Mebuug-buugan berasal dari Bahasa Bali yaitu buug yang artinya tanah atau lumpur (Foto : Medcom)

Mebuug-buugan

Tradisi Umat Hindu Setelah Hari Raya Nyepi

Tradisi Umat Hindu Setelah Hari Raya Nyepi

Halo, Gaes!

Lo pasti udah tahu, kan, kalo Tahun Baru Saka adalah hari suci umat Hindu? Nah! Khusus umat Hindu di Indonesia, termasuk di Bali, Tahun Baru Saka dirayakan dengan cara menyepi sehingga disebut Hari Raya Nyepi. Penyepian ini dilakukan sebagai momentum untuk evaluasi diri agar menjadi sosok yang lebih baik lagi.

Di hari tersebut umat Hindu akan melaksanakan empat pantangan atau disebut Catur Brata. Yang pertama adalah Amati Geni yang menjadi simbol melawan hawa nafsu duniawi. Ini dilakukan dengan berpantang menyalakan api, lampu, dan benda elektronik lainnya.

Kedua yaitu Amati Karya yaitu berpantang untuk melakukan aktivitas biasa, termasuk sekolah atau bekerja. Sebagai gantinya, umat Hindu diajak untuk merenung dan melakukan introspeksi diri. Ketiga adalah Amati Lelungan yaitu berpantang bepergian. Makanya enggak heran kalo di hari Nyepi tidak ada kendaraan yang berlalu lalang. Bahkan pelayanan bandara pun dihentikan untuk sementara.

Yang terakhir adalah Amati Lelanguan yang memiliki makna berpantang terhadap kegiatan bersenang-senang. Di hari tersebut, umat Hindu diajak untuk fokus sembahyang. Makanya enggak heran jika berada di Bali bertepatan dengan hari Nyepi, lo akan melihat Pulau Dewata ini sepi seperti kota mati.

Eits! Enggak perlu khawatir. Aktivitas Nyepi ini hanya dilaksanakan selama satu hari penuh, kok. Sejak matahari terbit hingga fajar menyingsing di esok hari. Nah! Di keesokan hari, umat Hindu akan memulai beragam aktivitas kembali. Pada hari yang disebut hari Ngembak Geni ini, umat Hindu akan saling berkunjung ke keluarga, kerabat, dan tetangga, untuk mengucapkan syukur dan saling bermaafan.

Selain aktivitas berkunjung tadi, ada juga beragam kegiatan seru yang sering dilakukan masyarakat. Bukan hanya menjadi tradisi, kegiatan ini juga menjadi magnet Pariwisata Indonesia di Bali, loh. Contohnya tradisi Mebuug-buugan.

Mebuug-Buugan sudah ada sejak Indonesia merdeka, atau tepatnya pada tahun 1946. Tapi, pada tahun 1965, tradisi ini sempat dihentikan. Beberapa tahun kemudian, tradisi Mebuug-Buugan muncul dan tenggelam. Hingga di tahun 2015, tradisi ini mulai dilaksanakan secara rutin setiap tahunnya.

Fyi, Mebuug-buugan berasal dari Bahasa Bali yaitu buug yang artinya tanah atau lumpur. Penambahan imbuhan membuat kata Mebuug-Buugan bisa diartikan sebagai aktivitas lumpur-lumpuran yang dilakukan di kawasan tertentu. Tradisi ini hanya ada di Desa Adat Kedonganan, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Provinsi Bali.

Saat Mebuug-Buugan, peserta akan melumuri tubuh dengan lumpur (Foto : liputan6}

Sesuai dengan namanya, saat Mebuug-Buugan, peserta akan melumuri tubuh dengan lumpur. Eits! Tapi ini bukan mandi lumpur biasa, ya Gaes ya. Permainan rakyat ini merupakan ungkapan syukur pada alam karena telah memberi kesuburan, sekaligus permohonan kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) agar umat manusia selalu diberi kesejahteraan dan keselamatan. Selain itu, Mebuug-Buugan juga menjadi simbol penyucian diri.

Mebuug-buugan dimulai dengan berjalan kaki dari Balai Agung menuju hutan mangrove. Di daerah rawa-rawa yang ada di hutan ini, para peserta akan melumuri tubuh mereka dengan lumpur. Ini menjadi simbol dari dosa-dosa yang ada dalam diri.

Setelah berlumuran lumpur, para peserta akan kembali berjalan beramai-ramai menuju segara atau lautan. Di sana mereka akan membersihkan tubuh dari lumpur yang menjadi simbol pembersihan dosa dari dalam diri.

Oh ya, Gaes, Mebuug-Buugan sudah masuk dalam Calender of event Pariwisata Indonesia di Bali. Dan pada tahun 2019, tradisi ini juga sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia, loh.

Kalo penasaran dengan Mebuug-Buugan, jadwalkan kunjungan lo ke Bali saat perayaan Hari raya Nyepi. Eits! Jangan lupa untuk mengambil penerbangan di beberapa hari sebelumnya, ya.

Pewarta:  Anita Basudewi Simamora
COPYRIGHT © PI 2023