Halo, Gaes!
Di negara agraris seperti Indonesia, bertani emang jadi salah satu mata pencaharian rakyat yang digeluti sejak zaman dahulu. Enggak heran kalo banyak ritual dan tradisi yang lahir dari pengaruh budaya agraris ini, misalnya ritual Mappalili di Segeri.
Kalo biasanya ritual yang berhubungan dengan pertanian dilakukan setelah panen raya, hal itu berbeda dengan Mappalili. Ritual ini justru dilakukan oleh masyarakat sebelum masa tanam dimulai. Eits! Bukan cuma sekedar menjadi tradisi, loh. Mappalili juga menjadi salah satu magnet Pariwisata Indonesia di Sulawesi Selatan, tepatnya di Kecamatan Segeri, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.
Dalam Bahasa Bugis, Mappalili berarti berkeliling. Dalam pelaksanaannya, ritual yang dipimpin oleh Bissu (pemimpin adat yang dipercaya memiliki kemampuan magis) ini emang dilakukan dengan acara arak-arakan mengeliling desa hingga ke daerah sawah yang akan dibajak. Uniknya, arak-arakan yang diiringi alat musik gendrang, pui’-pui’, lae-lae, serta gong ini membawa serta arajang atau benda pusaka berupa bajak atau biasa disebut rakkala.
Bajak ini punya cerita sendiri, loh, Gaes. Konon di masa silam, Kerajaan Bone kehilangan seperangkap alat membajak sawah yang merupakan bajak kebesaran. Raja Bone lalu memerintahkan para Bissu untuk untuk mencari bajak tersebut ke seluruh pelosok. Di akhir pencarian, para Bissu pun menemukan rakkala di Gunung Lanteamoro, Kerajaan Segeri.
Sementara itu, beberapa waktu sebelumnya, Kerajaan Segeri yang awalnya hidup makmur, tiba-tiba dilanda paceklik karena kemarau berkepanjangan. Persediaan makanan di kerajaan habis, sampai-sampai banyak rakyat yang menderita dan sakit, Gaes. Raja Segeri pun meminta seluruh rakyat untuk memohon kepada dewata agar mengembalikan kemakmuran di negeri mereka.
Kehadiran bajak kebesaran atau rakkala dianggap sebagai jawaban. Dikisahkan bahwa kerajaan tersebut kembali makmur dengan hasil pertanian yang melimpah. Makanya ketika para Bissu dari Kerajaan Bone ingin mengambil bajak itu kembali, rakyat Segeri menolak. Akhirnya, para Bissu pun memilih untuk tinggal di Segeri untuk menjaga bajak kebesaran daripada harus kembali pada Raja Bone tanpa membawa hasil.
Dari kisah ini, lo bisa tahu, dong, gimana berharganya bajak tersebut bagi masyarakat Segeri? Mereka percaya bahwa di bajak tersebut bersemayam dewa, makanya perlu diadakan ritual khusus sebagai bentuk penghormatan. Ritual ini dimulai dengan pembacaan doa-doa di rumah adat arajang hingga pengarakan rakkala keliling desa.
Selain sebagai bentuk penghormatan, ritual Mappalili diadakan sebagai ungkapan terima kasih kepada dewata atas pemberian berupa rakkala. Masyarakat juga berdoa supaya dihindarkan dari segala penyakit dan bencana, serta agar padi dan seluruh tanaman yang ditanam pada tahun tersebut bisa berhasil dan dijauhkan dari serangan hama.
Bagi masyarakat Segeri, Mappalili merupakan ritual yang amat sakral dan wajib dilaksanakan, Gaes. Mereka yakin, tanpa ritual ini segala harapan akan sirna. Makanya ritual yang telah ada sejak ratusan tahun ini masih tetap terjaga dan terus dilaksanakan setiap tahunnya.
Selain menjaga tradisi, Mappalili menjadi salah satu program unggulan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pangkep. Banyak wisatawan yang datang untuk menyaksikan ritual yang berlangsung hingga 3 hari dua malam ini. Sejak tahun 2016, Mappalili bahkan sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia, loh.
Kalo lo adalah salah satu yang penasaran dengan ritual Mappalili, jangan lupa jadwalin kunjungan ke destinasi Pariwisata Indonesia di Segeri, Sulawesi Selatan.
Pewarta: Anita Basudewi Simamora
COPYRIGHT © PI 2023
Leave a Reply