Tari Kondan merupakan salah satu tari tradisional yang berasal dari Kalimantan Barat. Tari Kondan diyakini telah ada sejak sebelum pengaruh Islam masuk ke Pulau Borneo. Tari ini pun diwariskan turun-temurun dan masih dilakukan hingga hari ini.
Tari Kondan kerap dibawakan saat acara Nosu Mindu Podi. Setengah bulan setelah panen raya, masyarakat Suku Dayak Hibun kerap melakukan acara ini untuk sebagai salah satu ungkapan syukur kepada Penompa atau Jubata (Tuhan dalam kepercayaan masyarakat Suku Dayak) atas hasil panen yang berlimpah.
Selain sebagai ungkapan syukur, acara Nosu Mindu Podi dilakukan untuk memanggil semangat benih-benih padi sehingga saat ditanam pada musim tanam berikutnya, benih tersebut akan menghasilkan tanaman padi yang berkualitas dengan bulir-bulir padi yang melimpah. Oleh karena itu, lokasi pelaksanaan acara ini adalah di dekat lumbung penyimpanan benih-benih padi.
Sebagai tari ceria yang menggambarkan kebahagiaan, Tari Kondan tidak bisa dimainkan di sembarang suasana. Tari ini tidak boleh dimainkan dalam keadaan berduka atau saat penduduk mengalami penyakit dan kesusahan.
Tari Kondan dibawakan secara berpasangan antara pemuda dan pemudi. Jumlah penarinya selalu genap, bisa empat hingga sepuluh orang. Terdapat dua formasi yang digunakan dalam tari ini. Pertama, formasi saling berhadapan atau nyadep. Saat melakukan formasi ini, masing-masing pasangan penari akan saling berhadapan dan menari sambil sesekali berbalas pantun dan melakukan percakapan.
Kedua yaitu formasi melingkar dimana gerakan dilakukan memutar sebanyak tujuh kali searan jarum jam, kemudian dibalas tujuh kali berlawanan arah jarum jam. Saat melakukan gerakan memutar ini, sepasang pernari akan berada di tengah lingkaran untuk mempertunjukan kemahiran menari sekaligus bercakap-cakap dan berbalas pantun.
Secara umum, gerakan Tari Kondan terbagi menjadi tiga bagian. Pertama, Nyompel di mana para penari duduk saling berhadapn sambil meminum tuak yang dipimpin oleh kepala adat. Bagian ini juga menjadi ajakan kepada seluruh hadirin untuk menikmati tuak yang disuguhkan.
Bagian kedua yaitu Kondan, di mana para penari akan memasuki area pertunjukan dan membentuk formasi. Para penari kemudian menari dengan gerakan yang berfokus pada tangan dan kaki.
Bagian ketiga yaitu Nobus, di mana para penari secara berpasang-pasangan akan saling bertukar pantun dan percakapan. Adapun percakapan yang terjalin misalnya menanyakan perihal nama, usia, dan sebagainya.
Instrumen yang berasal dari alat musik tradisional seperti gong, kenong, dan bedug, menjadi pengiring dalam pelaksanaan Tari Kondan ini. Namun, saat ini musik pengiring tarian ini lebih sering menggunakan kaset rekaman termasuk untuk bagian pantun.
Pada masa lalu, tidak ada kostum khusus yang digunakan saat membawakan tarian ini karena tari ini hanya dimainkan saat merayakan panen. Para penari bebas mengenakan pakaian apa saja dan apa adanya.
Seiring perkembangan zaman, Tari Kondan pun kerap dimainkan saat pertunjukan adat, peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia, menyambut tamu, hingga festival budaya. Agar lebih menarik, kostum para penari pun disesuaikan. Umumnya mereka menggunakan busana adat khas Suku Dayak berupa baju rompi dengan celana pendek atau rok selutut.
Meskipun telah mengalami fungsi, Tari Kondan menjadi salah satu kekayaan seni dan ragam lisan yang perlu untuk terus dilestarikan. (Nita)
Leave a Reply