Nada Yang Menghipnotis

Sape, Alat Musik Kalimantan Timur
Pariwisata Indonesia
Musik Sape

Sape’ benutah tulaang to’awah, Sape mampu meremukkan tulang-belulang hantu yang bergentanyangan.”

Ungkapan dalam Tekuak Lawe (sastra lisan yang diturunkan dari generasi ke generasi Suku Dayak) tentang Sape mungkin tidak berlebihan.

Alunan nada dari alat musik khas Suku Dayak di Kalimantan Timur ini memang sangat syahdu dan dipercaya memiliki daya magis.

Konon, Sape mampu menghipnotis para pendengarannya, membuat terpukau bahkan bisa kerasukan roh halus. Penasaran dengan alat musik ini? simak ulasannya, ya!

Sape adalah alat musik tradisional Suku Dayak, terutama yang mendiami provinsi Kalimantan Timur. Sape juga memiliki bermacam-macam nama, seperti Sape, Sampe, Sapeq, atau Kecapai. Namun, kesemuanya merujuk pada satu alat musik yang sama.

Pariwisata Indonesia

Sape berasal dari bahasa lokal Suku Dayak yang artinya memetik dengan jari. Sape merupakan alat musik petik serupa gitar, tapi berbeda. Perbedaan itu terlihat dari bentuknya, jumlah senarnya, hingga cara memainkannya.

Sape berbentuk seperti sampan atau perahu. Alat musik ini terbuat dari material kayu pilihan yang memiliki kualitas baik, karena kualitas kayu akan mempengaruhi kualitas nada yang dihasilkan.

Biasanya, kayu yang digunakan adalah kayu meranti dan kayu nangka yang terkenal kuat, tidak mudah pecah, dan tahan lama. Kayu-kayu ini juga tidak lapuk dimakan binatang ataupun rayap.

Sebelum dibuat sape, batang kayu harus dikeringkan terlebih dahulu. Batang yang sudah kering lalu dibuat lubang, tapi tidak sampai di permukaan.

Sementara di sisi lainnya diratakan dan diukir dengan motif khas Dayak, seperti taring-taring hewan buas dan kepala burung enggang (burung suci Suku Dayak).

Pariwisata Indonesia

Setelah badan Sape dibuat, selanjutnya adalah membuat gagang yang berukuran sekepalan tangan. Bagian ujung gagang lalu dilubangi (sejumlah senar) untuk menaruh pemutar senar.

Selanjutnya, pada sisi yang berukir direntangkan senar dari serat pohon enau sebanyak tiga hingga empat utas. Pada zaman sekarang, senar yang digunakan umumnya berasal dari kawat kecil sehingga suaraya lebih nyaring.

Konon, Sape pertama kali dibuat oleh seorang pemuda yang selamat dari sampan yang karam. Di tengah kesendirian saat terdampar di pulau, pemuda itu mendengar alunan musik dari dasar sungai yang dianggap sebagai ilham dari leluhur. Saat pulang, pemuda tersebut pun membuat alat musik tradisional yang kemudian dinamakan Sape.

Masyarakat Suku Dayak memainkan Sape dengan irama berbeda-beda yang menunjukan perasaan bahagia, cinta, maupun duka. Biasanya, Sape yang dimainkan di siang hari memiliki nada-nada ceria dan gembira.

Sementara di malam hari, Sape dimainkan dengan nada syahdu, sendu, bahkan sedih. Sape juga kerap dimainkan sebagi ungkapan perasaan kepada orang yang dicintai.

Pariwisata Indonesia

Sape biasanya dimainkan dalam upacara-upacara adat. Petikan syahdu Sape disertai dengan mantra dan doa bahkan bisa membuat orang yang menghadiri upacara kerasukan roh para leluhur. Selain di upacara adat, Sape juga dimainkan dalam berbagai pesta rakyat maupun sebagai instrumen pengiring tari-tarian tradisional.

Sape menjadi salah satu alat musik tradisional Indonesia yang mendunia. Saat ini, Sape sering dimainkan bersama alat-alat musik modern. Sape juga kerap dimainkan di beberapa festival internasional.

Bahkan, alat musik yang sejak tahun 2017 ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda ini mampu memukau penonton dalam acara Closing Ceremony Asian Games 2018 silam. (Nita)