Halo, Gaes!
Bagi sebagian orang, gimbal emang jadi salah satu style rambut yang cukup eksotis dan diminati. Enggak sedikit yang menggunakan gaya rambut ini, mulai dari atlet, selebritis, hingga masyarakat umum. Eits! Tapi bagi masyarakat di dataran tinggi Dieng, rambut gimbal punya cerita sendiri. Penasaran seperti apa? Yuk, baca ulasan ini sampai akhir, ya.
Dataran tinggi Dieng bukan hanya terkenal dengan keindahan alam yang menjadi salah satu daya tarik Pariwisata Indonesia. Tradisi dan budayanya juga menjadi magnet tersendiri. Salah satunya yang berhubungan dengan rambut gimbal, yaitu tradisi Ruwatan Rambut Gimbal.
Ruwatan adalah upacara adat yang dilangsungkan untuk membuang nasib sial, malapetaka, atau kemalangan. Nah! Bagi masyarakat Dieng, rambut gimbal juga bisa membawa hal-hal negatif ini, loh. Makanya harus dihilangkan atau dibuang.
Fyi, enggak semua anak di Dieng memiliki rambut gimbal. Mereka yang memiliki rambut menggumpal ini diyakini adalah keturunan leluhur setempat yaitu Kyai Tumenggung Kaladete. Ada juga yang percaya bahwa anak-anak terpilih ini adalah titisan dari Nyai Roro Kidul yang diyakini merupakan penguasa Pantai Selatan.
Menurut masyarakat Dieng, rambut gimbal hanya bisa dihilangkan jika dipotong melalui acara ruwatan. Jika tidak, rambut tersebut akan tumbuh dengan kondisi gimbal lagi. Selain itu, anak yang bersangkutan pun diyakini akan mudah sakit-sakitan.
Uniknya, anak yang akan menjalani ruwatan rabut gimbal boleh mengajukan permintaan apa saja. Sst! Konon permintaan-permintaan ini diyakini bukan merupakan permintaan si anak, melainkan permintaan dari mahluk lain yang menjaga si anak. Permintaannya pun beragam, Gaes. Mulai dari sepeda, laptop, hewan peliharaan, ikan asin, bahkan terasi.
Orang tua wajib memenuhi permintaan tersebut, loh. Bukan hanya karena permintaan itu adalah imbalan potong rambut, tapi juga sebagai syarat wajib. Permintaan yang tidak dipenuhi diyakini bisa membuat rambut gimbal si anak kembali.
Ruwatan yang pada tahun 2016 sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia dari Provinsi Jawa Tengah ini bisa dilakukan sendiri atau secara massal, Gaes. Jika dilaksanakan sendiri, rangkaian acaranya bisa lebih sederhana, yaitu pengajian, pengabulan permintaan, dan penyiapan beberapa sesaji, yang dilanjutkan dengan pemotongan rambut gimbal.
Sedangkan ruwatan yang dilakukan secara massal harus melewati rangkaian acara yang cukup panjang. Diawali dengan napak tilas yang dilakukan oleh para tetua adat untuk mengenang Kyai Tumenggung Kaladete, lalu ziarah di 14 tempat suci dan pengambilan air dari 7 sumber mata air di dataran tinggi Dieng.
Acara dilanjutkan dengan arak-arakan keliling kampung yang diikuti oleh anak-anak yang akan menjalani ruwatan. Sesajen berupa tumpeng, ketupat, dan lauk pauk yang sudah disiapkan harus dibawa dalam arak-arakan ini. Setelah keliling kampung, acara dilanjutkan dengan ritual panjamasan atau pensucian, yaitu memandikan anak-anak yang akan diruwat dengan air dari sumber mata air. Kemudian acara pemotongan rambut yang biasanya diselenggarakan di area Candi Arjuna ini pun pun siap dilakukan.
Selain untuk membuang kemalangan si anak, dalam acara ini juga dilakukan doa-doa agar kesejahteraan dilimpahkan kepada si anak, keluarga, dan masyarakat di Dataran Tinggi Dieng.
Di masa dulu, Ruwatan Rambut Gimbal biasanya dilakukan pada tanggal Satu Suro dalam Kalender Jawa. Tapi seiring perkembangan zaman, tradisi ini enggak harus dilakukan di tanggal tersebut. Biasanya para orang tua memilih bulan Juni atau Juli yang merupakan masa libur panjang sekolah.
Bahkan, Ruwatan Rambut Gimbal dijadikan salah satu acara puncak dalam Dieng Culture Festival. Banyak pengunjung yang datang ke festival Pariwisata Indonesia ini untuk menyaksikan tradisi unik tersebut. Kalo lo penasaran dengan tradisi Ruwatan Rambut Gimbal ini, yuk, ikut gabung!
Pewarta: Anita Basudewi Simamora
COPYRIGHT © PI 2023
Leave a Reply