PariwisataIndonesia.id – Hai Gaaees! Mendaki gunung sensasinya sik asik dan bikin kita lupa segalanya.
“Setiap puncak yang baru diduduki selalu mengajarkan sesuatu,” Sir Martin Convay.
Saat melintasi jalan setapak yang terjal, melewati jembatan gantung, menyusuri sungai dan memasuki hamparan hutan yang lebat.
Kemudian, menemukan suara-suara binatang yang saling bersahutan, jelas naik gunung tak sekedar olahraga atau melatih fisik semata, Gaaees!
Tapi, untuk memperkuat mentalitas dan kemandiriaan; menjadi pribadi pamaaf dan memahami makna sabar; juga merontokkan ego.
Berikut penjelasannya, Gaaees!
Mengingat perjalanan ini identik dengan alam dan waktu tempuhnya pun tidak sebentar juga pendaki diwajibkan berkelompok, sudah tentu diminta patuh dan disiplin untuk mendengarkan setiap imbauan dari pemandu.
Besar kepala, bersikap mau menang sendiri, apalagi berbohong. Rasa-rasanya, itu tidak mungkin, Gaaees!
Tetap memaksakan kehendaknya, dan bersikap seperti dijelaskan tersebut malah akan menyulitkan dirinya sendiri.
Bakalan tersiksa lahir dan batin sejak berangkat sampai puncak hingga turun kembali dari Gunung Halau-halau.
“Di ketinggian Gunung, saya merasa kecil, tidak ada alasan untuk sombong, tidak ada alasan untuk angkuh,” Fiersa Besari.
Mendaki itu untuk bahagia. Siapapun dia tak menginginkan dijauhi teman-temannya.
Lalu, upaya untuk menaklukan medan belantara tersebut, bukanlah obsesi yang utama. Melainkan, menguatkan harapan dan memaknai satu kata berikutnya, yaitu perjuangan.
Selain itu, Gaaees! Pepatah bijak mengatakan, “Sama-sama dari tanah. Sama-sama menginjak tanah dan bakal balik lagi ke tanah jadi buat apa sombong. Langit tak perlu menjelaskan kenapa dia tinggi, masih mau sombong dalam hidup?”
Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia ke-76, Redaksi Pariwisata Indonesia merekomendasikan wisata “anti-mainstream” pada 17 Agustus nanti melalui trekking maupun hiking.
Khususnya lagi, bagi mereka yang suka dengan petualangan dan olahraga yang menantang bisa mencoba taklukkan Gunung Halau-halau.
Lokasi wisata tersebut dijuluki sebagai puncak tertinggi di Pegunungan Meratus di wilayah Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).
Puncak Gunung Halau-halau berada di ketinggian 1.901 mdpl, terletak di perbatasan tiga kabupaten. Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupatan Hulu Sungai Selatan dan Kabupaten Tanah Bumbu.
Pemerintah pusat pun telah menetapkan kawasan Pegunungan Meratus di Kalsel sebagai kawasan geopark nasional, Gaaees!
Redaksi juga mencatat, bahwa “Gunung " Meratus"”, (Artinya: Di sini gunung beratus-ratus banyaknya.Red), adalah kampanye yang digemakan oleh anak-anak pecinta alam lokal. Mereka gigih mempromosikan kepada masyarakat dunia bahwa wisata gunung yang ada di wilayah Kalsel memiliki anugerah alam yang wajib juga buat dikunjungi, Gaaees!
Berkat peran dan jasanya tersebut, kemolekan dan kemahsyuran gunung-gunung meratus di Kalsel beritanya menjadi tersebar luas, seperti Gunung Halau-halau, Gunung Kahung, Gunung Lima, Gunung Walungan dan gunung lainnya.
Lewat petikan “Gunung " Meratus"”, akhirnya, gunung-gunung di Kalsel menjadi buah bibir di kalangan pecinta gunung di Tanah Air dan pendaki asing asal Rusia, Jepang, dan Spanyol yang juga tak mau ketinggalan, mereka pun sudah sampai ke puncak Gunung Halau-halau.
Lokasi tersebut, menyuguhkan keindahan panorama alam, juga menyimpan kekayaan sumber daya alam yang luar biasa.
Sayangnya, Gaaees! Infrastruktur untuk mencapai ke puncaknya masih kurang memadai, dan jika tetap menitikberatkan pada konsep pariwisata seperti itu akan menemukan sejumlah kendala.
Bukan cuma itu saja kendalanya, Gaaees! Kesulitan lainnya adalah tidak mudah menuju lokasinya tersebut. Dibutuhkan waktu setidaknya tiga hari, yaitu dua hari untuk mendaki hingga puncak dan sehari lagi untuk turun kembali.
Sejumlah hambatan tersebut, tidak berlaku bagi penggemar wisata “anti-mainstream”, mengingat mereka itu adalah orang-orang tertentu yang benar-benar datang tidak sekedar “niat” tapi memiliki minat besar dan mau bersusah payah mencapai puncak Gunung Halau-halau.
Oleh karenanya, Gaaees! Pemerintah setempat dalam mengembangkan konsep pariwisata tersebut mengkolaborasikan antara wisata adat dan budaya, air terjun, dan dipadukan kawasan Geopark yang diduetkan dengan pesona Gunung Halau-halau yang sangat eksotik itu.
Dalam programnya tersebut, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalsel membuka kesempatan bagi pendaki sebelum ke puncak Gunung Halau-halau dengan menawarkan keunikan budaya masyarakat adat Dayak Meratus.
Contohnya, seperti menginap di rumah warga dan melakukan interaksi sosial dengan mengamati kehidupan sehari-hari warga Dayak Meratus.
Suku Dayak Meratus kental kearifan lokalnya, dan sangat menjaga adat serta budaya leluhurnya.
Namun, mereka tersebut sangat terbuka terhadap pendatang dan selalu menyambut hangat tamu-tamu yang ingin menyaksikan berbagai ritual adatnya.
Warga di sini juga meyakini, terdapat dua Gunung Halau-halau yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin dan menganggapnya gunung itu sebagai keramat, karena mereka percaya kehadiran gunung tersebut menjadi pelindung bagi masyarakat.
Gunung Halau-halau berjenis kelamin laki-laki untuk sebutan Gunung Besar dan Gunung Halau-halau yang memiliki puncak lebih runcing adalah berjenis sebaliknya.
Mereka mengistilahkannya sebagai “Gunung Halau-halau Bini” dan gunung tersebut, tidak bisa untuk didaki, ya Gaaees!
Jelang kemeriahan perayaan HUT RI ke-76, yuk kita kemon wisata anti mainstream di Puncak Gunung Halau-halau sambil kibarkan Sang Saka Merah Putih dan hormat bendera. Ayo rencanakan dari sekarang, Gaaees!
Di akhir tulisan kembali disematkan oleh Redaksi dari unggahan foto di instagram rezky.dp, ia menuliskan sebentar lagi 17 Agustus.
“Sebentar lagi 17 agustus, Yakin mau di rumah ajj? Engga mau mengibarkan bendera merah putih dmn gitu???,” tulis netizen, kutip Redaksi Pariwisata Indonesia dari laman media sosialnya, Minggu (25/7).
(Eh)
Leave a Reply