Halo, Gaes!
Ngomongin soal tikar, lo pasti enggak asing dengan tikar anyaman, kan? Kerajinan tangan ini diduga sudah ada sejak abad ke-17 dan merupakan kebudayaan masyarakat Melayu. Pada saat itu, mereka membuat tikar dari berbagai bahan baku seperti pandan duri, rotan, hingga purun. Nah! Kali ini gue mau spill salah satu destinasi Pariwisata Indonesia yang terkenal dengan tikar anyamannya, yaitu Pedamaran.
Pedamaran merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Daerah yang mendapat julukan Kota Tikar ini adalah pusat tikar khas Sumatera Selatan atau yang dikenal dengan nama tikar purun Pedamaran. Bukan hanya tikar, loh, purun juga ada dalam bentuk tas, sandal, dompet, topi, tempat tisu, hingga wadah gelas. Lo bisa memilih jenis-jenis purun ini untuk dijadikan cinderamata saat berkunjung ke destinasi Pariwisata Indonesia yang ada di Sumatera Selatan.
Sesuai namanya, tikar purun memang terbuat dari bahan baku purun. Purun (Eleocharis dulcis) adalah tanaman sejenis rumput tinggi yang hidup di daerah rawa-rawa. Tumbuhan ini banyak ditemukan di daerah Pedamaran, Gaes. Biasanya, purun yang digunakan untuk membuat tikar adalah purun yang sudah mencapai tinggi hingga 1,8 meter.


Menurut catatan, tikar purun sudah dibuat oleh masyarakat Pedamaran sejak masa kolonial Belanda atau tepatnya sekitar tahun 1870. Tapi, sebagian masyarakat meyakini bahwa tikar ini sudah ada jauh sebelumnya, yaitu ketika zaman kerajaan-kerajaan.
Bagi masyarakat Pedamaran, tikar purun menjadi bagian dari siklus kehidupan, loh. Misalnya ketika lahir, bayi akan ditidurkan di tikar purun. Saat upacara cukur rambut, bayi diletakkan di tikar purun. Saat diayun pun menggunakan tikar purun sebagai alasnya. Hingga saat akan menikah dan melaksanakan tradisi bertangas (sauna tradisional Indonesia) pun akan menggunakan tikar ini.
Karena tidak lepas dari kehidupan masyarakat, kerajinan tikar purun pun menjadi salah satu tradisi yang diwariskan turun temurun. So, enggak perlu heran kalo ada anak kecil di Pedamaran yang sudah bisa menganyam tikar.
Pembuatan tikar purun di Pedamaran menjadi aktivitas harian yang bisa lo jumpai dengan mudah. Uniknya lagi, seluruh proses pembuatan tikar ini dilakukan dengan cara merambak atau bekerja bersama-sama.
Pembuatan tikar purun membutuhkan beberapa hari, yang dimulai dengan proses penjemuran tanaman tersebut. Biasanya, purun dijemur selama 3 hingga 4 hari di bawah terik matahari. Tapi kalo cuaca mendung, proses penjemuran bisa mencapai satu minggu.
Setelah dijemur, purun harus dilemaskan dengan cara diinjak-injak. Cara menginjaknya cukup unik yaitu dengan cara berjalan ke samping kiri dan kanan seperti cara jalan kepiting. Agar lebih pipih dan lentur, proses penginjakan dilanjutkan dengan penumbukkan menggunakan alat yang disebut antan atau alu. Antan merupakan tongkat kayu yang beratnya lebih dari 5 kilogram. Proses ini sangat penting agar purun lebih lentur sehingga mudah untuk dianyam dan dibentuk, Gaes.
Purun yang sudah lentur sebenarnya sudah bisa langsung dianyam. Tapi, pengrajin memilih untuk mewarnai beberapa bagian purun karena tikar bermotif akan memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Proses pewarnaan ini dilakukan dengan memasukkan purun ke dalam air mendidih yang sudah dicampur pewarna pakaian atau tekstil. Eits! Proses perendamannya enggak boleh lama, ya, agar purun tidak layu dan tidak gampang rusak.
Selanjutnya, purun diangin-anginkan di tempat yang teduh. Menjemur purun yang sudah diwarnai di bawah matahari akan membuat warna purun cepat pudar.
Proses yang paling seru dalam pembuatan purun adalah menganyam. Kegiatan menganyam yang dilakukan di halaman rumah ini dilakukan kaum ibu sambil incang-incang, yaitu benyanyi, melantunkan pantun, dan tertawa. Selain bisa menghasilkan anyaman purun, hal ini bisa memupuk rasa kebersamaan dan persatuan, Gaes.
Oh ya, Gaes! Sejak tahun 2018, Tikar Purun Pedamaran sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda, loh. Jangan lupa beli membeli kerajinan purun saat berkunjung ke destinasi Pariwisata Indonsia yang ada di Sumatera Selatan, ya Gaes ya.
Pewarta: Anita Basudewi Simamora
COPYRIGHT © PI 2023
Leave a Reply