Islam menjadi salah satu agama yang dianut oleh mayoritas penduduk Indonesia. Agama ini dibawa oleh para pedagang yang umumnya berasal dari Jazirah Arab. Penyebaran agama ini dilakukan dengan berbagai pendekatan lokal yang sesuai dengan kondisi masyarakat. Selain menyebarkan ajaran Islam, para dai juga membawa tradisi dan perayaan terkait agama tersebut. Salah satunya perayaan Maulid (hari lahir) Nabi Muhammad saw.
Di Sulawesi Selatan, tepatnya di Desa Cikoang, Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar, perayaan Maulid Nabi atau disebut Maudu Lompoa, diadakan sesusai sejarah datangnya agama Islam ke daerah tersebut. Perayaan unik yang telah berlangsung ratusan tahun ini bahkan mampu mengundang minat wisatawan lokal hingga manca negara.
Menurut Bahasa Makassar, maudu berarti Maulid sedangkan lompoa berarti besar. Maudu Lompoa dapat diartikan sebagai peringatan Maulid Nabi yang terbesar atau Maulid Akbar. Maudu Lompoa merupakan puncak peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang biasanya dilakukan di akhir bulan Rabi’ul Awal (sekitar tanggal 29 atau 30). Setelah pelaksanaan Maudu Lompoa, tidak diperbolehkan lagi ada perayaan Maulid Nabi di tahun Hijriah tersebut.
Persiapan untuk melakukan Maudu Lompoa dilakukan selama 40 hari. Persiapan acara dimulai dengan je’ne-je’ne sappara (mandi pada bulan Safar) yang dilakukan oleh masyarakat Cikoang dan dipimpin oleh pemuka agama. Persiapan lain yang juga dilakukan adalah menyediakan ayam, beras, minyak kelapa, telur, perahu, kertas warna-warni, pakaian, dan sebagainya. Ayam-ayam yang akan dijadikan jamuan dalam puncak perayaan harus dikurung selama 40 hari agar sehat dan hanya mendapat makanan yang bersih dan bagus.
Puncak acara Maudu Lompoa dilakukan di sekitar Sungai Cikoang. Acara ini ditandai dengan berlayarnya perahu yang dinamakan julung-julung. Julung-julung dihias sedemikian rupa menggunakan kain, beragam pakaian, dan kertaws warna-warni. Tradisi ini menjadi tanda bahwa Islam masuk ke daerah Cikoang melalui jalur perdagangan. Perahu juga erat kaitannya dengan kisah Sayyid Jalaluddin bin Muhammad Wahid Al’Adid.
Pada abad ke-16, Sayyid Jalaluddin yang merupakan keturunan ke-27 Nabi Muhammad datang dari Hadramaut (Arab Selatan) ke Kerajaan Gowa, Sulawesi Selatan. Sayyid Jalaluddin kemudian menikah dengan putri bangsawan Gowa bernama I Acara’ Daeng Tamami binti Sultan Abdul Kadir Alauddin. Pada satu ketika, Sayyid Jalaluddin menitipkan istrinya di istana Balla Lompoa, Gowa, kemudian pamit untuk pergi dengan berbekal sajadah sebagai kendaraan dan ceret kecil untuk tempat berwudhu (menyucikan diri sebelum beribadah).
Setelah beberapa waktu perjalanan, Sayyid Jalaludin pun tiba di hulu Sungai Cikoang. Pada saat itu dua orang Ksatria Cikoang bernama I Bunrang dan I Danda melihat arah datangnya Sayyid Jalaluddin yang terlihat seolah-olah siluet perahu besar yang sedang berlayar. Ketika siluet perahu makin mendekat, ternyata didapati Sayyid Jalaluddin datang dengan menaiki sajadah yang terapung di air. Sayyid Jalaluddin pun menjadikan kedua ksatria itu sebagai murid dan mulai menyebarkan Islam di Desa Cikoang.
Selain dihias, perahu juga diisi dengan berbagai jenis barang dan hasil bumi, seperti pakaian, perlengkkapan mandi, telur warna-warni, padi, ubi, sayur, buah-buahan, serta baku maudu. Baku maudu adalah bakul besar yang terbuat dari anyaman lontar dan berisi nasi pamatara (setengah matang) dan ayam panggang yang sebelumnya telah dikurung.
Acara ini juga diisi ceramah dari pemuka agama, pembacaan zikkiri’ (sholawat pada Nabi), Sura’ Rate (riwayat sejak Nabi Muhammad dilahirkan hingga saat Islam dibawa oleh Sayyid Jalaluddin), atraksi mappenca’ (pencak silat), serta diiringi oleh tabuhan gendang yang membuat suasana makin meriah.
Akhir Maudu Lompoa ditandai dengan acara pambageang kanre maudu’ atau pembagian makanan Maulid. Seluruh isi perahu termasuk pakaian dan makanan akan dibagikan kepada masyarakat sekitar yang ikut menyaksikan perayaan tersebut. Kemeriahan semakin bertambah-tambah saat masyarakat saling berebut telur warna-warni di tepi Sungai Cikoang sebagai wujud syukur dan rezeki yang melimpah.
Meriahnya perayaan Maudu Lompoa menjadikan Desa Cikoang dikenal dengan sebutan Kampung Maulid. Acara ini bukan hanya sekedar perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, tapi juga ajang silaturrahim warga dan daya tarik para wisatawan dalam maupun luar negeri loh, Sobat Pariwisata!(Nita/RPI)
Leave a Reply