PariwisataIndonesia.ID – Google Doodle hari ini kembali menghadirkan ilustrasi google doodlenya, yakni seorang tokoh perempuan dari tanah air yang kisah perjalanan hidupnya sampai wafat banyak memberikan pelajaran.
Siapa sosok yang begitu luar biasa dan menjadi sumber inspirasi ini? Yaitu, Siti Latifah Herawati Diah, yang merupakan pelopor jurnalis perempuan di Indonesia.
Kariernya di dunia wartawan dimulai sejak umur 25 tahun, dan sebagai tokoh pers tanah air, sedikit dari perempuan Indonesia yang mengambil profesi ini hingga akhir hayatnya.
Wanita kelahiran Tanjung Pandan, Bangka Belitung pada tanggal 3 April 1917 ini pernah mendirikan surat kabar berbahasa Inggris pertama di Indonesia yang bernama “The Indonesian Observer” pada tahun 1955.
Surat kabar ini dicetak dan dibagikan pertama kali kala Konfrensi Asia-Afrika digelar di Bandung. Sudah tentu, sepak terjangnya bisa disebut pula sebagai saksi, dan sekaligus pelaku dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.
Lantaran hal tersebut, tak heran jika, Ahad, 3 April 2022, Google Doodle menampilkan sosok Siti Latifah Herawati Diah, karena bertepatan dengan tanggal kelahirannya.
Sebelum mendirikan surat kabar tersebut, Herawati bersama sang suami, Burhanudin Muhamad Diah juga sempat mendirikan Harian Merdeka pada tahun 1945 silam. Mereka menikah pada 1 Oktober 1945, dan Burhanudin sendiri merupakan salah satu tokoh pers Indonesia dan pernah bekerja di koran Asia Raya.
Masa kecil hingga remaja, wanita yang kerap disapa Tante Hera ini dihabiskan dengan berpindah-pindah tempat. Ia menempuh pendidikan di ELS (Europeesche Lagere School) di Jakarta. Kemudian Hera pun hijrah ke negeri sakura untuk menempuh pendidikan lanjut di American School, Tokyo.
Selanjutnya, atas dorongan semangat dari sang ibu, Hera pun pergi ke Negeri Paman Sam untuk melanjutkan studi Sosiologi di Barnard College, Amerika Serikat yang masih berafiliasi dengan Universitas Columbia, New York.
Ia menumpang kapal laut ke Amerika selama 20 hari perjalanan, dan berhasil menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1941. Kemudian, takdirnya mengantar Hera terjun ke dunia media massa.
Sang ibu yang dididik di pesantren pun mendirikan majalah khusus perempuan bertajuk “Doenia Kita” di mana Hera pun sering mengirim tulisan untuk dimuat di majalah tersebut ketika masih studi di Amerika Serikat.
Pada tahun 1942, Hera kembali ke Indonesia. Lalu, memilih karier pertamanya sebagai wartawan lepas di perwakilan kantor berita United Press International (UPI). Selain itu, anak dari pasangan Raden Latip dan Siti Alimah ini pun menjadi penyiar di Radio Hosokyoku.
Seiring waktu, saat sang suami diangkat sebagai duta besar Cekoslowakia, Inggris, dan Thailand ditambah lagi menjabat sebagai Menteri Penerangan Kabinet Ampera. Herawati pun memiliki peranan baru yaitu mengemban tugas-tugas negara sebagai istri pejabat.
Dalam segudang aktivitasnya itu, Herawati dikenal pula sebagai tokoh menginspirasi yang mempelopori banyak organisasi, antara lain Komnas Perempuan, Lingkar Budaya Indonesia, dan Gerakan Perempuan Sadar Pemilu.
Di kesempatan berikutnya, ia juga membuka taman kanak-anak (TK) untuk anak-anak kurang mampu di bawah naungan Yayasan Bina Carita Indonesia.
Singkatnya, kata Herawati, peran media sangat penting dalam mengisi kemerdekaan. Hal tersebut, terungkap dalam bukunya An Endless Journey: Reflections of an Indonesian Journalist, generasi 1945, ia telah menyalakan semangat kemerdekaan yang masih dirasakan saat ini untuk melawan ketidakadilan.
Persisnya, Jumat, 30 September 2016, Herawati Diah tutup usia di umurnya yang ke-99, menghembuskan nafas terakhirnya pukul: 04.20 WIB di Rumah Sakit Medistra, Jakarta, karena faktor usia dan komplikasi penyakit. Herawati dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, Kalibata, Jakarta Selatan.
PENDIDIKAN
ELS (Europeesche Lagere School), Jakarta; American School, Tokyo, Jepang; Barnard College, Amerika Serikat (1941)
KARIER
Wartawan lepas kantor berita United Press International (UPI) (1942); Penyiar Radio Hosokyoku; Pendiri Harian Merdeka (1945); Pendiri Majalah Keluarga (1952); Pendiri Majalah Berita Topik (1972); Pendiri The Indonesian Observer (1955-2001).
ORGANISASI
Pendiri Komisi Nasional (Komnas) Perempuan; Pendiri Lingkar Budaya Indonesia; Pendiri Gerakan Perempuan Sadar Pemilu; Yayasan Bina Carita Indonesia; Women’s International Club; Gerakan Pemberdayaan Swara Perempuan (1998); Lingkar Budaya Indonesia; Anggota Klub Osteoporosis
BUKU: An Endless Journey: Reflections of an Indonesian Journalist.
PENGHARGAAN: “Lifetime Achievement” atau “Prestasi Sepanjang Hayat” dari PWI Pusat (2011)”, artikel ini melansir dari berbagai sumber. (Soet)
Leave a Reply