Suku Mollo yang pertama kali mengolah Se’i biasanya menjadikan hidangan ini sebagai sesajian untuk para dewa. (Foto : sisibaik)

Mengenal Se’i

Daging Asap Khas NTT yang Kekinian

Daging Asap Khas NTT yang Kekinian

Halo, Pecinta Wisata Kuliner!

Se’i! Sebagai pecinta wisata kuliner terutama yang berbahan dasar daging, lo pasti udah enggak asing dengan makanan yang satu ini. Beberapa tahun terakhir, Se’i emang cukup viral dan jadi salah satu kuliner kekinian. Nah! Kali ini gue mau ngajak lo terbang ke kampung halaman Se’i yang merupakan salah satu destinasi Pariwisata Indonesia di Nusa Tenggara Timur. Cekidot!

Pegunungan Mutis, Pulau Timor, Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah tempat asal kuliner yang satu ini. Suku Mollo yang pertama kali mengolah Se’i biasanya menjadikan hidangan ini sebagai sesajian untuk para dewa. Fyi, pada awalnya Se’i memiliki rasa tawar karena Suku Mollo yang tinggal di pegunungan belum mengenal garam yang berasal dari lautan.

Sebenarnya, Se’i adalah teknik pengawetan daging secara tradisional yang biasa dilakukan dengan cara pengasapan. Eits! Tapi Se’i bukan sekedar daging asap biasa, ya Gaes ya, karena teknik pengolahan daging ini cukup unik.

Agar menghasilkan Se’i yang sempurna, daging yang diiris tipis-tipis harus diasapi selama berjam-jam. Proses ini dilakukan untuk mengeringkan kadar air dan darah dalam daging. Bara api yang digunakan juga harus tetap menyala tanpa dikipasi agar tidak terlalu banyak menghasilkan asap. Untuk itu, kayu yang paling cocok digunakan adalah kayu kosambi.

Kosambi atau kesambi (Schleichera oleosa) adalah pohon yang hidup di wilayah dengan musim kemarau yang kuat. Kosambi mencapai tinggi hingga 40 meter dengan daun majemuk menyirip genap. Meski cuma sebentar, pohon ini biasanya menggugurkan daunnya pada musim kemarau.

Pohon kosambi mempunyai kayu yang padat, berat, dan sangat keras. Kayu ini terkenal ulet, kenyal, dan tahan terhadap perubahan kering dan basah. Makanya pada masa lalu, kayu kosambi sering dimanfaatkan sebagai jangkar perahu. Kayu pohon ini juga kerap dijadikan bahan untuk membuat alu, silinder-silinder dalam penggilingan, hingga perkakas rumah tangga.

Selain kayu yang digunakan sebagai arang pembakaran, daun kosambi juga digunakan dalam proses pengasapan Se’i sebagai penahan panas. Daging yang selama pengasapan ditutupi oleh daun kosambi akan memiliki tekstur, rasa, dan warna yang tetap terjaga.

Proses pengasapan Se’i juga cukup unik karena arang ditempatkan jauh dari panggangan. Jarak yang bisa mencapai dua meter ini diperlukan agar asap tidak meresap ke dalam daging dan memengaruhi rasa.

Sebenarnya, Se’i adalah teknik pengawetan daging secara tradisional yang biasa dilakukan dengan cara pengasapan (Foto : paxelmarket)

Pada masa lalu, Suku Mollo menggunakan daging babi hutan sebagai bahan baku Se’i. Tapi seiring perkembangan, Se’i di berbagai tempat mulai menggunakan daging-daging lain agar bisa dinikmati oleh masyarakat umum. Beberapa daging yang biasa diolah menjadi Se’i misalnya sapi, ayam, hingga ikan. Se’i yang dibuat pun dilumuri dengan garam dalam proses marinasi untuk menambahkan cita rasa asin.

Biasanya Se’i yang sudah matang akan disajikan dengan sambal luat, sambal khas Nusa Tenggara Timur yang terdiri dari cabai rawit, bawang merah, bawang putih, daun kemangi, tomat, garam, dan jeruk nipis. Agar lebih nikmat, kuliner yang satu ini disajikan bersama tumisan daun pepaya, bunga pepaya, buah pepaya muda, daun kelor, daun singkong, atau jantung pisang.

Meskipun daging yang hanya dilumuri garam sudah bisa menghasilkan Se’i yang lezat, tapi para koki kerap mengolah Se’i dengan tambahan berbagai bumbu sehingga menjadi hidangan kekinian. Jangan heran kalo lo menemukan Se’i saus black pepper, Se’i sambal hijau, Se’i sambal rica-rica, atau Se’i sambal matah.

Oh ya, Gaes, sejak tahun 2016 Se’i sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia. Kalo berkunjung ke destinasi Pariwisata Indonesia di Nusa Tenggara Timur, jangan lupa mencicipi kuliner yang satu ini, ya.

Pewarta:  Anita Basudewi Simamora
COPYRIGHT © PI 2023