PariwisataIndonesia.id – Kongres Dokter Spesialis Penyakit Dalam, dilangsungkan di Hotel PO, yang berlokasi di Jl. Pemuda No. 118, Sekayu, Kota Semarang, Jawa Tengah dan digelar secara hybrid sejak tanggal 13 sampai 17 Juli 2022.
Hal tersebut disampaikan Prof. Dr. dr. Samsuridjal Djauzi, SpPD-KAI yang dikenal luas sosoknya senantiasa memegang prinsip menjadi dokter adalah bekerja untuk kemanusiaan.
Dalam keterangan tertulisnya kepada PariwisataIndonesia.id, Minggu, 17 Juli 2022, ia menjelaskan peserta yang hadir secara tatap muka di acara itu, mencapai hingga 2000 orang dan tak sedikit pula yang datang bersama keluarga.
Sudah tentu, dari pelaksanaan kongres ini akan mampu meningkatkan tingkat hunian hotel dan restoran di Semarang. Terbukti mulai dari restoran ternama hingga tradisional menjadi buruan peserta kongres, khususnya saat makan siang dan makan malam.
Selain karena Semarang mengemuka dengan sebutan pusat perdagangan dan kota jasa, juga populer dengan sejarah dan kebudayaannya. Kota ini, lanjutnya semakin menarik buat dikunjungi. Bahkan sempat pula ditawari tur spesial naik becak dengan cara yang unik.
“Lima ribu saja pak, saya antar kemana pun bapak mau,” mohon si Abang Becak kepada Prof. Samsuridjal.
Bukan karena nilai nominal, ia mengaku karena tersentuh. Tak mau berpikir panjang, permohonan Abang Becak pun langsung diamini.
“Saya tersentuh dan akhirnya naik becak, lalu beli nasi bungkus agak banyak dan mencari beberapa pangkalan becak untuk membagikan nasi bungkus pada saudara kita para pengendara becak,” katanya, yang juga merupakan salah seorang pendiri Yayasan Pelita Ilmu.
Menyinggung dampak sektor pariwisata terhadap sosial ekonomi masyarakat di salah satu sudut kota di Indonesia, yang ditautkan dengan tren kasus COVID-19 kembali meningkat.
Diperburuk lagi, dunia kini di tepi jurang resesi global. (Berdasarkan penelitian yang disampaikan oleh sejumlah lembaga internasional memprediksi kontraksi pertumbuhan ekonomi di berbagai negara akan memicu terjadinya resesi global, red).
Sejalan dengan hal tersebut, kehadiran ribuan peserta kongres di tempat itu, sayang sekali tak sepenuhnya menyentuh para abang becak ini.
“Malah pilih menggunakan mobil rental, grabcar, gocar, taxi blue bird, maupun lainnya,” ungkapnya.
“Uang para peserta pun hanya beredar di kalangan tertentu, belum menetes ke saudara-saudara kita para tukang becak,” tambahnya.
Bagaimana mengikutsertakan masyarakat untuk dapat ikut menikmati kue wisatawan?
Mencermati hal itu, katanya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno sudah sering membahas perihal tersebut.
“Pak Sandi selalu menyemangati para pengusaha UMKM, hingga Desa Wisata pun bermunculan. Namun rupanya masih ada kelompok yang belum terjangkau penghasilan dari kegiatan wisatawan,” curhatnya.
Tak berhenti sampai di situ, turut pula menceritakan keluhan para pengemudi becak kayuh menyebutkan, penumpangnya masih sepi.
“Lebih sebatas ibu-ibu saja yang belanja ke pasar tradisional. Wisatawan jarang sekali naik becak,” imbuhnya.
Merespons hal itu, profesor yang merupakan spesialis penyakit dalam dan akrab disapa “Prof Samsu” ikut angkat bicara dengan mengatakan, kendaraan roda tiga yang umumnya digenjot oleh supir yang duduknya di belakang jika di negara Vietnam disebut cyclo, tak ubahnya seperti becak-becak di Indonesia.
“Kalau tak salah ada pertunjukan wayang di atas air. Menarik sekali dan pertunjukan tersebut diadakan setiap malam untuk parawisatawan. Kendaraan untuk ke pertunjukan tersebut menggunakan becak,” terangnya.
Selepas menerangkan itu, ia mendorong agar suara gemerincing rupiah atas potensi sektor pariwisata di Indonesia, berharap juga dapat dinikmati oleh kelompok marginal di setiap kota yang ada di Tanah Air.
Lebih lanjut, ia mewacanakan konsep pembangunan Pariwisata Indonesia sejatinya memenuhi justice for all, atau dalam hal hingar-bingar dan gemerlap pembangunan pariwisata harus pula melibatkan peran masyarakat setempat.
Ia juga menambahkan, buntut dari keberpihakan Pemerintah yang menyasar pada masyarakat bawah, maka pendapatan di sektor ini akan terdistribusi secara merata, semua ikut ‘kecipratan’ (merasakan atau menikmati, red).
“Mungkinkah kita bisa mengupayakan agar golongan ekonomi yang paling bawah juga dapat menikmati tetesan penghasilan kegiatan wisata? Apakah kue tradisonal, nasi uduk, nasi kucing, minuman jamu, serta usaha ibu rumah tangga lainnya dapat diorganisir di tiap resto atau toko yang selalu dikunjungi wisatawan? Di Filipina ada jeepney yang terkenal di kalangan wisatawan. Mungkinkah kita mempunyai kendaraan untuk wisatawan yang sederhana, yang dapat menghidupi saudara kita yang ekonominya paling lemah? Di Bandara Siem Reap Kamboja, banyak wisatawan asing naik Remork, delman bermotor dari bandara ke hotel. Wisatawan sangat menikmatinya, meski tidak senyaman naik taksi.
Kegiatan Pariwisata Indonesia sudah mulai menggeliat dan semoga akan terus meningkat. Kita berharap penghasilan dari kegiatan wisata dapat dinikmati masyarakat, termasuk masyarakat pada tingkat ekonomi yang paling bawah. Semoga….,” pungkasnya.
Editor : Indah Maharani S
Penulis : Prof. Dr. dr. Samsuridjal Djauzi, SpPD-KAI adalah seorang ahli kesehatan dan pengajar Indonesia.
Leave a Reply