PariwisataIndonesia.ID – Redaksi PariwisataIndonesia.id berkesempatan berbincang santai dengan Teuku Badruddin Syah selaku President Director PT Korina Refinery Aceh, CEO PT Kimco Citra Mandiri (KIMCO Group), yang juga sebagai President Director PT Wangsa Energi Prakarsa di Mega Kuningan, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Pria yang dijuluki Abu Turki merupakan salah satu tokoh Aceh yang tinggal di Jakarta dan memiliki kekerabatan dengan tokoh-tokoh utama Gerakan Aceh Merdeka (GAM), mengaku sangat cinta NKRI.
Mengawali wawancaranya, menyebut sebagai pendiri Lembaga Keluarga Besar Bangsawan Pasai yang memiliki cita-cita mulia dan bertekad siap mengentaskan kemiskinan rakyat Aceh. Di sisi lain, berkat kegigihannya, kelak segera berdiri sebuah kilang minyak terintegrasi jadi kebanggaan di Tanah Rencong.
Dalam wawancaranya Abu Turki menyebut kilang minyak milik pencinta motor besar yang aktif sebagai senior riders di komunitas Harley-Davidson Club Indonesia (HDCI) digadang-gadang jadi “kilang minyak terbesar kedua” di Indonesia.
Perawakan putra daerah asal Bumi Serambi Mekkah ini tinggi besar, memiliki sorot mata tajam dan suaranya menggelegar, pada kesan pertama tak heran menyimpulkan dirinya itu seperti tak pernah takut pada siapapun dan menakutkan.
Namun, kesan itu perlahan pupus tatkala Teuku Badruddin Syah menyambut hangat kedatangan PariwisataIndonesia.id di tengah kesibukan dan padatnya jadwal dia, yang secara bersamaan di ruang kerjanya juga kedatangan beberapa tokoh Aceh GAM.
Dalam obrolan santai ini, PariwisataIndonesia.id turut didampingi Founder dan CEO PVK Grup Umi Kalsum, Pemred Pajak Online Eka L Prasetya dan Zulkarmedi.


Wawancara berikutnya, terungkap pula bahwa dr. H. Zaini Abdullah adalah “Abuwa” dari almarhum ibunya didapuk sebagai Gubernur Aceh setelah konflik Tanah Rencong di Pemilukada Aceh tahun 2012.
Dulu, sebelum menjabat gubernur merupakan mantan Menteri Kesehatan dan Menteri Luar Negeri Aceh Merdeka. Untuk mengenal lebih dekat profilnya, maka tak lengkap bila tidak mengulas Kesultanan Samudera Pasai. Pasalnya, sejarah “Nusantara-Indonesia” mencatat, bahwa Aceh pernah makmur dan berdaulat sebagai negeri yang otonom di bawah Kerajaan Samudera Pasai.
Sekelumit Sejarah Kerajaan Samudera Pasai
Temuan sejarah didasari Hikayat Raja-raja Pasai. Diceritakan, masa keemasan Kerajaan Samudera Pasai tidak bisa lepas dari sejarah Kesultanan Mamluk yang berpusat di Kairo. Konon, Laksamana Laut dari Mesir bernama Nazimuddin Al-Kamil inilah yang menunjuk Marah Silu (Meurah Silu) sebagai pemimpin pertama Kerajaan Samudera Pasai.
Untuk menelusuri keberadaan kerajaan yang berasal dari kesusastraan Melayu Aceh di masa lampau ini, para peneliti sejarah membentuk generalisasi pada sebuah kesimpulan umum, bahwa Kesultanan Pasai dikaitkan dengan peninggalan bernilai sejarah tinggi.
Disebutkan oleh R.S. Wick dalam bukunya “Money, Markets, and Trade in Early Southeast Asia” yang terbit tahun 1992, dipadukan dengan penelitian sejarah yang dilakukan Dr. Russel Jones, maka jejak sejarah di masa lampau menunjukkan kemakmuran Aceh di zman itu.
Begitu pula dengan penemuan arkeologisnya, yang menyisakan banyak bukti sejarah yang terletak di pesisir pantai utara Sumatera, kampung Geudong, Aceh Utara, Provinsi Aceh, Indonesia, berbentuk makam raja-raja di mana salah satunya terdapat nama Sultan Malikussaleh.
Bukti lainnya dengan ditemukannya alat tukar pembayaran berupa koin berbahan emas dan perak tertera nama raja yang berjaya di zaman itu.
Termasuk sebuah lonceng raksasa “Cakra Donya” sebagai hadiah dari Laksamana Cheng Ho untuk Sultan Pasai. Lalu, stempel khas Kesultanan Pasai, tak cuma itu saja, juga bukti otentik lainnya berbentuk karya tulis seperti Hikayat Raja Pasai dan Buku Tasawuf Durru al-Manzum.


Kesultanan Samudera Pasai juga dikenal dengan nama Samudera Darussalam maupun Samudera Pasai, adalah kerajaan Islam pertama sebelum Indonesia merdeka.
Letaknya yang strategis membuat wilayah ini banyak dikunjungi saudagar-saudagar kaya dari berbagai negara yang datang untuk berniaga, seperti: Tiongkok, India, Siam, Arab, dan Persia.
Pada masa jayanya, Samudera Pasai menjadi pusat perniagaan penting di kawasan nusantara dan gemanya tersebar luas hingga ke Asia. Masa pemerintahan Kerajaan Islam ini berdiri tahun 1267, yang didirikan oleh Sultan Malikussaleh.
Ia adalah sultan Islam pertama di nusantara. Mulanya bernama “Meurah Silu” berganti nama setelah masuk agama Islam bergelar menjadi Sultan Malik al-Saleh atau Sultan Malikussaleh (1267-1297 M).
Sosok Malikussaleh satu-satunya raja yang fasih mengamalkan Al-quran dan orang alim. Makna Malikkussaleh diartikan “Malik yang saleh” berasal dari keturunan Sukee Imeum Peuet, yakni julukan untuk keturunan empat maharaja/meurah bersaudara yang berasal dari Mon Khmer (Champa).
Kentalnya keislaman sang sultan, tak ayal Samudera Pasai juga disebut-sebut sebagai kawasan perkembangan agama Islam yang dipimpin oleh seorang raja secara turun temurun. Sayangnya, kerajaan ini runtuh tahun 1521 akibat perebutan kekuasaan, perang saudara, dan diserang Portugis. (eh)
Bersambung…
Leave a Reply