Halo, Gaes!
Kalo di Italia terkenal cerita Romeo dan Juliet sebagai kisah cinta dengan ‘sad ending’, Palembang juga punya kisah serupa. Meski tidak mirip, tapi keduanya sama-sama menceritakan kisah cinta yang kandas.
Ini adalah kisah legenda cinta antara Tan Bun An dan Siti Fatimah, Gaes.
Baca juga : Pulau Kemaro Palembang Didorong Jadi Pariwisata Terpadu, Akan Bangkit Kembali Citra “Venesia dari Timur”
Alkisah, Tan Bun An adalah pangeran dari Negeri Tiongkok yang datang ke Palembang untuk berdagang. Ketika meminta izin pada raja, Tan Bun An bertemu dengan Siti Fatimah yang merupakan putri sang raja.
Singkat cerita, mereka saling tertarik dan berniat melanjutkan ke jenjang pernikahan.
Baca juga : Mengenal Tempat Wisata Sejarah di Palembang, Pulau Kemaro Wajib Dikunjungi Sob!
Sebelum menikah, Tan Bun An terlebih dulu mengajak Siti Fatimah ke Negeri Tirai Bambu untuk minta restu pada orang tuanya.
Setelah restu dikantongi, keduanya pun kembali ke Palembang. Tapi enggak cuma restu aja yang didapat, orang tua Tan Bun An juga membekali anaknya dengan tujuh buah guci besar.
Di perjalanan menuju Palembang, tepatnya di Sungai Musi, Tan Bun An enggak bisa menahan rasa kepo terhadap guci-guci hadiah itu. Maka, dibukanya satu guci.
Ternyata, isi gucinya itu adalah sawi yang diasinin. Tan Bun An kecewa berat. Jauh-jauh pergi ke Tiongkok, pulangnya cuma dibekali sawi asin.
Saking kecewanya, Tan Bun An membuang guci-guci tadi ke Sungai Musi. Tapi tepat di guci ke tujuh, gucinya terjatuh dan pecah. Ternyata, di bawah tumpukan sawi asin itu terdapat banyak emas, Gaes!
Tan Bun An tersadar. Lantaran ‘negative thinking’, dia sudah kehilangan enam guci berisi benda berharga.
Terbawa emosi, Tan Bun An langsung terjun ke Sungai Musi untuk mengambil guci-guci sebelumnya. Tan Bun An enggak sendiri. Satu orang pengawalnya, juga ikutan terjun.
Karena Tan Bun An dan pengawalnya tidak muncul-muncul ke permukaan, Siti Fatimah pun khawatir dan memutuskan untuk terjun juga. Alhasil, ketiganya tenggelam bersama.
Tak pelak lagi, pernikahan yang sudah dirancang jauh-jauh hari berakhir dengan ‘gigit jari’ alias ambyar!
Beberapa waktu kemudian, konon di lokasi Tan Bun An dan Siti Fatimah tenggelam, muncul sebuah pulau.
Pulau itu kemudian dinamakan ‘Pulau Kemaro’ yang berarti pulau kemarau karena tidak pernah terendam air bahkan ketika air Sungai Musi meluap. Keren, kan?
Selain karena legenda asal-usulnya yang menarik, Pulau Kemaro juga punya daya tarik tersendiri, loh.
Di tengah pulau ini, lo bisa melihat pagoda tingkat 9 yang desainnya mirip dengan pagoda yang ada di Negeri Tiongkok. Di samping pagoda itu, lo juga bisa mengunjungi Klenteng Kwan Im yang di depannya terdapat makam Tan Bun An dan Siti Fatimah. Enggak cuma itu aja, pemandangan alam di pulau ini juga sangat cantik, Gaes!
Apalagi saat-saat Imlek dan perayaan Cap Gomeh adalah waktu paling tepat untuk mengunjungi Pulau Kemaro karena banyak festival dan acara yang bisa lo nikmati di sini, seperti pertunjukan barongsai dan penerbangan lampion. Pokoknya, serasa berkunjung di Negeri Tiongkok.
Untuk sampai di Pulau Kemaro, lo hanya perlu menempuh perjalanan sekitar 20 menit dari Dermaga Benteng Kuto Besak.
Eits, tapi ada mitos yang berkembang di masyarakat Palembang. Lo enggak boleh mengunjungi Pulau Kemaro bersama pasangan, kalo enggak mau kisah cinta kalian kandas seperti Tan Bun An dan Siti Fatimah.
Selepas kalian baca artikel ini, berani terima tantangan dengan mengajak ‘gebetan’ lo untuk berlibur ke Pulau Kemaro, Gaes? (Anita)
Pewarta: Anita Basudewi Simamora
COPYRIGHT © PI 2022
Leave a Reply