Nama Cepot mungkin tidak asing di telinga Sobat Pariwisata. Salah satu tokoh dalam gelaran Wayang Golek ini memang sangat popular. Dengan sifatnya yang humoris dan sedikit menyebalkan mampu membuat penonton terpingkal-pingkal. Ngomong-ngomong, bagaimana sih sejarah dan perkembangan Wayang Golek?
Penamaan Wayang Golek diambil dari kata golek yang berarti boneka kayu. Kesenian ini pertama kali berkembang di daerah pesisir utara Jawa, yaitu Brebes, Cirebon, dan sekitarnya. Pada awal kemunculannya, wayang golek tidak begitu berkembang, loh. Karena masyarakat sudah cenderung jatuh cinta pada Wayang Kulit yang telah ada bertahun-tahun di Pulau Jawa.
Kehadiran Wayang Golek tidak lepas dari pengaruh Wayang Kulit. Karena itu, ada kesamaan tokoh dalam Wayang Golek dan Wayang Kulit. Hanya saja, nama tokoh-tokoh ini ada yang dibuat berbeda. Misalnya, tokoh Bagong dalam Wayang Kulit identik dengan Cepot dalam Wayang Golek, atau tokoh Petruk dalam Wayang Kulit identik dengan Dawala atau Udel dalam Wayang Golek.
Material utama pembuatan Wayang Golek adalah kayu. Kayu yang telah diukir menyerupai manusia tersebut, akan didandani dengan kain-kain sebagai busana yang akan membuatnya lebih menarik. Pada bagian tangan Wayang Golek akan diberikan sebilah kayu yang disebut tuding.
Tuding menjadi bagian penting untuk bisa menghidupkan Wayang Golek dengan berbagai gerakan dan gestur. Karena merupakan wayang tiga dimensi, pertunjukan Wayang Golek bisa dilakukan kapan saja, baik pagi maupun malam. Dalam pertunjukannya, tidak diperlukan pencahayaan khusus layaknya wayang kulit.
Dalam perkembangannya, Wayang Golek terbagi menjadi tiga jenis. Pertama, Wayang Cepak (wayang kepala datar) yang berkisah tentang babad Cirebon dan sejarah Tanah Jawa dengan sisipan muatan ajaran Islam. Kedua, Wayang Golek Purwa yang menceritakan kisah Ramayana dan Mahabrta. Yang terakhir adalah Wayang Golek Modern
Adalah Sunan Kudus yang pertama kali menggunakan wayang golek sebagai media penyebaran agama Islam pada tahun 1583. Beliau membuat setidaknya 70 buah wayang dari kayu. Kisah-kisah yang dibawakan berkenaan dengan kehidupan sehari-hari dengan petuah dan nilai-nilai ajaran agama Islam dan diselipi humor yang membuat penonton tidak ingin beranjak. Pada saat itu, wayang golek banyak digunakan di kalangan para santri dan ulama.
Saat Panembahan Ratu (1640-1650) yang merupakan cicit dari Sunan Kudus memimpin Kesultanan Cirebon, Wayang Golek Cepak mulai dipentaskan di Tanah Parahyangan. Selanjutnya saat pemerintahan Pangeran Girilaya (1650-1662), Wayang Golek Cepak semakin popular di kalangan masyarakat. Wayang golek mulai tersebar masif ke seluruh penjuru Jawa Barat sejak dibukanya De Grote Postweg (Jalan Raya Daendels).
Bupati Bandung ke-6, Wiranata Kusumah III (1829-1846), memiliki andil dalam perkembangan bentuk Wayang Golek. Beliau memiliki gagasan dan menyampaikannya pada Ki Darman (pengrajin dan pegiat wayang kulit asal Tegal) untuk merancang Wayang Golek yang kental akan nilai ke-Sunda-an. Hasil karya tersebut menghadirkan bentuk Wayang Golek seperti yang kita saksikan sekarang.
Dalam penampilannya, wayang golek akan dimainkan oleh seorang dalang. Selain sebagai orang yang memainkan wayang, dalang juga berperan sebagai pemimpin, pembuat cerita, serta pemberi petuah atau nasihat dalam kehidupan. Agar lebih menarik, pertunjukan Wayang Golek diiringi musik instrumen yang dimainkan oleh para pemusik.
Alat musik tradisional yang digunakan diantaranya gendang, gambang, rebab, gong, salendro (gamelan khas Sunda), dan berbagai alat musik tradisional khas Sunda lainnya. Sejak tahun 1920-an, pertunjukan Wayang Golek juga diiringi oleh penampilan seorang sinden yang akan menyanyikan lagu-lagu khas Sunda.
Kepopularan Wayang Golek di kalangan masyarakat luas tidak terlepas dari andil para dalang seperti R.H. Tjetjep Supriyadi, R.U. Partasuwanda, Ade Kosasih Sunarya, Asep Sunandar, dan sebagainya. Bahkan, Wayang Golek pernah menjadi program acara khusus di salah satu televisi swasta nasional.
Selain sebagai hiburan, Wayang Golek juga diperjualbelikan sebagai souvenir. Beberapa penggemar menyimpan Wayang Golek di rumah dengan tujuan pajangan (di dinding rumah) maupun koleksi.
Sobat Pariwisata, Wayang termasuk Wayang Golek telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia yang Tak Ternilai dalam Seni Bertutur (Masterpiece of Oral and Ingtangible Heritage of Humanity) pada 7 November 2003. Yuk, terus kita lestarikan kesenian ini!(Nita/RPI)
Leave a Reply