Manusia merupakan mahluk yang tidak bisa lepas dari hubungan dan peran sosial. Sejak lahir hingga kematian, manusia membutuhkan bantuan dari pihak lain. Sayangnya, perkembangan zaman belakangan ini membuat manusia terkesan lebih individualis dan mengabaikan perannya sebagai mahluk sosial.
Indonesia sendiri merupakan negara yang terkenal dengan budaya gotong royong. Bahkan salah satu dasar perekonomian di awal kemerdekaan, dibangun dengan prinsip gotong royong. Hal tersebut seharusnya menjadi salah satu hal yang terus dipertahankan. Di Sulawesi Utara, gotong royong ini diwujudkan dalam satu tradisi yang dinamakan Mapalus.
Mapalus diyakini telah ada di Bumi Nyiur Melambai sejak beradab-abad silam. Hal itu bisa dilihat dari keberadaan Waruga, peti batu peninggalan zaman megalitikum. Batu besar yang digunakan untuk Waruga berasal dari daerah sungai dan dibawa hingga daerah perbukitan. Meskipun ada kepercayaan yang mengatakan bahwa batu tersebut dibawa dengan bantuan kekuatan mistis, tapi pendapat lain meyakini bahwa batu berat itu dibawa secara gotong royong.
Mapalus berasal dari kata palus yang berarti dicurah, dibagi. Penambahan kata ma, membuat mapalus dapat diartikan sebagai kegiatan untuk saling mencurahkan atau membagikan sesuatu yang dimiliki kepada pihak lain. Pemberian tersebut bisa berupa barang, uang, maupun tenaga. Mapalus merupakan cerminan falsafah hidup orang Minahasa, yaitu ‘si tou timou tumou tou’ yang berarti ‘manusia hidup untuk memberi kehidupan pada sesama manusia.
Tradisi Mapalus di Sulawesi Utara merupakan sistem gotong royong yang dilakukan untuk membantu keperluan atau kebutuhan salah satu pihak. Tradisi ini dilakukan secara spontan, tanpa permintaan atau paksaan dari pihak yang membutuhkan.
Mapalus biasanya dilakukan saat penyelenggaraan pernikahan, upacara kematian, pembuatan perahu, pembukaan lahan pertanian, mendirikan rumah, pembanguan rumah ibadah, hingga pembangunan fasilitas umum seperti jalanan.
Berdasarkan pelaksanaannya, Mapalus terbagi menjadi dua jenis, yaitu Mapalus spontan dan Mapalus terorganisir. Mapalus spontan dilakukan secara tanpa pamrih, baik tenaga maupun barang yang diberikan tidak diharapkan untuk dikembalikan, seperti saat membangun rumah atau membuka lahan persawahan.
Sedangkan Mapalus terorganisir dilakukan dengan aturan yang mengikat atau telah ditetapkan sebelumnya. Mapalus jenis ini dilakukan untuk pekerjaan yang bersifat lebih formal misalnya penyelenggaraan upacara adat.
Mapalus juga dibagi menjadi Mapalus umum dan Mapalus khusus. Pada Mapalus umum, bantuan yang diberikan bisa berasal dari seluruh elemen masyarakat, tanpa memandang status sosial atau golongan individu. Setiap orang biasa turut serta berpartisipasi. Sedangkan pada Mapalus khusus, pemberi bantuan hanya terbatas pada kalangan atau kelompok tertentu, misalnya kerabat dekat, organisasi khusus, maupun komunitas khusus.
Sobat Pariwisata! Hingga saat ini, tradisi Mapalus masih terus dilestarikan oleh masyarakat Sulawesi Utara. Tradisi ini bahkan ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda dari Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2010.(Nita)
Leave a Reply