Halo, Gaes!
Liburan ke Bali akan lebih lengkap dengan membeli cinderamata. Nyokap, bokap, adek, tetangga, hingga teman se-genk bakalan happy kalo kepulangan lo disertai dengan oleh-oleh khas Pulau Dewata.
Eits! Tapi kenang-kenangan dari destinasi Pariwisata Indonesia yang satu ini bukan cuma kain pantai, kaos kekinian, atau gantungan kunci, loh. Ada satu oleh-oleh yang bakal disukai nyokap lo, terutama kalo beliau adalah kolektor kain tradisonal, yaitu Endek.
Endek adalah kain tenun ikat khas Bali. Penamaan kain tenun ini diambil dari Bahasa Bali yaitu ngendek atau gendekan yang berarti tetap, tidak berubah warnanya. Kata ini diambil dari proses pewarnaan Endek, Gaes, yaitu dengan cara mengikat bagian-bagian motif.
Benang yang sudah diikat kemudian dicelupkan dalam cairan warna. Nah! Karena diikat, maka warna di bagian-bagian tersebut tetap atau tidak berubah. Selanjutnya, bagian-bagian yang belum berwarna pun diwarnai agar lebih indah.
Ada dua jenis bahan yang biasanya digunakan untuk mewarnai Endek. Pertama, bahan alami yang berasal dari akar mengkudu, kayu secang, daun mangga, serabut kelapa, dan sebagainya. Kedua, bahan kimia yang berasal dari tawas, kapur, atau pewarna sintesis lainnya.
Fyi, Kain Endek diyakini sudah ada sejak abad ke-16 atau pada masa pemerintahan Raja Dalem Waturenggong di Kerajaan Gelgel, Klungkung. Pada masa itu, Endek hanya digunakan oleh raja dan keluarganya. Tapi dalam perkembangannya, Endek mulai digunakan oleh masyarakat umum.
Meskipun sudah ada sejak ratusan tahun lalu, Endek baru berkembang pesat di zaman Kemerdekaan Republik Indonesia atau sekitar tahun 1980an, Gaes. Bukan hanya warga lokal, kain tenun ini juga diburu oleh pengunjung yang datang ke Pulau Dewata. Endek bahkan menjadi salah satu komoditas ekspor dari Provinsi Bali.
Seperti kain tradisional lainnya, Endek juga memiliki beragam motif khas yang terinspirasi dari flora, fauna, tokoh pewayangan, atau bentuk geometri. Motif-motif ini punya peruntukkan masing-masing, ya Gaes ya, jadi harus hati-hati dalam memilihnya.
Contohnya, motif patra dan encak saji yang sakral, hanya digunakan untuk upacara keagamaan. Sedangkan motif bernuansa alam dapat digunakan untuk kehidupan sehari-hari. Bahkan, Endek dengan motif tertentu diyakini dapat berfungsi sebagai penolak bala, loh.
Di masa lalu, Endek hanya digunakan sebagai pakaian dalam upacara adat, Gaes. Selain itu, kain tenun ini juga digunakan untuk menghias tempat-tempat upacara adat yang ada di pura ataupun di rumah. Tapi seiring perkembangan zaman, kain tenun ini mulai digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari baju dinas hingga pernak-pernik cinderamata, seperti tas, kipas, serta hiasan dekorasi.
Proses pembuatan Endek emang memakan waktu yang cukup lama karena dikerjakan dengan tenaga manusia. Pembuatan sehelai kain Endek bisa memakan waktu hingga dua bulan, loh. Makanya, harga Endek bervariasi, mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah.
Harga segitu, sih, worth it banget, Gaes. Soalnya, Endek emang bagus dan estetik banget. Saking bagusnya, Christina Dior, perancang busana kenamaan internasional, pernah menggunakan Endek untuk membuat busana dalam koleksi Spring/ Summer 2021. Kerennya lagi, busana-busana ini ditampilkan dalam peragaan busana di Paris Fashion Week pada tahun 2020.
Oh ya, Gaes. Sejak tahun 2015, Endek sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia, loh. Kalo berlibur ke destinasi Pariwisata Indonesia di Bali, jangan lupa membeli kain indah ini, ya Gaes ya.
Pewarta: Anita Basudewi Simamora
COPYRIGHT © PI 2023
Leave a Reply