Sandeq adalah perahu layar tradisional yang digunakan oleh nelayan Suku Mandar (Foto : okezone)

Perahu Sandeq

Perahu Lincah untuk Menjelajah Berbagai Perairan

Perahu Lincah untuk Menjelajah Berbagai Perairan

Nenek moyangku orang pelaut

Gemar mengarung luas samudera

Menerjang ombak, tiada takut

Menempuh badai, sudah biasa

 

Halo, Gaes!

Lo pasti udah enggak asing dengan lirik lagu di atas, kan? Tinggal di wilayah kepulauan emang membuat sebagian nenek moyang kita mencari nafkah di laut, termasuk nenek moyang Suku Mandar di destinasi Pariwisata Indonesia di Sulawesi Barat. Makanya enggak perlu heran kalo provinsi ini punya banyak warisan budaya bahari, salah satunya Sandeq.

Sandeq adalah perahu layar tradisional yang digunakan oleh nelayan Suku Mandar dan sejak tahun 2014 sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia. Sebenarnya ada beberapa jenis perahu lain yang dibuat oleh masyarakat Suku Mandar. Tapi Sandeq menjadi salah satu yang terkenal karena sepenuhnya menggunakan tenaga angin dan masih digunakan hingga sekarang, loh.

Perahu ini memiliki bentuk yang runcing atau ramping, sesuai dengan namanya yaitu Sandeq yang dalam Bahasa Mandar berarti runcing. Bentuk runcing ini membuat Sandeq lebih lincah dan cepat dibanding perahu layar lain. Perahu yang memiliki kecepatan 15-20 knot atau 30-40 km/jam ini bahkan digadang-gadang sebagai perahu tradisional tercepat dan terkuat di Austronesia, loh.

Selain layar, Sandeq juga memiliki cadik yaitu bilah yang dipasang di salah satu atau kedua sisi kapal yang digunakan untuk menyelaraskan perahu dengan ombak dan arus. Bilah ini berupa batangan atau lambung yang memiliki ukuran lebih kecil jika dibandingkan perahu itu sendiri. Fyi, cadik adalah teknologi bahari di masa lalu, Gaes.

Perahu ini memiliki bentuk yang runcing atau ramping, sesuai dengan namanya yaitu Sandeq yang dalam Bahasa Mandar berarti runcing (Foto : ujungjari)

Penggunaan cadik bisa membuat Sandeq bisa menjelajahi berbagai jenis perairan, mulai dari laut dalam, laut dangkal, pesisir coral, hingga pertemuan arus laut. Selain itu, cadik bisa mengurangi risiko perahu terbalik ketika diterjang ombak.

Memiliki lebar lambung antara 0,5 – 1 meter, tidak lantas menjadikan Sandeq sebagai perahu bermuatan sedikit. Perahu layar dengan panjang 5 hingga 15 meter ini bisa mengangkut beban mulai dari ratusan kilogram hingga 2 ton lebih, loh.

Hal ini sesuai dengan tujuan pembuatan Sandeq yaitu sebagai sarana bagi para nelayan untuk mencari ikan di lautan. Sandeq juga digunakan sebagai alat transportasi bagi para pedagang untuk menjual hasil bumi. Bahkan di masa lalu, para pedagang Suku Mandar menggunakan Sandeq untuk berburu rempah-rempah hingga ke Ternate dan Tidore.

Bukan itu aja, Gaes. Selain sebagai alat untuk menerjang ombak di lautan, perahu ini ternyata punya fungsi lain, loh. Misalnya, untuk memasang perangkap telur dari rangkaian daun kelapa dan rumput laut, ketika musim ikan terbang bertelur.

Sandeq juga memiliki kemampuan unik, yaitu dapat berlayar melawan arah angin dengan teknik berlayar zig zag atau dalam Bahasa Mandar disebut makkarakkayi. Kemampuan melawan angin dan gelombang ini membuat Sandeq sangat bermanfaat saat mengejar kawanan ikan tuna.

Tidak sekedar menjadi sarana untuk mencari nafkah, Sandeq juga digunakan untuk hiburan. Ketika cuaca kurang bersahabat dan para nelayan terpaksa libur melaut, biasanya mereka akan mengadakan lomba adu kemampuan manuver. Passandeq (awak perahu Sandeq) yang berjumlah 8 orang termasuk kapten, akan saling bekerjasama untuk membaca arah angin dan menentukan teknik manuver. Ini membutuhkan ketelitian, kemampuan memimpin, kerja sama, hingga kemampuan saling mengimbangi.

Lomba yang di masa sekarang lebih dikenal dengan Sandeq Race ini biasanya diadakan untuk menyambut peringatan HUT Republik Indonesia. Ratusan Sandeq akan ikut serta dan menjadi salah magnet Pariwisata Indonesia di Sulawesi Barat.

Kalo berminat menyaksikannya, jangan lupa untuk menjadwalkan kunjungan lo ke provinsi yang beribukota di Mamuju ini, ya Gaes ya.

Pewarta:  Anita Basudewi Simamora
COPYRIGHT © PI 2023