Dalam membantu Indonesia, Aceh tidak bisa dipandang sebelah mata. Pasalnya, pada 27 Maret 1947, Gasida mengirim sebuah telegram berbentuk ucapan selamat kepada Perdana Menteri Sutan Sjahril terkait penandatangan perjanjian Linggarjati.
Di pesannya itu, untuk mengingatkan Perdana Menteri Sutan Sjahril. Meski perjanjian sudah ditandatangani, Pemerintah diminta untuk jangan lengah menghadapi taktik Belanda.
Isi telegram pengusaha Aceh kepada Perdana Menteri Sutan Sjahril, “Jangan terpengaruh dengan konsensi yang mengurangi nilai-nilai kemerdekaan. Tidak ada pilihan lain bagi kita selain mempertahankan kemerdekaan,” tulis Teuku Alibasjah Talsja dalam judul bukulnya “Modal Perjuangan Kemerdekaan”.
Kisahnya itu makin dikuatkan lagi dari judul buku berikutnya, “Aceh Daerah Modal” (Penulis: Tgk. Ak Jakobi), Presiden Soekarno terbang ke Tanah Rencong. Dijelaskan dalam buku itu, kunjungan tanggal 16-17 Juni 1948, kehadian Bung Karno untuk meminta langsung kepada Rakyat Aceh agar membantu perjuangan yang sedang terdesak akibat agresi militer Belanda.
Menurut Tgk. Ak Jakobi yang ditulis di bukunya tersebut, keadaan RI benar-benar mencekam, “to be or not to be”. Penulis buku, sepertinya ingin menggambarkan keadaan sesungguhnya tentang apa yang terjadi saat itu dan menjelaskan peran Aceh di panggung sejarah di masa tersebut.
Bukan tanpa alasan Bung Karno ke Aceh, Sang Proklamator Indonesia yang dijuluki Putra Sang Fajar mengakui kekuatan rakyat Aceh sebagai sumber potensi yang mampu mendorong sekaligus menggerakkan perang semesta melawan kolonialisme Belanda.
Kedaulatan maritim di Serambi Mekah berada di wilayah strategis. Untuk itulah, mengapa Aceh disebut Bung Karno sebagai “Daerah Modal”.


Oleh karenanya, Pidato di hari pertama Presiden Sukarno tanggal 16 Juni 1948 dilangsungkan di tempat terbuka mirip Rapat Akbar yang berlokasi di Lapangan Blang Padang Banda Aceh.
Di sanalah Bung Karno mencetuskan ide, mengajak Aceh untuk bergabung menjadi bagian dari Republik Indonesia. Kepulauan yang tersebar dari Sabang sampai Merauke disatukan, membentuk “nasionalisme” melalui The Imagined Community Of Indonesia.
Rakyat Aceh menyambut baik ide Sang Proklamator Indonesia, berbekal semangat “nasionalisme” tak banyak tanya, Aceh bergerak cepat mengumpulkan sejumlah dana. Menyatu dalam barisan nasional untuk bersama-sama menjadikan Indonesia merdeka.
Bersambung ke halaman berikutnya
Bung Karno bertolak ke Tanah Rencong…
Leave a Reply