PariwisataIndonesia.id, Subang – Siapa yang tidak tahu Tangkuban Parahu? Gunung yang terkenal dengan kisah Sangkuriang ini menjadi primadona sedari dulu yang memiliki ketinggian 2.084 mdpl.
Tak heran, akan terasa kurang jika belum pernah mengunjunginya. Karena, Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Tangkuban Parahu merupakan salah satu destinasi wisata alam ikonik di Jawa Barat.
Lokasi TWA Gunung Tangkuban Parahu berada di dua wilayah kabupaten, yakni Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Subang. Persisnya, terletak di Jl. Raya Tangkuban Parahu, Cicadas, Sagalaherang, Kabupaten Subang, Jawa Barat.
Bukan karena ada Dayang Sumbi atau ingin melihat dari dekat perahu Sangkuriang yang terbalik di gunung ini, Gunung Tangkuban Parahu justru menawarkan pesona 9 kawah yang masih aktif hingga sekarang. Kesembilan kawah yang dimaksud adalah Kawah Ratu, Upas, Domas, Baru, Jurig, Badak, Jurian, Siluman dan Pangguyungan Badak.
Sayangnya, dari sembilan kawah itu hanya dua yang boleh dikunjungi, yaitu Kawah Ratu dan Kawah Domas.
Dalam keterangan resminya, tujuh kawah yang dilarang dikunjungi wisatawan (atau tidak dibuka untuk umum) dikarenakan terdapatnya gas-gas vulkanik yang dapat membahayakan bagi kelangsungan makhluk hidup dan lokasinya pun di dalam hutan. Lantaran terdapat racun di zona kawah itu, pihak pengelola TWA mengambil kebijakan kepada pengunjung wisata tidak diperbolehkan mendekati.
Daya tarik lainnya akan dirasakan saat menuju gerbang ‘Selamat Datang’ TWA Gunung Tangkuban Parahu. Pasalnya, sepanjang perjalanan akan mendapati sensasi udara nan sejuk, hamparan kebun teh, lembah dan pemandangan pohon pinus yang menjulang tinggi berjajar rapi. Semua itu, seperti bersiap menyambut kedatangan Anda.
Direktur Operasional TWA Gunung Tangkuban Parahu, Ruslan Kaban menjelaskan, tempat wisata ini tidak menawarkan atraksi yang sama dengan objek wisata buatan. Sambungnya, seperti namanya, “Tangkuban Parahu adalah taman wisata alam yang tentu saja atraksi alam adalah suguhan utamanya,” ujar Ruslan kepada pariwisataindonesia.id, Jumat (17/3) pagi.
“Kalau kita ini kan tentu fokus ke alamnya ya, beda dengan wisata buatan, yang tidak ada dibuat ada. Kalau kami yang sudah ada dari alam kami kelola dan ditampilkan ke pengunjung,” lanjutnya.
Di sela wawancara, Ruslan turut mempromosikan serunya kegiatan outbond sebagai wisata lain yang juga tak kalah menariknya. Upaya yang dilakukan pengelola tersebut, disebutnya untuk memanjakan pengunjung TWA Gunung Tangkuban Parahu, “terdapat 33 jenis permainan yang berlokasi di area Parkir Bis Jayagiri seluas 2,5 hektar. Aktivitas outbound dapat dilakukan oleh anak-anak hingga dewasa. Di tempat ini tersedia seperti flying fox dan menjajal jembatan jaring,” terangnya.
Semangat Ruslan berkobar saat menceritakan pesona TWA Gunung Tangkuban Parahu. Dirinya kembali berapi-api dengan mengajak pengunjung agar menyaksikan pula sejumlah flora dan satwa endemik di kawasan itu, seperti Cantigi (Vaccinium varingiaefolium), Pakis Emas (Cibotium Barometz), dan Anggrek Hutan (Eria erecta).
“Jangan sampai melewatkan untuk melihat dari dekat fauna endemik, selain flora endemik, seperti Elang Jawa (Spizaetus bartelsi), Meong Congkok (Felis bengalensis), dan Lutung Jawa (Trachypiteous auratus). Khusus mereka yang hobi selfie, silakan berburu foto dengan latar belakang panorama kawah atau pepohonan asri, serta di beberapa spot foto khusus yang tersebar di kawasan ini,” pikatnya.
Ruslan juga meyakinkan bahwa dengan pengunjung membeli dagangan yang dijajakan di area tempat wisata, sudah tentu membantu pemulihan ekonomi di kota itu.
“Sejumlah pedagang suvenir yang menjajakan barang dagangannya, seperti syal dan topi, pajangan, serta suvenir-suvenir kecil khas Tangkuban Parahu merupakan warga sekitar,” kata dia menjelaskan.
Komentar Pengunjung Wisata di TWA Gunung Tangkuban Parahu
Di kesempatan terpisah, PariwisataIndonesia.id meminta tanggapan Puput adalah ibu muda berhijab yang mengenakan kaos lengan panjang tanpa kerah warna coklat muda dengan jilbab berwarna hitam sedang asyik berselfie bersama sang suami sambil menggendong si buah hati. Mereka bagian dari rombongan perusahaan Batik Al Syaffa Pekalongan yang berlibur menggunakan 3 (tiga) bus pariwisata dengan gathering ke TWA Gunung Tangkuban Parahu.
“Suasana di TWA Tangkuban Parahu keren banget, tempatnya pun bersih, nyaman. (Tangkuban Parahu ini) Benar-benar mantap, pokoknya eksotik. Kami sekeluarga puas berlibur ke objek wisata yang sangat ikonik di Jawa Barat ini,” komentarnya.
Setali tiga uang dengan Puput, Dimas pun juga menetapkan TWA Gunung Tangkuban Parahu sebagai lokasi pilihan buat healing saat berada di kota Kembang. Namun bedanya, dia berlibur cuma bertiga menggunakan kendaraan dinas yang dikemudikan supir kantor.
“Saya berlibur bersama rekan kerja ditemani supir. Padahal, tak ada rencana sedikitpun untuk ke tempat ini. Kadung sudah di Bandung, kami pun bersepakat tak ingin melewatkan kesempatan untuk healing ke Tangkuban Parahu,” kata cowok berzodiak Scorpio kelahiran Jakarta.
Mengomentari cagar alam TWA Gunung Tangkuban Parahu, kata Dimas, “Ajiiib, benar-benar di luar ekspektasi. Insya Allah, saya akan datang lagi ke tempat ini,” janji dia.
Diketahui, TWA Gunung Tangkuban Parahu mulanya dikelola oleh Kementerian Kehutanan (Kemenhut) melalui lembaga vertikalnya yakni Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan dalam pengelolaannya, BKSDA bermitra dengan swasta yakni PT Graha Rani Putra Persada (GRPP). Hal tersebut, merujuk pada pemberian izin pengusahaan pariwisata alam di Gunung Tangkuban Parahu oleh Menteri Kehutanan per 29 Mei 2009, yang diperkuat kembali dengan adendum Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.576/Menhut-II/2010, tanggal 10 Oktober 2010 sebagai pemberian izin kepada PT. Graha Rani Putra Persada untuk mengelola wilayah TWA.
Pengelola TWA Gunung Tangkuban Parahu Terapkan Standar SOP Sangat Tinggi
Tempat wisata yang sudah tersohor -pada umumnya- lonjakan pengunjung akan menjadi pedang bermata dua bagi objek wisata itu sendiri. Selain mendulang untung akibat jumlah pengunjung melonjak, resiko-resiko yang dapat terjadi juga tidak bisa dielakkan seperti kecelakaan di tempat wisata hingga kerusakan aset serta kendala sampah yang tak terkendali.
Menanggapi hal itu, Pria kelahiran Tanah Karo, Sumatera Utara, 24 Agustus 1956 mengawalinya dengan mengatakan bahwa ia menjadi nahkoda TWA Gunung Tangkuban Parahu sudah 13 tahun.
“Pihak kami selalu menegakkan sikap disiplin kepada semua pegawai untuk sejatinya ‘zero’ kesalahan dan senantiasa memperhatikan tata krama, sopan santun, serta keramahtamahan sebagai modal utama agar bisnis hospitality dapat berkembang dengan baik. Sekaligus, meminta partisipasi pengunjung untuk senantiasa menjaga ketertiban dan kebersihan tempat wisata,” jawab dia penuh dengan kehati-hatian.
Mengulik kedisiplinan dalam pengelolaan TWA Gunung Tangkuban Parahu yang menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) atau Prosedur Tetap (Protap) yang sangat tinggi, sudah tentu hal ini tak lepas dari peran Ruslan Kaban sebagai orang yang paling bertanggung jawab terhadap tata kelola cagar alam ini.
Pantauan PariwisataIndonesia.id yang menyaksikan secara langsung kepemimpinan Ruslan bisa dikatakan terbilang unik, seperti tidak memiliki meja kerja yang lazim dilakukan pemimpin perusahaan, tak mau cuma ongkang-ongkang kaki. Ia memutuskan untuk menjadikan lapangan sebagai arenanya buat bekerja juga beranggapan, setiap menit dia harus mengetahui apa yang dilakukan oleh pegawainya.
Sikap saling terbuka dalam pekerjaan menjadi mutlak. Menurutnya lagi, pegawai ketika bertugas dituntut untuk mengedepankan langkah-langkah yang tepat sasaran sebagai bagian dari upaya mencegah atau mengurangi kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
Tak sampai di situ aja, pegawai yang bertugas di pintu gerbang juga diingatkan agar tak henti-hentinya memberikan imbauan kepada para pengunjung selalu waspada dan berhati-hati. Kemudian, tidak arogan di jalan dan menjaga keselamatan selama perjalanan pulang karena ada keluarga yang menunggu di rumah.
Dia menjelaskan, prinsip ini harus dijunjung tinggi oleh seluruh karyawan dengan motto yang tak perlu ditulis tapi selalu bersemayam di dalam sanubari, yaitu “tiada hari tanpa senyum jangan sampai ada dusta di antara kita.”
Di masa kepemimpinannya ini, karyawan TWA Gunung Tangkuban Parahu, kata dia, harus bermental baja, berbadan sehat, memiliki motivasi yang kuat dalam melayani, ulet, sabar, tabah dan percaya diri dalam menjalankan tugas. Termasuk harus berani bertindak tegas, jujur dan tetap ‘kalem’ dalam segala situasi. Di sisi lain juga harus adil dan bijaksana di setiap keputusan yang diambil karena selalu mempunyai konsekwensi.
Untuk membentuk tim tugas yang solid ini, Ruslan rutin menjadwalkan personilnya agar dididik secara rutin (dilatih, red) oleh TNI-Polri melalui diklat selama seminggu. Pesan lain yang disampaikannya kepada PariwisataIndonesia.id adalah bekerja dan berdoa’ adalah dua sisi dalam satu keping mata uang yang tidak bisa dipisahkan.
Keunikan lainnya dari pribadi Ruslan ini terlihat saat melakukan aksi rutinnya yang melakukan patrol di Kawasan TWA Gunung Tangkuban Parahu, ia tidak segan menyembunyikan identitasnya hanya sekedar mendengar aspirasi dari pengunjung terkait tempat wisata yang dia kelola. Tidak berhenti sampai di situ, ia pun mewajibkan seluruh staf TWA Gunung Tangkuban Parahu mengikuti apel pagi dan sore serta berlari dua putaran yang diperkirakan jaraknya antara 1 sampai 2 km.
TWA Gunung Tangkuban Parahu buka setiap harinya pada pukul 08.00 WIB hingga 17.00 WIB dengan harga tiket masuk relatif terjangkau. Pada hari kerja tarif masuk ditetapkan dengan harga Rp 20.000 dan pada hari libur tarif masuk sebesar Rp 30.000, dan untuk wisatawan asing, ia mengatakan tidak terdapat sedikit pun penyesuaian, masih dengan harga yang lama yakni Rp 200.000 pada hari kerja dan RP 300.000 pada hari libur.
Cukup dengan merogoh kocek Rp 20.000 sampai 30.000, Anda sudah dapat menikmati atraksi kawah belerang di TWA Gunung Tangkuban Parahu yang eksotis dengan pemandangan hutan hujan sangat luas dari menara pandang menghadap ke arah Ciater, Subang.
Fasilitas penunjang di TWA Gunung Tangkuban Parahu pun terbilang lengkap, terdapat area parkir yang begitu luas dan mampu memuat kendaraan besar seperti bus. Pengunjung pun dapat dengan mudahnya menemukan papan petunjuk arah dan sejumlah larangan yang wajib dipatuhi wisatawan, juga toilet, masjid, serta kios-kios suvenir hingga makanan di kawasan ini yang masih berada di satu kawasan yang luasnya hingga mencapai 171,4 hektar.
Bagaimana Sobat Pariwisata Indonesia, siap healing ke TWA Gunung Tangkuban Parahu di kota yang dijuluki Paris van Java ini?
Penulis: Bahrul Ulum
Editor: Ayu Tri Utami
Leave a Reply