Halo, Food Lovers!
Februari, hujan sehari-hari. Dingin-dingin begini enaknya, sih, makan masakan yang hangat dan pedas, ya nggak, Gaes? Nah! Buat lo yang lagi nyari kuliner unik yang cocok buat dinikmati di puncak musim penghujan ini, gue punya satu rekomendasi. Namanya angeun lada.
Nama hidangan ini diambil dari bahasa Sunda, yang merupakan bahasa masyarakat setempat, yaitu angeun yang berarti sayur dan lada yang berarti pedas. Lo bisa menemukan kuliner yang satu ini saat berkunjung ke destinasi Pariwisata Indonesia di Provinsi Banten.
Sesuai namanya, hidangan yang satu ini emang memiliki cita rasa yang pedas, Gaes. Cocok banget buat lo yang ngaku pecinta pedas. Rasa pedas ini juga sudah bisa terlihat dari penampilan kuahnya yang berwarna kemerahan. Kalo dilihat sekilas, sih, mirip gulai atau empal gentong.
Bahan-bahan yang digunakan emang hampir mirip, seperti bawang, cabai, dan kemiri. Ada juga tambahan kencur dan terasi. Eits! Tapi tentu saja, angeun lada punya satu rempah rahasia yang tidak ada di masakan lainnya, yaitu daun walang.
Walang adalah tanaman yang banyak ditemukan di daerah Pandeglang, Banten. Selain tumbuh liar di hutan, masyarakat juga sering menanam daun walang di kebun sekitaran rumah. Tanaman ini hampir serupa dengan lengkuas atau jahe. Bedanya, walang tidak memiliki akar rimpang (modifikasi batang tumbuhan yang tumbuhnya menjalar di bawah permukaan tanah). Karena tidak memiliki akar rimpang, maka tanaman ini agak sulit dibiakan, Gaes.
Selain itu, ciri lain dari tanaman walang adalah batang semu yang berbentuk kecil memanjang dengan tinggi berkisar antara 50-100 cm. Tinggi ini sangat bergantung pada kesuburan tanah dan ketersediaan air, Gaes. Bagian yang digunakan sebagai rempah pada angeun lada adalah daun yang sudah tua. Daun dari tanaman ini memiliki urat yang lurus dari pangkal hingga ke ujungnya.
Masyarakat Banten tidak hanya menggunakan daun walang dalam resep angeun lada. Rempah ini juga sering digunakan dalam masakan-masakan lain mulai dari olahan ikan, daging, telur, kikil, tumis, hingga ongseng.
Ini bukan tanpa sebab, Gaes. Aroma wangi dan cita rasa khas yang dihasilkan daun walang diyakini dapat menambah dan membangkitkan selera makan. Makanya, banyak yang menggunakan daun ini dalam masakan terutama saat ada anggota keluarga yang sedang tidak nafsu makan.

Balik lagi ke angeun lada, Gaes! Meski menyematkan kata angeun atau sayur, kuliner yang satu ini tidak menjadikan sayur sebagai bahan utama. Daging, jeroan, hingga kikil adalah bahan-bahan yang wajib ada dalam kuliner yang satu ini. Tuh, kan! Perpaduan olahan daging dan kuah pedas, emang pas banget buat dinikmati di cuaca dingin.
Selain saat udara dingin, angeun lada menjadi hidangan wajib masyarakat Banten saat Hari Raya Idul Fitri. Lebaran di Banten tanpa angeun lada, ibarat malam tahun baru tanpa petasan, Gaes! Sepi dan kurang lengkap. Biasanya saat lebaran, angeun lada disajikan bersama ketupat.
Selain dalam momen hari raya, angeun lada juga menjadi menu andalan saat gelaran acara-acara adat, mulai dari khitanan hingga pernikahan.
Eits! Tapi lo enggak perlu nunggu lebaran atau acara-acara adat untuk menikmati hidangan yang satu ini. Karena beberapa rumah makan di destinasi Pariwisata Indonesia di Banten sudah memasukan angeun lada ke dalam daftar menu mereka. Harganya pun cukup ramah di kantong, yaitu mulai dari 12 ribu rupiah untuk satu porsinya.
Oh ya, Gaes. Sejak tahun 2016, kuliner yang konon menjadi menu favorit Raja-raja Banten ini sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia, loh. Yuk, cicipi dan ikut lestarikan kekayaan kuliner Indonesia yang satu ini agar keberadaannya bisa terus eksis.
Pewarta: Anita Basudewi Simamora
COPYRIGHT © PI 2023
Leave a Reply