Pariwisata Indonesia—Hai Gaaees!
“Belum sempurna kunjungan kamu ke Argentina kalo belum menjajal Tarian Tango,” begitulah ungkapan seorang teman yang pernah punya pengalaman traveling ke Argentina. Memang, salah satu kekhasan yang dimiliki Argentina itu sempat saya temui ketika menginjakkan kaki di Kota Buenos Aires. Selain Tango, kota ini juga menyimpan keindahan dan keunikan tersendiri yang dapat kamu nikmati.
Buenos Aires merupakan salah satu kota terbesar di Argentina. Secara geografis letak kota ini sangat strategis, karena ditinjau dari sektor wisata, kota ini memiliki banyak destinasi unik yang bisa dijelajahi para wisatawan.
Selain memiliki keragaman obyek wisata, Kota Buenos Aires juga memiliki keunikan tersendiri, satu di antaranya, setiap hari Minggu, jalan-jalan yang biasanya padat, mendadak sepi. Toko-toko tutup. Pusat keramaian pun tak ada pengunjung.
Apalagi saat melintas di tugu El Obelisco atau The Obelisk – Monas-nya Argentina. Avenida 9 de Julio atau Jalan 9 Juli yang menuju ke tugu terlihat begitu lapang dan lengang. Lalu lintas sepi. Padahal jalan ini terdiri dari 9 lajur. Bayangkan, 9 lajur dan sedikit sekali kendaraan yang melintas. Terasa begitu hening.
Namun, demikian tetap saja animo wisatawan untuk datang ke Argetina, khususnya Kota Buenos Aires tetaplah tinggi.
“Jumlah wisatawan dari berbagai negara semakin meningkat tiap tahunnya, untuk tahun 2011 saja, sekitar 5 juta wisatawan mengunjungi Argentina,” tutur Javier A. Sanz de Urquiza, Duta Besar Republik Argentina.
Buenos Aires juga menyimpan keunikan lain yang bisa kamu liat di antaranya deretan bangunan kuno bergaya Eropa klasik.
Menurut cerita, bangunan kuno itu dibangun dengan bahan berkualitas terbaik. Rata-rata diimpor langsung dari Eropa.
Saat membangun gedung-gedung itu, Argentina di abad ke-18 dan ke-19 tengah mengalami masa kejayaannya, bahkan dijuluki salah satu negara termakmur di dunia.
Argentina merupakan penghasil bahan tambang perak terbesar di dunia pada masa itu. Karena kualitas material yang OK banget, bangunan-bangunan itu masih kokoh berdiri sampai sekarang.
Ketika menginjakkan kaki di kota ini, saya juga sempat mengikuti guided tour keliling kota. Salah satu objek yang disinggahi adalah distrik La Boca. Yang terkenal di distrik itu adalah kawasan Caminito, tempat lahirnya tarian khas
Tango.
Menurut sebuah riwayat, awalnya Tango adalah tarian kalangan kelas pekerja, dibawakan untuk mengisi waktu luang. Lama-lama, peminat tarian tersebut meluas keluar dari Caminito dan mulai disuka kalangan atas. Setelah itu, Tango menjadi tarian nasional Argentina.
Di sini turis juga bisa menyaksikan seniman penari Tango di pinggir jalan. Sangat eksotis. Para wisatawan juga dapat berpose dengan sang penari. Tentu saja dengan gaya seperti penari handal.
Berkunjung ke Argentina kurang lengkap tanpa melihat pertunjukan Tango, Gaaees!
Malam terakhir di Buenos Aires saya berkesempatan menontonnya langsung, di rumah pertunjukan yang menyajikan paduan makan malam dan pertunjukan musikal. Tema yang disuguhkan adalah romantika di sela perjuangan merebut kemerdekaan Argentina.
Plotnya sederhana. Skenarionya mudah ditebak. Seorang pemuda yang sedang dimabuk asmara harus meninggalkan kekasihnya, berjuang mengangkat senjata merebut kemerdekaan.
Cerita terus bergulir. Ada adegan memadu kasih yang romantis. Adegan peperangan yang menggelegar, kisah sedih tentang mereka yang gugur di medan laga. Semua disajikan dalam tarian Tango yang memesona. Sampai akhirnya cerita berujung dengan kemerdekaan Argentina. Bendera biru-putih-biru berkibar. Alur cerita yang sederhana namun menakjubkan. Disertai bumbu nasionalisme yang tidak dibuat-buat.
Objek menarik lainnya adalah La Casa Rosada atau Rumah Pink. Warnanya memang pink, padahal fungsinya adalah sebagai istana kepresidenan. Namun warna pink tidak mengurangi wibawa istana presiden ini.
Istana terletak di dekat Plaza de Mayo, alun-alun nasional Argentina. Setiap hari Kamis di Plaza de Mayo digelar kegiatan untuk mengenang mereka yang hilang pada saat Argentina dikuasai junta militer tahun 1960-an sampai pertengahan 1970-an.
Foto-foto mereka yang dihilangkan secara paksa oleh junta militer dipajang. Ibu-ibunya berpawai tak kenal lelah, seolah anak-anak mereka yang hilang puluhan tahun silam itu akan kembali. Ibu-ibu beranjak tua, masyarakat dan simpatisan mulai banyak bergabung. Ritual ini sangat terkenal dan menjadi inspirasi.
Kuliner
Peternakan adalah salah satu sumber ekonomi Argentina. Tidak heran jika daging mendominasi kuliner negeri ini. Makan daging mungkin hal biasa. Namun menikmatinya ala Argentina benar-benar luar biasa. Bayangkan saja, sapi dipotong jadi empat atau lima bagian dibakar di tengah restauran. Pengunjung tinggal datang membawa piring, tunjuk bagian mana yang ingin dinikmati, dan katakan porsinya sebesar apa. Tergantung kekuatan perut dan ada tidaknya pantangan. Membeli sate kiloan di Tanah Air aja rasanya menakjubkan. Apalagi makan daging sepuasnya, dalam arti yang sebenarnya. Mereka yang suka makan bisa ‘mabuk daging’ di sini Gaaees..
Puas bersantap malam, tiba waktunya beristirahat. Malam itu saya sangat bahagia, keinginan melihat Argentina terwujud. Dalam keadaan setengah tertidur, alunan suara Madonna menyanyikan lagu Don’t cry for me, Argentina sayup terdengar.
Don’t cry for me Argentina. The truth is I never left you.All through my wild days. My mad existence.I kept my promise,don’t keep your distance.