Pariwisata Indonesia

Paduan Suara Tertua di Dunia

Raego, Tari Kuno dari Sulawesi Tengah

Raego, Tari Kuno dari Sulawesi Tengah

Penduduk asli Provinsi Sulawesi Tengah terdiri dari beberapa etnis, di antaranya Suku Kaili, Kulawi, dan Bada. Meskipun berbeda-beda, etnis-etnis ini memiliki budaya, tradisi, atau kesenian yang hampir serupa, seperti Tari Raego.

Suku Bada menyebut tari ini disebut Raigo, Suku Kaili menyebutnya Rego, dan Suku Kulawi menyebutnya Raego. Namun, semuanya merujuk pada satu hal yang sama, yaitu penghormatan terhadap Sang Pencipta.

Pariwisata Indonesia

Tari Raego sebenarnya merupakan salah satu kesenian tradisional yang menggabungkan antara seni suara yang berupa syair dan seni tari. Konon, Raego merupakan paduan suara tertua di Indonesia bahkan dunia. Raego diperkirakan telah ada sejak sebelum Belanda datang ke Indonesia.

Dalam pertunjukan Raego, syair yang didendangkan dipimpin oleh toonama.  Para penari lalu ikut mendendangkan syair-syair yang menggunakan Bahasa Uma Tua. Bahasa ini merupakan Bahasa kuno yang tidak lagi digunakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

Pariwisata Indonesia

Syair yang didendangkan dalam tari ini memiliki rima yang unik dan isi yang berbeda-beda tergantung pada situasi. Misalnya, syair Raego yang dibawakan saat syukuran hasil panen berisi tentang prosess pembukaan ladang, menanam, menyiangi, hingga memanen. Sedangkan syair Raego yang dibawakan saat upacara kematian berisi tentang siklus hidup manusia, dari kelahiran hingga kematian.

Biasanya, Tari Raego hanya diringi oleh syair-syair dari para penyanyi. Seiring perkembangan zaman, penggunaan alat musik seperti gendang dan gitar kerap digunakan untuk mengiringi tarian ini.

Raego dibawakan secara berpasangan antara perempuan dan laki-laki dengan jumlah yang banyak. Kelompok penari ini akan membentuk sebuah lingkaran, yang diartikan sebagai kebersamaan saat menghadapi situasi suka maupun duka. Tangan kiri penari pria merangkul bahu kiri penari perempuan pasangannya, sementara tangan kanan menggenggam parang Guma.

Gerakan dalam tarian ini lebih berfokus pada langkah-langkah kaki baik maju-mundur, maupun menyamping. Gerakan yang dilakukan sangat seirama dengan syair yang dilantunkan.

Raego biasanya dibawakan dalam berbagai upacara adat, seperti upacara setelah panen, upacara perkawinan, upacara khitan, upacara kematian, upacara sebelum prajurit pergi dan setelah kembali dari medan perang, saat mendirikan rumah adat Lobo, serta untuk menyambut tamu.

Para penari Raego ini menggunakan kostum khas Sulawesi Tengah. Penari perempuan mengenakan rok susun tiga dan halili (atasan yang dilengkapi dengan aksesoris manik-manik). Sedangkan penari laki-laki mengenakan baju adat yang dilengkapi dengan siga di kepala dan Guma (senjata tradisional masyarakat Sulawesi Tengah) di bagian pinggang.

Sobat Pariwisata! Pada tahun 2013, Tari Raego ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda dari Provinsi Sulawesi Tengah.(Nita/RPI)