Keraton Kaibon Simpan Cerita Kejayaan Kerajaan Banten

PariwisataIndonesia.ID – Jika berkunjung ke Provinsi Banten dan mencari objek wisata sejarah yang sangat eksotik dengan nuansa kerajaan, datanglah ke Keraton Kaibon. Keraton Kaibon menjadi salah satu banguna yang menyimpan cerita kejayaan Kerajaan Banten Lama yang terletak di Kampung Kroya, Kelurahan Kasunyatan, Kecamatan Kasemen, Banten.

Di Keraton Kaibon, Anda masih bisa melihat pintu Paduraksa, benteng yang masih mengelilingi kompleks Keraton meskipun tidak utuh semua, dan tangga-tangga menuju bangunan masih kokoh berdiri yang melukiskan kemegahan keraton pada masa itu.

Salah satu yang terlihat jelas adalah bangunan yang menyerupai masjid. Bangunan masjid ini berada di sisi kanan gerbang. Selain pilar yang masih utuh, di dalam bangunan tersebut juga terdapat mimbar yang berfungsi sebagai tempat berdirinya khotib.

Walaupun hanya berupa reruntuhan dan pondasi-pondasi bangunan, tidak membuat pengunjung berhenti mengunjungi cagar budaya di Provinsi Banten ini.

Nuansa eksotis kemegahan Keraton Kaibon akan lebih terasa jika menginjakkan kaki di sana di saat menjelang sore.

Puing-puing sisa bangunan benteng, tangga, dan gerbang keraton akan terlihat indah kala terkena sorotan sang surya sore hari, sangat pas untuk lokasi pemotretan Pre Wedding dengan konsep jadul atau sekadar untuk ber-selfie ria.

Sejarah Kraton Kaibon

Ditinjau dari namanya (Kaibon = Keibuan), keraton ini dibangun untuk ibu Sultan Syafiudin, Ratu Aisyah mengingat pada waktu itu, sebagai sultan ke 21 dari kerajaan Banten, Sultan Syafiudin masih sangat muda (masih berumur 5 tahun) untuk memegang tampuk pemerintahan.

Keraton Kaibon ini dihancurkan oleh pemerintah belanda pada tahun 1832, bersamaan dengan Kraton Surowosan.

Asal muasal penghancuran keraton, adalah ketika Du Puy, utusan Gubernur Jenderal Daendels meminta kepada Sultan Syafiudin untuk meneruskan proyek pembangunan jalan dari Anyer sampai Panarukan, juga pelabuhan armada Belanda di Teluk Lada (di Labuhan).

Namun, Syafiuddin dengan tegas menolak, Dia bahkan memancung kepala Du Puy dan menyerahkannya kembali kepada Daen Dels yang kemudian marah besar dan menghancurkan Keraton Kaibon.

Berbeda dengan kondisi keraton Surosowan yang boleh dibilang “rata” dengan tanah, pada keraton Kaibon, masih tersisa gerbang dan pintu-pintu besar yang ada dalam kompleks istana. Setidaknya pengunjung masih bisa melihat sebagian dari struktur bangunan yang masih tegak berdiri.

Sebuah pintu berukuran besar yang dikenal dengan nama Pintu Paduraksa (khas bugis) dengan bagian atasnya yang tersambung, tampak masih bisa dilihat secara utuh. Deretan candi bentar khas banten yang merupakan gerbang bersayap.

Di bagian lain, sebuah ruangan persegi empat dengan bagian dasarnya yang lebih rendah atau menjorok ke dalam tanah, diduga merupakan kamar dari Ratu Aisyah. Ruang yang lebih rendah ini diduga digunakan sebagai pendingin ruangan dengan cara mengalirkan air di dalamnya dan pada bagian atas baru diberi balok kayu sebagai dasar dari lantai ruangan. Bekas penyangga papan masih terlihat jelas pada dinding ruangan ini.

Arsitektur Keraton Kaibon ini memang sungguh unik karena sekeliling keraton sesungguhnya adalah saluran air, artinya bahwa keraton ini benar-benar dibangun seolah-olah di atas air, Semua jalan masuk dari depan maupun belakang ternyata memang benar-benar harus melalui jalan air.

Meskipun keraton ini memang didesain sebagai tempat tinggal ibu raja, tampak bahwa ciri-ciri bangunan keislamannya tetap ada, karena ternyata bangunan inti keraton ini adalah sebuah masjid dengan pilar-pilar tinggi yang sangat megah dan anggun.

Kalau mau ditarik dan ditelusuri jalur air ini memang menghubungkan laut, sehingga dapat dibayangkan betapa indahnya tata alur jalan menuju keraton ini pada waktu itu.