PariwisataIndonesia.id – Saat berlibur ke Sumatera Barat (Sumbar), maka ada satu lokasi destinasi wisata terfavorit yang direkomendasikan. Jangan pernah untuk Sobat lewatkan, yaitu Danau Maninjau.
Danau ini menawarkan berjuta pesona keindahan alam yang sungguh memikat hati. Dijamin bikin membuat mata terbelalak, terpana, terpukau.
Selain itu, Danau Maninjau terluas ke-11 di Indonesia juga danau kedua terbesar di wilayah Minangkabau dan berlokasi di Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Provinsi Sumbar.
Tercatat, berada di ketinggian 461,50 meter di atas permukaan laut, diperkirakan luasan danau 52.68 km dengan lebar 7 km dan kedalaman danau (maksimum.Red), plus minus 165 meter. Dari titik Kota Padang menuju objek wisata nan elok rupa ini menempuh jarak 140 kilometer.
Fasilitas penunjang sekitar danau sudah lengkap!
Berdiri hotel berbintang seperti Maninjau Indah Hotel dan Hotel Pasir Panjang Permai.
Terdapat juga deretan hotel melati tawarkan penginapan tak merogoh kocek banyak. Untuk restoran? Tenang, Sob!
Baca juga : Danau Maninjau Ingin Direvitalisasi, Wagub Sumbar Ungkap Butuh Dana Rp237 M
Yuk dipilih, dipilih… Tinggal sesuka hati menjatuhkan pilihan lokasi makan, tersebar sepanjang Danau Maninjau dan tak perlu khawatir.
Danau Maninjau tidak kalah dengan Bali, daya magisnya sungguh luar biasa berhasil dongkrak popularitas pariwisata di Indonesia, hal itu terbukti melalui event balap sepeda internasional Tour de Singkarak.
Ajang berbentuk Sport Tourism, memadukan olahraga sekaligus bertujuan mempromosikan pariwisata suatu daerah, kombinasi tersebut mampu membentuk citra positif Rumah Gadang dan semakin menarik minat turis asing berlibur ke Indonesia.
Terkuaknya Danau Maninjau membuka mata dunia dan dijamin bikin gagal move on. Untuk kembali pulang, maka seluruh jiwa dan raga terasa berat.
Mereka yang pernah ke Danau Maninjau, rindunya pun setengah mati untuk bisa kembali dan terus datang lagi berlibur.
Menolak lupa! Dengan mengajak ke masa lampau mengutip pantun dari Presiden Pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno dan Ulama Besar bernama Buya Hamka.
“Jika adik memakan pinang, Makanlah dengan sirih hijau. Jika Adik datang ke Minang, Jangan lupa singgah ke Maninjau.” (Bung Karno).
“Kota Melaka tinggallah sayang, Beta nak balik ke Pulau Perca. Walau terpisah engkau sekarang, Lambat laun kembali pula. Walau luas watan terbentang, Danau Maninjau terkenang jua.” (Buya Hamka).
Baik pantun yang datang dari Bung Karno maupun Buya Hamka makna filosofisnya adalah mengunjungi Danau Maninjau sebuah kewajiban, belum sempurna ke Sumatera Barat bila tidak mengunjungi objek wisata ini.
Mereka yang memburu suasana liburan mengusung tema ketenangan; ketentraman; dan keteduhan jiwa serta romantisme. Datanglah dengan nikmati kemolekan Danau Maninjau sungguh tidak bisa terbantahkan, tak ada duanya.
Memasuki sore hari wisatawan disuguhi oleh pemandangan sunset berlatar gunung. Dijamin malas beranjak, alasannya, momen sebelum berganti malam itu seperti melambai dan menari-nari.
Apalagi, pada saat puncak sunset. Klimaks eksotismenya bikin speechless. Keren, nikmati Sob!
Begitupun hamparan sawah yang tumbuh subur; suasana perbukitan dan pegunungan; akses jalan menuju objek wisata bikin rindu karena menghadirikan sensasi tersendiri dengan kelok-keloknya, sungguh suasana itu bak surga dunia.
Terlebih lagi, ketika kita berada di Puncak Lawang. Sejauh mata memandang disuguhkan peraduan warna air danau bergradasi biru dan hijau sungguh meneduhkan, dan memanjakan mata. Kita dibuatnya terhipnotis!
Decak kagum tak berhenti mengagungkan kebesaran ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, betapa besar karunia Tuhan untuk negeri ini, OMG!
Tak lengkap rasanya bila tidak mengungkapkan secuil sejarah Danau Maninjau. Menurut Verbeek, 1883 dalam Pribadi, A. dkk., 2007.
Dalam buku itu, konon dilukiskan danau ini merupakan kawah gunung berapi, bernama Gunung Tinjau (Sitinjau). Letaknya menghimpit antara dua gunung lainnya, yaitu Gunung Merapi dan Gunung Singgalang.
Lalu, puncak Gunung Tinjau tidak meruncing tetapi ditemukan kawah yang maha luas. Singkatnya, tercipta akibat erupsi vulkanik dari Gunung Tinjau sekitar 52.000 tahun yang lalu.
Sementara dalam babad Orang Minang, kawah Gunung Tinjau difitnah dan dendam “Bujang Sembilan” (Terjemahan: Sembilan kakak kandung laki-laki dari Siti Rasani) kepada dua sejoli, Giran dan Siti Rasani.
Ceritanya sarat muatan hikmah, keduanya dalam alur legenda menurut cerita berdasarkan kearifan ekologis mereka tidak bersalah.
Bujang Sembilan menstigma perbuatan memalukan dan perilaku tercela. Sudah tentu, menimbulkan aib keluarga di masyarakat Minang. Pasangan itu, dilempar ke kawah gunung.
Setelahnya, Gunung Tinjau malah berbalik murka. Dalam hikayat lain, kisah kekuatan cinta mereka dituduh melampaui batas norma masyarakat.
Merasa tidak berbuat mereka pekik lantang seraya berazam bila terbukti bersalah ketika menceburkan dirinya ke kawah merah, maka Gunung Tinjau tidak meletus. Begitu pun sebaliknya.
Akhirnya Gunung Tinjau murka. Terjadi gempa maha dahsyatnya letuskan awan-abu-batuan-pasir yang panas, gas vulkanik meledak mengakibatkan longsor.
Meluluhlantakkan segalanya. Lahar panas dari Gunung Tinjau tak mengenal rasa ampun sampai akhirnya kawah itu pun kembali menjadi dingin hingga mentransformasi danau indah dan memukau seperti saat ini.
Bahkan limpahan Danau Maninjau menjangkau lembah-lembah, dan turut memberikan kesuburan sawah. Ikan di danau pun semakin berlimpah menjadikan masyarakatnya bergizi.
Mari kita bersyukur dengan pesona alam yang begitu cantik ini. Itulah Danau Maninjau!
Yuk dirawat dan menjaga Danau Maninjau. Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan anugerah pesona alam luar biasa indah, eksotis dan memesona kepada Bangsa kita, tersebar dari Sabang sampai Merauke. Kalau tidak kita yang melestarikan lalu siapa lagi?
Leave a Reply