PariwisataIndonesia.ID – Batavia atau Betawi merupakan salah satu kota yang sejak masa lalu dihuni oleh masyarakat yang heterogen.
Sebagai kota pelabuhan dan perdagangan, orang-orang dari berbagai wilayah berdatangan dan menetap di Batavia Tempo Doeloe. Bahkan saat menjadi Ibukota Negara Republik Indonesia, penduduk Jakarta semakin heterogen.
Meskipun dengan segala keheterogenan, ternyata masih banyak masyarakat Jakarta, khususnya Suku Betawi, yang memegang teguh adat dan tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang.
Salah satunya dapat kita lihat dalam prosesi pernikahan adat Betawi. Sebelum melakukan akad nikah, ternyata ada ritual khusus yang harus dijalani yang dinamakan Palang Pintu. Seperti apa ritual itu? Simak ulasannya di bawah, ya.


Palang pintu berasal dari kata palang (penghalang) dan pintu. Palang pintu bisa diartikan sebagai penghalang saat akan memasuki rumah, yang biasanya terletak di dekat pintu.
Sesuai namanya, maka fungsi dari ritual ini adalah menghalangi rombongan calon mempelai laki-laki yang akan masuk ke rumah calon mempelai perempuan.
Namun, penghalang di sini bukan bermaksud untuk menghentikan, ya! Melainkan berupa ujian untuk mengetahui sejauh mana tekad sang calon pengantin.


Tidak ada catatan pasti kapan ritual Palang Pintu pertama kali dilakukan oleh masyarakat Betawi. Menurut sejarah dan cerita orang-orang tua, ritual ini pernah dijalankan oleh Pitung, Sang Jawara Betawi.
Kala itu, Pitung ingin meminang Aisyah, anak perempuan Murtadho, Sang Macan Kemayoran. Murtadho sendirilah yang menjadi palang pintu untuk menguji kemampuan lisan dan bela diri Pitung.
Dengan kemampuannya, Pitung mampu mengalahkan Murtadho dan kemudian memperistri Aisyah. Dalam tradisi Palang Pintu, calon mempelai laki-laki harus beradu pantun dengan keluarga dari calon mempelai perempuan.
Hal ini menjadi simbol bahwa sebagai sosok yang akan menjadi kepala rumah tangga, laki-laki harus memiliki kepiawaian dalam berdiplomasi.


Selain itu, sang calon mempelai laki-laki juga akan ditantang dalam adu bela diri karena nantinya ia akan menjadi pelindung bagi keluarga.
Biasanya, kemampuan bela diri yang dipraktekkan adalah jenis Silat Cingkrik, yaitu seni bela diri yang memadukan unsur ketangkasan dan keindahan. Selain kemampuan berdiplomasi dan bela diri, calon mempelai laki-laki juga wajib memiliki kemampuan mengaji.


Seiring perkembangan zaman, ritual Palang Pintu tidak lagi dilakukan langsung oleh sang calon mempelai laki-laki. Perannya digantikan oleh jawara perwakilan.
Begitupun dengan Sang Palang Pintu yang akan diwakili oleh jawara yang telah ditunjuk keluarga pihak perempuan. Pada pelaksanaannya, kedua pihak jawara akan saling berhadapan di depan gerbang atau area sebelum memasuki pintu rumah calon mempelai perempuan.
Selain jawara dari kedua belah pihak, beberapa orang akan mendampingi ritual Palang Pintu, seperti pembaca Sholawat dustur, pembaca sike (ayat Al-quran), dan tim musik. Untuk selanjutnya, tim musik inilah, yang umumnya memainkan alat musik tradisional rebana kecimpring. Mereka siap mengiringi perjalanan rombongan calon mempelai laki-laki hingga tiba di lokasi Palang Pintu yang telah ditentukan.


Properti lain yang disiapkan dalam pelaksanaan ritual Palang Pintu adalah kembang kelapa yang merupakan perlambang bahwa sang calon kepala keluarga harus bersikap seperti tanaman kelapa, yang setiap bagiannya (dari pucuk daun hingga akar) bisa memberikan manfaat bagi keluarga maupun masyarakat.
Sobat Pariwisata! Walaupun identik dengan acara pernikahan adat Betawi, ritual Palang Pintu kadang juga dilakukan saat penerimaan tamu negara. Sebagai upaya sosialisasi dan menjaga kelestarian budaya, ritual ini juga kerap ditampilkan dalam Festival Budaya Betawi.
Yuk, terus kita jaga kekayaan budaya Indonesia. (Nita Simamora/eh)
Leave a Reply