Pariwisata Indonesia—Hai Gaaees!
Mencegah untuk tidak semakin luasnya penyebaran virus korona(Covid-19) maka pemerintah melakukan kebijakan menutup obyek wisata dan imbauan agar masyarakat tidak berada di lokasi keramaian. Langkah ini membuat Perusahaan Otobus (PO) pariwisata berjatuhan dan harus mengandangkan sebagaian unit armadanya. Bagai efek domino, semua PO menjerit namun tetap harus bertahan dalam krisis. Bisnis lintas propinsi dan antar daerah, bukan usaha satu atau dua tahun, ini sudah puluhan tahun. Pemilik PO harus mengambil kebijakan untuk menekan operasional.
Endang Suwarningsih, pengusaha yang merupakan pemilik armada bus Margo Mulyo terkena tsunami imbas dari Virus Korona. Keluhan Endang mewakili jeritan semua Pemilik PO, seperti disampaikan dalam wawancaranya, “Bulan ini seharusnya ramai sebelum bulan puasa. Rombongan ziarah-ziarah pesan(armada), tapi dibatalkan karena situasi. Dan pesanan bus kembali ramai pada H-7 Lebaran dan H+7. Ini tidak ada tanda-tandanya belum terlihat,” kata Endang di Pekalongan, Kamis (19/3/2020).
Gambaran suram bus pariwisata ini ditambah harga cadang suku cadang yang naik karena kurs dollar menjadi Rp 16.000,- Berikutnya adalah kewajiban membayar cicilan ke perusahaan leasing. Bingung membayar cicilan karena penjualan tiket merosot. Pemasukan pasti berkurang. Pendapatan dan pengeluaran tidak ketemu angka Break Even Point(BEP), minus. Dulu sebelum kejadian virus korona, momen sebelum datangnya Ramadhan merupakan waktunya bagi para pemilik perusahaan otobus panen rezeki.
“Rata-rata pada pusing. Bayangkan saja, setiap armada yang baru dipastikan tidak beli tunai. Angsuran per bulan per bus bisa mencapai Rp 15 juta, ada yang lebih,” katanya.
Menurut Endang, menjelang Romadhon seharusnya satu armada bus dalam satu bulannya memperoleh pendapatan bersih antara Rp 30 juta – Rp 40 Juta.
“Satu bus saja, kalau bulan-bulan ini seharusnya dapat Rp 30 juta sampai Rp 40 juta dalam satu bulan,” kata Endang.
“Ya kalau ditotal kerugian semuanya, ya ratusanlah (juta),” menambahkan.
Pengusaha otobus sepakat meminta keringanan pembayaran cicilan pada perusahaan leasing. “Banyak pesanan dibatalkan. Rugi sih pasti rugi. Dan jumlahnya pasti banyak. Tapi saya belum hitung. Rugi….rugi!” jeritnya.
Terpuruknya, “ibarat sudah jatuh, tertiban tangga,” keluhnya lagi. Sebab itulah, para manajemen perusahaan otobus di Kabupaten Pekalongan berkumpul. Mereka mendiskusikan untuk membicarakan bisnis ini ke depan seperti apa.
“Hasilnya, kita mau kirim surat minta ke dewan (DPRD Pekalongan) untuk bisa ketemu OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan pihak lesing atau bank biar dapat kompensasi cicilan diundurkan tanpa kena bunga. Dan kalau bisa pemerintah turut memperhatikan nasib pengusaha otobus seperti kami,” imbuhnya.
“Itu yang diharapkan, mengingat dampak ini pasti lama. Orang pada takut mau keluar. Sebenarnya bulan ini lagi ramai-ramainya ziarah dan lain-lain. Kerugian luar bisa khususnya di bidang usaha bus pariwisata,” tambahnya lagi.
“Masalah yang bersifat jangka pendek adalah terkait pada cicilan. Selanjutnya memohon perhatian pemerintah untuk memikirkan caranya supaya kerugian semakin tidak terpuruk lebih dalam, sebab harus membayar gaji karyawan, sewa kantor, biaya pool, maintenance kendaraan, beban pajak kendaraan, suku cadang ditambah sebentar lagi, THR. Dengan harga tiket sekarang belum memenuhi kepantasan,” menutup wawancara.
Leave a Reply