Pariwisata-Indonesia
Jepretan foto terbaik ini diambil pakai drone, menggambarkan Pesona Danau Gunung Tujuh mirip rindu yang telah berubah menjadi candu. (Foto: Media PI/Dok: Instagram @yudakharsana)

Jangan Lupa dengan Sejarah, Meski Pesona “Danau Gunung Tujuh” Memikat dan Bikin Mabuk Kepayang

PariwisataIndonesia.ID – Sobat Pariwisata, kita mesti bangga jadi Anak Indonesia. Tapi Sobat, jika ditanya dengan satu pertanyaan sederhana yang bikin garuk-garuk kepala ini.

Sudahkah menjelajahi keindahan destinasi wisata alam di 34 Provinsi Indonesia? Dijamin tak semua Anak Indonesia mampu menjawab, “Ya!”

Jangan Lupa dengan Sejarah

Banyak tempat-tempat wisata keren, cantik, dan memesona yang ada di negeri ini, mulai dari Sabang sampai Merauke hijaunya bak hamparan permadani. Landscapenya, malah sanggup menghipnotis dan menyebarkan “madu abadi” yang tak lekang dengan waktu, sudah tentu membuat siapapun akan silap mata dengan keindahan alam Indonesia ini.

Alasannya? Negara ini terletak di daerah khatulistiwa, Indonesia disebut-sebut zamrud dari khatulistiwa.

Mengapa tidak disebut “safir” dari khatulistiwa, mungkin karena Indonesia adalah negeri yang subur hijau royo-royo alias bangsa ini cuma kaya akan sumber daya alamnya, dari kekayaan alam bawah lautnya sampai gugusan pegunungan, seluruh dunia paham, Indonesia juara!

Sayangnya, negeri tempat kelahiran kita, sebagian tanahnya sudah dikuasai oleh orang asing. Minyak, emas, tembaga, perak, nikel sudah dieksploitasi oleh perusahaan asing. Indonesia kebagian airnya saja.

Sampai-sampai, untuk menggambarkan “Tanah Tumpah Darah”, tak luput musisi legendaris Koes Plus membuatkan lagu khusus berjudul “Kolam Susu”, saking subur hamparan tanah dan lautan yang teramat luas ini seperti tak pernah habis untuk dijelajahi!

PariwisataIndonesia.ID mencatat, di balik makna dari judul lagu “Kolam Susu”, lautan Indonesia diibaratkan sebagai “kolam susu”, yang diartikan keanekaragaman terumbu karang dan ribuan ikan dapat ditemukan di laut Indonesia.

Sementara, “tongkat kayu dan batu jadi tanaman” diartikan suburnya tanah Indonesia. Apabila bangsa ini mau menjaga dan mengolah alamnya secara baik, 100% dijamin tidak akan ada rakyat Indonesia kelaparan!

Menyoroti warisan yang diperoleh dari para pahlawan dan leluhur kita terdahulu hingga Indonesia ini merdeka dan tak menampik, karunia berupa semesta alam yang begitu luar biasanya ini sudah pasti berkat Kerahiman Tuhan Yang Maha Esa.

Oleh karena itu, untuk menggugah kembali rasa nasionalisme pada diri kita biar kian hari tak semakin pupus, terutama generasi penerus bangsa, diminta agar mari menjaga dan merawat alam ini tetap lestari, mengawalinya dengan menyematkan pesan berikut:

“Sejarah adalah alat yang digunakan oleh politisi untuk membenarkan niat mereka.” – Ted Koppel.

“Sejarah adalah seperangkat kebohongan yang disepakati.” – Napoleon Bonaparte.

Namun “Bapak Bangsa Indonesia” yang akrab dikenal dengan “The Founding Fathers” adalah julukan bagi 68 orang tokoh Indonesia terus bersikukuh dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia agar terlepas dari penjajahan bangsa asing. Salah satunya, siapakah gerangan? Bung Karno!, yang sekaligus termasuk tokoh proklamator negara ini, tak sependapat dengan pernyataan di atas.

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenal sejarah”, bunyi kutipan yang ditegaskan Presiden Indonesia Pertama Republik Indonesia, Ir Soekarno.

Ayah dari Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri menilai, dengan mempelajari sejarah bangsa, kita akan lebih menghargai dan mencintai tanah air.

Soekarno secara lantang dan tanpa tedeng aling-aling berani menyatakan, “Never Leave History” (atau jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah, red).

Segendang sepenarian, sejarawan dunia Herodotus mengatakan setali tiga uang, “Historia Vitae Magistra“ (atau sejarah adalah guru kehidupan), demikian bunyi pepatah latin yang secara eksplisit untuk mengemukakan tentang pentingnya keberadaan sejarah.

Pesona Danau Gunung Tujuh bikin mabuk kepayang mirip rindu yang telah berubah menjadi candu

Seiring dengan banyaknya destinasi wisata alam di Indonesia yang begitu indah dan menakjubkan, salah satunya juga ada di Provinsi Jambi, yaitu Danau Gunung Tujuh. Objek wisatanya benar-benar mengagumkan.

Tak heran, bila akhirnya menempatkan provinsi yang terletak di pesisir timur di bagian tengah Pulau Sumatera ini jadi pilihan buat mereguk destinasi wisata alamnya.

Wabilkhusus Sobat Pariwisata yang hobi berpetualang di alam bebas, dan lumrah saja bila anak gunung melukiskannya seperti ini, “Merindumu adalah Candu, yang Tak Bisa Kuhentikan Dalam Tiap Malam Panjangku”.

Pasalnya, selain dikelilingi indahnya pemandangan tujuh gunung sekaligus. Dilihat dari berbagai sudut mana pun, kemolekannya sungguh menghanyutkan. Anak muda zaman now mengistilahkannya “speechless” (tak dapat berkata-kata, red)

Merinci tujuh gunung yang mengelilingi di sekitar wilayah danau itu, antara lain Gunung Hulu Tebo, Gunung Hulu Sangir, Gunung Lumut, Gunung Madura Besi, Gunung Jar Panggang, Gunung Selasih dan Gunung Tujuh.

Sementara, lokasi puncak Danau Gunung Tujuh sendiri, berada tepat di belakang Gunung Kerinci. Sehingga, sangat wajar bila alam di sekitar danau begitu cantik dan memikat mata siapapun, tak jarang hati yang keras tokcer meleleh.

Danau Gunung Tujuh sendiri merupakan satu dari sekian banyak danau kaldera tertinggi di Asia Tenggara yang lokasinya ada di ketinggian 1.950 mdpl.

Persisnya, di Desa Pelompek, Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Jambi. Danau ini memiliki luas sekitar 960 hektar dengan panjang sekitar 4,5 kilometer dan lebar 3 kilometer.

Saat kaki sudah menginjakkan puncak danau, atmosfirnya tak sekedar menyegarkan, mereka yang sedang stres karena terlalu banyak pikiran atau pikiran sedang tak karuan langsung hilang seketika itu juga, sejuk, damai, tidak ada kata-kata yang paling tepat menggambarkan eksotiknya pemandangan di atas sini.

Satu hal lagi, Danau Gunung Tujuh juga merupakan bagian dari deretan danau indah di negeri ini yang kondisinya masih Perawan Ting Ting.

Tak ayal, pesona keindahannya menarik perhatian Kawula Indonesia untuk sampai di Danau Gunung Tujuh, meski mencapainya harus bersusah payah.

Untuk mencapai puncak danau, mengawali pendakian bisa melalui gerbang pos Taman Nasional Kerinci Seblat.

Di jalur tersebut terdapat dua trek yang dapat dipilih, jalur yang akses jalannya lebih landai namun jaraknya cukup jauh, sementara satu lagi jalur yang jaraknya lebih dekat sayangnya dianugerahi tanjakan yang begitu curam dan bisa disebut ekstrim.

Namun, pada kedua jalur itu ujungnya tetap akan saling bertemu. Selepas titik pertemuan itu, Sobat Pariwisata akan melalui jalanan yang naik turunnya cukup tajam hingga akhirnya sampai di danau yang dituju.

Sesampainya di puncak, sayang buat dilewatkan, nikmati kesempatan emas menginap beberapa malam dengan mendirikan tenda untuk tinggal di tepian danau sambil merasakan suasana alam bebas dan sejuknya udara.

Tak cukup itu, mengapa tak sekalian sewa sampan nelayan yang sudah tersedia dipinggir danau sembari melihat-lihat lebih dekat kecantikan yang ada pada danau ini.

Danau Gunung Tujuh adalah danau vulkanik yang tercipta begitu indah hasil dari proses letusan Gunung Tujuh di Kabupaten Kerinci. Dari letusan gunung api itu, menghasilkan terbentuknya sebuah kawah besar yang kemudian terisi oleh air hujan yang lama kelamaan membentuk sebuah danau. Danau Gunung Tujuh juga mengaliri beberapa sungai di Jambi, alirannya bermuara sampai pula di Sungai Batanghari.

Berada pada ketinggian hampir 2 kilometer di atas permukaan laut, dapat dibayangkan betapa dinginnya air Danau Gunung Tujuh sewaktu pagi hari. Suasana tenang dibalut kesunyian dan cantiknya kabut yang menyelimuti permukaan air danau benar-benar menghadirkan satu frame keindahan yang luar biasa menakjubkan, sulit dijumpai di tempat mana pun kecuali di danau ini.

Eksotismenya mustajab, bikin wisatawan mabuk kepayang karena sensasinya sulit terlupakan.

“Dakilah gunung sehingga kamu bisa melihat dunia, bukan dunia yang bisa melihatmu.” – David McCullough

“Kau tahu, kenapa kebanyakan pegiat alam susah dapat jodoh? Karena, di gunung, kami banyak belajar tentang cara berbagi, cara mendengarkan, cara merawat, juga cara mencintai. Tapi, kami tidak pernah belajar tentang cara memiliki.” – Fiersa Besari (eh)