwisata, keliling-keliling kita hari ini seru, kan?(Nita)
Leave a Reply