Grebeg adalah kata yang berasal dari Bahasa Jawa yaitu gembrebeg atau gumegrebeg yang artinya sergap atau bisa juga diartikan kegaduhan. (Foto : budaya)

Grebeg Syawal

Perayaan Idhul Fitri ala Sultan Keraton

Perayaan Idhul Fitri ala Sultan Keraton

Halo, Gaes!

Umat muslim Indonesia emang punya banyak cara untuk mengungkapkan rasa syukur setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa. Ada yang merayakannya dengan pawai obor, saling berbagi makanan, hingga pesta kembang api. Nah! Di destinasi Pariwisata Indonesia yang ada di Yogyakarta dan Surakarta, ungkapan rasa syukur ini juga dilakukan oleh pihak keraton dengan mengadakan tradisi yang bernama Grebeg Syawal.

Grebeg adalah kata yang berasal dari Bahasa Jawa yaitu gembrebeg atau gumegrebeg yang artinya sergap atau bisa juga diartikan kegaduhan. Kata ini dipilih karena tradisi tersebut selalu diakhiri dengan kegaduhan seperti dorongan, teriakan, dan tawa ketika saling berebut gunungan (makanan dan hasil bumi yang disusun membentuk gunung).

Sementara penyematan kata Syawal diberikan karena tradisi Grebeg Syawal diadakan pada tanggal 1 Syawal atau Idul Fitri. Biasanya, sih, tradisi ini dilakukan pada pukul 10 pagi, setelah pelaksanaan Sholat Ied.

Grebeg Syawal sendiri dilaksanakan sebagai bentuk syukur Sultan karena sudah menyelesaikan puasa selama satu bulan penuh (Foto : Gudegnet)

Grebeg merupakan warisan turun temurun dari Sultan Agung pada zaman Kerajaan Mataram. Meski akhirnya kerajaan ini terbagi menjadi dua, yaitu Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta, tradisi grebeg tetap dilestarikan hingga sekarang.

Fyi, sebenarnya tradisi Grebeg enggak cuma diadakan saat Idhul Fitri, Gaes. Ada dua tradisi grebeg lainnya seperti Grebeg Besar yang diadakan saat Idhul Adha dan Grebeg Maulud yang diadakan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Grebeg Syawal sendiri dilaksanakan sebagai bentuk syukur Sultan karena sudah menyelesaikan puasa selama satu bulan penuh serta ungkapan kebahagiaan menyambut datangnya Hari Raya Idhul Fitri, Gaes. Dalam kesempatan ini, Sultan menunjukan kedermawanannya dengan berbagi makanan dan hasil bumi pada rakyat dalam tradisi Grebeg Syawal.

Pada pelaksanaan Grebeg Syawal di Yogyakarta, terdapat tujuh buah gunungan (numplak wajik) yang telah dipersiapkan. Eits! Sebelum dibagi-bagikan, gunungan-gunungan ini akan diarak dengan didampingi oleh para prajurit keraton menuju Masjid Gedhe Keraton Ngayogyakarta untuk didoakan oleh para kyai penghulu dan para ulama keraton.

Sementara di Kasunanan Surakarta, terdapat tujuh hingga dua belas pasang gunungan yang terdiri dari gunungan jaler (laki-laki) dan gunungan estri (perempuan). Bagian bawah kedua jenis gunungan ini berisi tumpeng nasi dan lauk pauk. Yang membedakan adalah bagian puncaknya, di mana gunungan jaler berisi aneka hasil bumi berupa sayur mayur, dan telor asin, sementara gunungan estri berisi rengginang mentah atau yang ditusuk dengan bilah bambu.

Sama seperti di Keraton Yogyakarta, gunungan di Kasunanan Surakarta juga di bawa ke Masjid Ageng Solo untuk didoakan. Doa-doa yang dipanjatkan di antaranya memohon kebaikan, kesejahteraan, kemakmuran, dan kebahagiaan. Makanya, masyarakat di Yogyakarta dan Surakarta percaya bahwa makanan dan hasil bumi dalam gunungan tersebut akan membawa keberkahan dan ketentraman, Gaes.

Setelah didoakan, lima gunungan di Keraton Yogyakarta lalu dibawa ke alun-alun utara untuk direbutkan oleh ribuan masyarakat yang sudah dengan sabar menanti. Sedangkan dua gunungan lainnya akan dibawa menuju Pura Pakualaman dan Kepatihan.

Sementara di Surakarta, gunungan jaler akan diperebutkan di halaman masjid, sedangkan gunungan estri akan dibawa ke halaman depan Keraton (Kamadungan) untuk nantinya diperebutkan juga.

Oh ya, Gaes, sejak tahun 2021, Grebeg Syawal sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia, loh. Tradisi yang sduah berusia ratusan tahun ini masih terus dilestarikan hingga saat ini. Kalo penasaran dan ingin menyaksikan secara langsung, jangan lupa berkunjung ke destinasi Pariwisata Indonesia di Yogyakarta atau Surakarta saat pelaksanaan Grebeg Syawal, ya Gaes ya.

Pewarta:  Anita Basudewi Simamora
COPYRIGHT © PI 2023